MY LOVELY GHOST
BAB 8
“Terimakasih sudah hadir ke pameran lukisanku.” Calvino membungkuk, sebagai rasa hormat kepada para tamunya itu. Lelaki itu berjalan menuju meja bundar yang berada di tengah ruangan, mengambil segelas anggur dan menyesapnya. Calvino cukup merasa puas atas antusias mereka, beberapa orang memutuskan untuk membeli karya pemuda itu.
“Selamat, ya, kau selalu sukses di setiap pameran lukisanmu.” Tania mengulurkan tangannya dan memeluk Calvino yang membalas pelukan gadis itu dengan hangat.
“Terimakasih, semua ini juga berkat bantuanmu.”
“Kalau kau mau, aku ingin mengundangmu minum, Cal. Aku berencana mempertemukanmu dengan seorang kolektor.”
“Wah, sebuah kehormatan untukku, Tania.” Jawab Calvino dengan ramah.
Tania berjalan lebih dekat ke arah Calvino, gadis berambut hitam legam itu mengatakan sesuatu di telinga Calvino, membuat pemuda itu tersenyum tipis.
“Cal!”
Rhea datang dari arah belakang lelaki itu, dan ia melihat jika Tania mencoba merayunya. Tania menatap Rhea, entah mengapa wajah gadis itu terasa tidak menyenangkan saat tatapan mereka beradu.
“Hai, Rhea, apakah semua sudah beres?” Calvino tersenyum lembut kepada gadis itu. Rhea mengangguk, “Tentu saja, aku melakukannya sebaik mungkin. Semua itu untukmu, Cal.” Rhea menegaskan kalimatnya, dan Tania hanya tersenyum kecut mendengar kata – kata itu.
“Terimakasih, Rhea, aku akan memberimu imbalan yang layak.” Tukas Calvino.
Tania tertawa kecil, seolah menertawakan gadis itu. Imbalan? Begitukah Calvino menghargainya?
Rhea yang melihat perubahan raut wajah Tania, segera tersenyum kemudian melingkarkan tangannya di lengan Calvino, "Imbalan apa yang akan kau berikan padaku, Cal? Apakah itu sebuah makan malam yang romantis?" Rhea menatap Tania yang terlihat tidak menyukai pemandangan itu. Sejak dulu, Rhea tahu jika Tania adalah gadis yang cukup berambisi terhadap Calvino, ia tak akan menyerah begitu saja. Terlebih lagi, Calvino kerap menggunakan Tania untuk menjadi objek lukisannya.
Rhea pun tak bisa menyangkal, jika Tania memiliki bentuk tubuh ideal sebagai seorang model, serta bentuk mata yang membulat layaknya boneka. Dan Rhea percaya, jika Tania berusaha keras untuk merubah penampilannya itu. Dasar manusia plastik! Itulah yang selalu digumamkan Rhea setiap kali ia melihat gadis itu.
"Makan malam romantis?" Calvino tertawa, ia menatap Rhea yang juga menatapnya dengan mata berkedip-kedip, seakan ingin mengatakan, 'Ayolah, Cal, selamatkan harga diriku di depan boneka plastik itu.'
Belum sempat Calvino menjawab, seseorang memanggilnya dan menepuk bahu laki-laki itu dari arah belakang.
"Hai, kau datang?" Calvino tampak senang ketika melihat kedatangan sahabat lelakinya itu, Arvin. Dan Rhea melepaskan tangannya dari lengan Calvino.
"Ya, aku pasti datang untuk melihat pameranmu. Hai, Rhea?" Arvin menyapa gadis itu dengan ramah, dan Rhea membalasnya dengan senyum lebar.
"Hai, Arvin, sudah lama, bukan?"
"Ya, kau terlihat semakin cantik, Rhea."
Rhea tersenyum senang mendengar pujian itu. Arvin menatap Tania, memperhatikan gadis itu dari kepala hingga ke ujung kakinya. Sementara Tania hanya menyeringai saat tatapan mereka beradu.
"Dia salah satu model untuk lukisanku, Tania." Ucap Calvino, yang mengikuti pandangan mata sahabatnya itu.
"Oh, hai, Tania!" Tania hanya tersenyum tipis, membalas sapaan laki-laki itu.
Arvin membawa Calvino ke tempat lain sembari mengatakan sesuatu, meninggalkan Rhea dan Tania yang hanya bisa diam dan menatap punggung ke dua pemuda itu.
"Sepertinya dia menyukaimu." Kata Rhea dengan senyum mengambang.
"Dia?" Suara Tania terdengar merendahkan Arvin, gadis itu menatap Rhea dengan pandangan tidak suka, "Kau berhentilah menjadi benalu!" Ucap Tania dengan mata membulat.
"Apa katamu? Kau sendiri tidak tahu malu. Kau hanya objek untuk lukisan Calvino, tidak lebih." Sahut Rhea yang tak terima dengan kata-kata gadis itu.
"Benarkah? Calvino tidak akan menolakku, Rhea, sayang. Haruskah aku memberimu bukti? Aku mengundangnya ke apartemenku, kurasa dia pasti datang."
"Kau jangan berharap terlalu banyak, Tania. Cal tidak akan melakukan itu." Ucap Rhea, semakin tak menyukai gadis itu.
"Lihat saja nanti!" Tania pun melangkah pergi dengan tubuhnya yang gemulai, seakan ingin mengatakan kepada Rhea jika gadis itu bukan siapa-siapa. Sementara Rhea hanya menatap kepergian Tania dengan kesal.
………
"Kenapa? Kau suka?" Tanya Calvino kepada Arvin, saat laki-laki itu bertanya tentang Tania.
"Eh, dia cantik dan sangat menarik." Jawab Arvin, menyesap minumannya.
"Ya, dia memang menarik. Dan, memiliki sisi fotografi yang bisa diandalkan, itulah mengapa aku kerap menggunakan sebagai objek lukisanku." Jelas Calvino.
"Apakah itu dia?" Arvin menunjuk sebuah lukisan, gadis berpayung dengan dress hijau lumut dengan mata yang begitu memikat.
"Ha..ha..ha, kau jeli sekali. Apakah sangat mirip?" Calvino mengikuti arah jari telunjuk sahabatnya itu dan tertawa renyah.
"Ya, kau sangat ahli melukisnya. Kurasa aku akan membeli karyamu itu untuk menghiasai dinding kamar tidurku, Cal."
"Tentu saja kau bisa membawanya." Tukas Calvino, menatap Arvin dengan senyum mengambang.
"Ehm, bagaimana jika aku mendekati gadis itu? Apakah kau keberatan, Cal?"
"Itu hakmu, Arvin, tapi Tania tidak mudah untuk didapatkan." Terang Calvino dengan mimik wajah serius.
"Kau pernah mencobanya?" Mata Arvin terbuka lebar ketika mendengar kalimat tersebut.
"Apa? Kau sudah tidak waras? Mana mungkin aku melakukan itu. Aku hanya tahu jika Tania adalah gadis pemilih."
Arvin terkekeh geli tatkala melihat perubahan sikap Calvino itu. "Kalau begitu, kau bukan laki-laki yang ia pilih, Cal. Kurasa seleranya sangat tinggi."
"Hah! Kau pikir begitu? Aku yang tidak tertarik padanya." Tukas Calvino, yang melihat Tania berjalan ke arah mereka, sementara Rhea mulai terlihat sibuk dengan para tamu yang ingin membeli lukisan laki-laki itu.
"Dia datang." Bisik Calvino kepada Arvin yang berdiri membelakangi gadis itu.
"Kau butuh sesuatu, Tania?" Tanya Calvino basa - basi. Arvin menoleh dan mengulaskan senyum untuk gadis itu.
"Tidak, aku hanya ingin kau menemaniku untuk melihat-lihat lukisan di galerimu ini, Cal." Tania berbicara dengan manja, ia sama sekali tak melihat Arvin.
"Oh, tapi aku harus menemui beberapa tamu, Tania. Setidaknya aku harus menyapa mereka, bukan? Bagaimana dengan Arvin, dia sahabatku dan juga pemilik bar yang cukup ternama di daerah kita."
Arvin tersenyum senang saat Calvino mengatakan itu, dan Tania seketika menoleh saat mengetahui jika Arvin seorang pemilik bar yang cukup ternama itu.
"Itu jika kau mau." Lanjut Calvino.
Tania tersenyum lembut, sikap angkuhnya berubah seketika. Gadis itu menyingkirkan rambutnya ke belakang, dan aroma parfum yang manis seketika tercium di hidung Arvin. "Ah, baiklah kalau kau memang sibuk, Cal. Tidak masalah."
Arvin menatap Calvino dengan mengedipkan sebelah matanya, kemudian berjalan di sisi Tania untuk melihat-lihat lukisan di galeri itu.
"Dasar, kalian berdua memang sangat mirip." Gumam Calvino, yang kemudian pergi untuk menemui tamu-tamunya itu.