Aku masih memegang kerah blazerku dengan kuat agar tanganku tidak sembarangan memegang yang lain di depan Pak Bima. Pak Bima sesekali melirik ke arahku tapi aku menundukkan kepala dan menggigit bibir bawahku.
Segera kami sampai di halaman villa, aku bergegas keluar tanpa sepatah kata.
Aku berjalan dan sesampainya di ruang tamu aku sungguh tidak bisa menahan lagi. Aku melepas blazerku dan memegangi seluruh tubuhku. Dan tiba-tiba sepasang tangan kekar memelukku dari belakang. Aku terkejut dan langsung menengok ke belakang.
"Pak Bima. Maaf Pak, tolong lepaskan tangan Bapak."
"Aku tahu yang kamu butuhkan saat ini adalah sentuhan. Aku mahir soal permainan di ranjang. Aku bisa menjamin kamu akan mencapai kenikmatan tiada tara."
Tangan Pak Bima dengan cekatan bergerak naik dan membuka dua kancing kemejaku lalu dia memutar tubuhku sehingga kami saling berhadapan. Tangan kirinya masih merangkul pinggangku dengan erat dan tangan kanannya melepas sisa kancing kemejaku sehingga terlihat bra ungu yang kupakai saat itu.
"Saya mohon lepas...."
Namun Pak Bima menarik tubuhku dan melumat bibirku. Pelan-pelan semakin lama semakin liar. Hatiku berteriak ingin menolak namun tubuhku meresponnya. Aku mengikuti permainan lidah Pak Bima. Tangan Pak Bima semakin liar menjelajahi tubuhku dan aku menikmatinya. Darahku semakin mendidih dan hasratku untuk berhubungan intim semakin kuat. Kepalaku terasa berat dan jantungku berdebar dengan kencang. Pak Bima mulai mencumbu leher lalu turun ke belahan dadaku yang membuat diriku mendesah.
Kami pun tak sadar ada sepasang mata yang merekam apa yang kami lakukan.
"Pak Bima, saya tidak menginginkan hal ini. Tolong Pak, hentikan. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan tubuh saya tapi hati saya menolak."
Pak Bima berhenti sejenak dan menatapku.
"Kamu telah membangkitkan gairahku saat ini. Bagaimana aku bisa menahannya? Kamu pun tidak bisa menahannya bukan?"
Tanpa menunggu jawabanku Pak Bima mendaratkan ciuman kembali ke bibirku dan mengarahkan langkah kami menuju kamar utama.
"Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa menahan hasrat ini. Aku tidak ingin tapi tubuhku....Mas Ryan, maaf. Aku tidak bisa menepati janji."
Airmata mengalir begitu saja membasahi pipi saat Pak Bima melepas kemeja dan bra ku.
Tangan Pak Bima pun mulai membuka resleting celana yang kukenakan dan kini tubuhku polos tanpa sehelai benangpun.
Tatapan Pak Bima semakin bernafsu saat melihat tubuh polosku. Dia dengan cepat melepas kemeja dan celana panjangnya lalu membawaku ke kamar mandi.
Pak Bima menyalakan shower dan membasahi tubuh kami sambil memelukku.
"Rani, aku menyukaimu. Rasanya aku tidak rela melihat kamu dimiliki orang lain. Aku ingin memiliki kamu hari ini."
Dengan air yang masih mengalir, Pak Bima mengangkat kaki kiriku dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya menempel di dinding. Lalu dia memasukkan miliknya yang sudah tegang, mencari celah yang terasa sempit dan perlahan masuk semakin dalam.
Aku tidak menahan dan menolak tapi menikmatinya meskipun terasa sakit yang luar biasa karena ini pertama kali aku berhubungan intim.
"Aahhh, aahhh, aahhh, ehmmmm", desahku selama Pak Bima melakukan gerakan turun naik diiringin dengan erangannya yang menikmati keperawananku.
"Arrrgggg, arrrgggg, arrrgggg, kamu luar biasa Rani."
Setelah melakukan pelepasan, perlahan darah mengalir dan mengenai selakanganku.
Pak Bima mengambil handuk kecil yang tergantung lalu mengelapnya dan melemparnya sembarang arah.
Tanpa menunggu lama, Pak Bima melancarkan serangan kedua. Dia mencumbuku kembali sambil membawaku ke tempat tidur dan memangkuku. Setelah pelepasan tadi, hasratku belum bisa berhenti sehingga aku membalas ciumannya.
Pak Bima lalu memposisikan dirinya berdiri di belakangku dan aku berada di pinggir ranjang. Dia mengangkat naik bokongku dan aku menahan tubuhku dengan kedua tanganku.
Lalu dia memasukkan kembali miliknya dan masih terasa sakit meski ini kedua kalinya.
Aku mencengkeram kuat selimut menahan sakit saat dia melakukan gerakan maju mundur. Selang beberapa menit, dia melakukan pelepasan kembali.
Aku meringkuk lemas dengan airmata yang mengalir. Sedangkan Pak Bima merebahkan diri di sampingku.
"Jadikan ini kisah cinta satu malam kita, Ran. Besok kita kembali ke kehidupan semula."
Bagaimana aku bisa kembali ke kehidupan semula setelah kehormatanku terenggut?
Aku tak mampu mengucapkan itu. Kepalaku semakin berat dan aku tak sanggup lagi akhirnya aku terlelap.