2. Mengapa Tubuhku Terasa Panas?

1000 Words
Perusahaan tempatku bekerja berencana membeli lahan baru untuk memperluas perkebunan kelapa sawit. Siang ini, aku menyusun jadwal atasanku untuk melihat lahan baru tersebut. Karena letaknya agak jauh dari kota dan atasanku ingin segera membeli lahan tersebut maka kami harus menginap semalam. Kebetulan atasanku memiliki sebuah villa di sana. Atasanku bernama Pak Bima Bagaskara. Beliau adalah lelaki yang berperawakan tinggi dan tegap. Pak Bima memiliki mata dan bentuk wajah yang tegas, hidung yang mancung dan bentuk bibir yang menawan. Namun, dari gosip yang beredar Pak Bima sering pergi ke klub malam dan menginap di hotel bersama wanita malam meskipun beliau sudah menikah. Selama 6 bulan aku bekerja di sini, aku tidak merasa gelagat seperti gosip yang beredar. Menurutku, Pak Bima adalah sosok lelaki yang baik dan ramah terhadap bawahannya. "Siang Pak Bima, ini jadwal acara untuk besok. Saya sudah mengatur segalanya di sana. Besok saya dan Pak Nico akan ikut bersama anda." Pak Nico adalah manager dan merupakan teman dekat Pak Bima. Esok harinya, kami mengendarai mobil ke tempat tujuan. Pak Nico yang membawa mobil dan Pak Bima duduk di kursi sebelahnya. Mereka sibuk berbincang sepanjang perjalanan sedangkan aku sibuk dengan pekerjaanku. Ayah dan ibuku cukup cemas karena ini pertama kalinya aku pergi keluar kota meskipun sudah kukatakan untuk tidak khawatir. Aku memandangi kotak makan berbentuk kepala kelinci sambil tersenyum-senyum sendiri. Mas Ryan tadi pagi menyempatkan diri datang ke rumah membawakan sushi untukku. Dia khawatir aku melupakan makan. Dia juga berpesan untuk selalu memberi kabar. Sungguh perhatian keluarga dan calon suamiku. Setelah 3 jam perjalanan, kami sampai di tempat tujuan. Aku membuat janji temu di rumah pemilik perkebunan. Beliau bernama Bapak Hasan. "Selamat siang Pak Hasan, perkenalkan saya Maharani. Ini atasan saya, Pak Bima." "Selamat datang Pak Bima. Anda ini putra Pak Kuncoro Bagaskara. Senang bertemu dengan anda." "Benar, saya sekarang yang menangani bisnis Papa." "Pak Kuncoro sungguh hebat. Beliau merupakan pengusaha yang sukses dan sekarang ingin memperluas usahanya." "Terimakasih pujiannya. Bagaimana bila kita lihat-liat lahan milik bapak sekarang?" "Iya, tentu. Mari silahkan." Kami pun berkeliling selama kurang lebih 1jam. "Baik, saya setuju dengan harga yang Pak Hasan tawarkan. Kita bisa melakukan transaksi besok. Bapak bisa persiapkan surat-surat tanahnya dan kami akan datang lagi besok." "Tentu Pak Bima. Saya akan mempersiapkannya. Saya tunggu kedatangan anda besok." Kami pun beranjak pergi dan menuju villa milik Pak Bima. Disana, kami disambut oleh seorang wanita paruh baya. Beliau bernama bi Sumi. "Den Bima, saya sudah persiapkan kamar utama untuk aden istirahat. Makan siang juga sudah tersedia di meja makan. Apa aden mau makan sekarang?" "Nico dan kamu Rani. Kita makan siang dulu." Akupun berjalan mengikuti mereka tapi saat melihat bi Sumi menurunkan barang bawaan Pak Bima dan Pak Nico, aku bergegas membantunya. "Bi, biar saya bantu bawakan." Bi Sumi tampak menatapku sebentar dan aku merasakan perasaan yang sedikit aneh dengan tatapan beliau. "Tidak apa Neng hanya 2 tas kecil. Neng makan saja, ini biar bibi yang bawa." "Saya bawa 1, bibi bawa 1 biar kita tidak berebut, bi." "Neng sangat baik. Nama Neng siapa?" "Saya Maharani, bi. Kalo bibi?" "Saya bi Sumi. Saya yang mengurus villa milik Pak Kuncoro ini." "Bi Sumi sudah lama bekerja di sini?" "Bibi baru setahun menjaga villa ini." Selesai makan, kami menuju kamar masing-masing. Pak Bima menempati kamar utama di lantai bawah. Pak Nico menempati kamar tamu di dekat kamar Pak Bima sedangkan aku menempati kamar tamu di lantai atas. Keesokkan pagi, aku sudah bersiap di teras menunggu Pak Bima dan Pak Nico keluar. Lalu, handphone Pak Nico berbunyi dan sepertinya itu telepon dari istrinya. "Benarkah sayang? Aku akan segera kembali. Kamu pergilah ke rumah sakit bersama mama. Aku pasti menemani kamu selama persalinan." Pak Nico mengakhiri panggilannya dan langsung meminta izin dari Pak Bima. "Bim, Widya mau melahirkan. Aku sudah berjanji akan menemaninya bila dia akan melahirkan. Aku izin pulang sekarang." "Aku turut bahagia mendengarnya. Tentu kamu harus segera pulang dan berada di sisi istrimu. Ini adalah momen terindah bagi para suami untuk bisa menyemangati istrinya. Tidak seperti aku yang belum bisa merasakan momen itu. Selamat Nic, semoga persalinan istrimu lancar dan anakmu lahir dengan sehat." "Thankyou Bim. Gua yakin lu akan mengalami momen ini juga suatu hari nanti." "Bawa mobil gua. Gua ada mobil cadangan di garasi." "Selamat ya Pak Nico. Saya doakan semua berjalan lancar." "Thankyou Ran, Saya percaya kamu bisa handle semua pekerjaan di sini. Saya berangkat dulu." "Iya Pak Nico. Hati-hati di jalan." Pak Bima memanggil bi Sumi dan meminta mengambil kunci mobil yang berada di bagasi. "Bi Sumi, tolong ambilkan kunci mobil yang di bagasi. Saya akan menggunakan mobil itu." "Baik Den." Bi Sumi bergegas mengambil kunci mobil dan kami menuju garasi. "Ran, kamu sudah pastikan semua berkas-berkasnya. Tidak ada masalah dengan lahan yang akan kita beli kan?" "Iya Pak, semua sudah saya pastikan." "Baguslah kita bisa segera transaksi dan pulang nanti sore." Bi Sumi datang membawa kunci mobil lalu kami pergi menuju rumah Pak Hasan. Sesampainya di sana, kami berbincang dan membaca surat-surat perjanjian jual beli tanah. Setelah dipastikan semua setuju, dana di transfer, surat di tandatangani dan semua telah selesai dengan lancar. Kami di jamu untuk makan siang di rumah Pak Hasan sebelum kembali ke villa. "Terimakasih Pak, Bu atas makan siangnya. Makanan buatan rumah memang lebih nikmat." "Neng Rani terlalu memuji." "Terimakasih Pak Hasan atas jamuan makan siangnya. Senang sudah berbisnis dengan Bapak. Saya harus kembali ke villa untuk mengurus hal-hal yang lain." Aku dan Pak Bima hendak kembali ke villa. Namun, di perjalanan aku merasakan sesuatu yang aneh dengan tubuhku. Tubuhku terasa panas dan seperti tegang di area miss v. Jantungku berdebar-debar dengan kuat. Aku duduk dengan gelisah dan mengepalkan kedua tanganku untuk mengendalikan diriku sendiri. "Ada apa denganku? Mengapa tubuhku terasa panas dan aneh seperti ini?", tanyaku dalam hati. Pak Bima menyadari tingkahku dan merasa heran dengan posisi dudukku yang tidak bisa diam. "Kamu kenapa Ran? Kamu sakit?" "Saya tidak tahu Pak. Bisa Pak Bima berkendara dengan lebih cepat. Saya ingin segera istirahat." Pak Bima nampak khawatir dan tanpa bertanya lagi dia segera melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD