2. Cerita Lalu

2073 Words
Sudah lebih dari sepuluh menit Rich memejamkan mata. Kelopak matanya telah tertutup rapat, namun tetap ada sosok wanita yang masih bisa ia lihat. Feyra. Bayang wajahnya tergambar jelas di benak Rich. Mulai dari cara dia menatap, cara dia bicara, hingga cara dia tersenyum. Rich bahkan masih bisa ingat dengan jelas sentuhan jemari dingin yang sempat mendarat di pipinya. "Shitt!" umpat Rich seraya bangkit dari tempat tidur. Reaksi alergi pada tubuhnya sudah mulai mereda. Selepas Diamant Cruise Line berlayar dan melanjutkan perjalanan mengarungi Samudra Hindia, Rich memang memutuskan untuk kembali melanjutkan waktu istirahatnya. Sayangnya, bukannya tidur lelap, Rich justru terus terjaga. Setelah bangkit dari ranjang, Rich memutuskan masuk ke dalam kamar mandi. Selesai mengguyur tubuh, dia menuju mini kitchen untuk mengambil segelas minuman hangat. Duduk di sofa ditemani dengan pemandangan matahari tenggelam dari jendela yang dibiarkan terbuka terdengar sempurna. Sorot jingga memantul bagaikan kaca saat cahaya matahari mengenai lautan lepas. Sayangnya, semua tak seindah yang dibayangkan. Rich tetap saja dilingkupi rasa tidak nyaman saat lagi-lagi harus mengingat Feyra. Ada sesak yang belum terurai walau semua sudah berlalu sekian tahun lamanya. Ternyata benar, memaafkan bukan berarti melupakan. Waktu tak selamanya bisa menyembuhkan. Sayatan dalam hati masih terasa perih meski lukanya sudah dikubur dalam-dalam. Di tengah lamunan panjang, sebuah kenangan pahit kembali berputar-putar dalam ingatan Rich. Hari itu. Hari anniversary kebersamaan mereka yang ke tiga. Pun bertepatan dengan hari kelulusan Feyra. Minggu malam di tengah musim dingin, Rich membelah badai salju untuk bisa menemui Feyra di pinggiran kota Berlin. Rich berkendara seorang diri dari Hamburg dengan membawa buket mawar super besar. Feyra sangat suka dengan mawar putih. Rich yakin, wanita itu akan bahagia menerima hadiah atas hari jadi hubungan mereka. Di kursi belakang, Rich juga membawa serta boneka panda besar dengan sebuah toga di kepala dan stetoskop di lehernya. Pada lengan boneka sebelah kiri, Rich menyematkan sebuah jam tangan Cartier bernuansa rose gold yang dipesan secara custom. Menurutnya, ini adalah kado yang cocok untuk Feyra yang sudah menyandang status sarjana kedokteran. Satu lagi hadiah yang terpenting adalah sekotak cincin yang Rich simpan di saku celana kanan. Keduanya memang belum membicarakan komitmen dalam hubungan mereka, namun sebuah cincin dengan hiasan berlian berwarna hijau emerald sepertinya akan menandakan sebuah ikatan yang lebih erat. "Rich," panggil Feyra begitu mobil Rich terparkir di depan halaman rumah yang ia sewa. Wanita itu berdiri di depan pintu dengan sebuah mantel tebal dan penutup kepala. Dia melambai seraya menunjukkan salah satu sisi carport di hadapannya agar Rich memberhentikan mobilnya disana. Salju masih terus turun. Roda mobil Rich memang cukup kesulitan saat harus menggilas tebalnya salju yang menggunung di area halaman depan. Sambil membawa buket besar di tangan kanan, dan panda besar di tangan kiri, Rich akhirnya berhasil masuk ke dalam rumah Feyra. Tubuhnya yang tinggi besar seperti raksasa ternyata masih saja tenggelam di balik dua hadiah yang ia bawa. "Happy anniversary," ucap Rich seraya menyerahkan mawar putih. "And, happy graduation," lanjut dia lagi dengan diikuti dengan uluran tangan yang menyodorkan boneka panda. Feyra tampak berkaca. Ucapan terima kasih terlontar berkali-kali dari kedua bibirnya. Setelah menaruh kedua hadiah itu di salah satu sisi sofa, ia lantas bangkit dan meraih tubuh Rich untuk ia dekap erat. Hampir satu jam mereka bercengkrama. Saling melempar pembicaraan menyenangkan sambil ditemani segelas minuman hangat. Rich pikir, ini akan menjadi malam yang indah. Malam yang panjang di mana mereka bisa memulai kemesraan dengan sebuah ciuman dalam. Apalagi segelas anggur sudah dituang. Dia menduga ini adalah awal yang sempurna. Sialnya, anggur justru menjadi teman bagi Feyra untuk bisa mengajak Rich hanyut dalam pembicaraan yang mendalam. Dia memulai semua dengan mengutarakan sebuah kalimat yang hingga sekarang tak bisa Rich lupakan. "Rich, untuk sementara, kita kayaknya harus jalan masing-masing." Rich mengernyit dengan ekspresi tak paham. Sepengetahuannya, mereka tak pernah berselisih selama ini. Hubungan mereka baik-baik saja. Hingga hari ini, keduanya masih bisa tertawa bahagia. Bahkan tadi mereka sempat berpelukan seraya berciuman. Batin Rich terus bertanya-tanya perihal apa yang mendasari ucapan Feyra kali ini. Dia benar-benar tidak mendapatkan sebuah alasan yang jelas mengapa hubungan mereka harus berakhir di saat semuanya sedang baik-baik saja. "Let's take a break," tegas Feyra sekali lagi. "Alasannya?" tanya Rich. "Udah waktunya, Rich." "Itu bukan alasan, Fey," pungkas Rich. Dia lantas memicingkan kedua matanya. "Ada cowok lain?" "Nein," tegas Feyra yakin. "Kamu nggak bahagia sama aku?" tanya Rich lagi. "Aku bahagia." "Kamu udah nggak cinta?" "Masih. Bahkan sangat." "So, why? Permintaan kamu tadi nggak masuk akal. Jangan bercanda, Feyra. Ini nggak lucu," ucap Rich. Feyra lantas mulai membuka pengakuan tentang ketidaknyamanan dia melihat Rich bersama dengan terlalu banyak wanita. Di mata Feyra, lelaki yang menyandang status sebagai kekasihnya itu seolah tidak menghargai hubungan mereka. Rich terlalu sering terlihat bersama dengan wanita lain dibandingkan dengan dirinya. Kampus mereka memang berada di kota yang berbeda. Pun dengan tempat tinggal mereka. Bukan hal yang aneh jika Rich dan Feyra tak bisa bertemu setiap hari, tetapi bukankah itu tidak bisa menjadi alasan untuk Rich bisa bermain bersama wanita lain? "Masih soal itu? Mereka cuma temen biasa. Sama kayak kamu jalan sama temen-temen kamu," terang Rich. "Iya, tapi aku nggak having s*x sama mereka. Sedangkan kamu?" balas Feyra. "Oh Mein Gott. Itu cuma one night stand. Aku nggak ada perasaan apapun saat melakukan itu. Pure karena pengaruh alkohol. Aku -" "Justru itu," potong Feyra. Feyra mengaku lelah saat sesuatu masalah yang menurutnya besar, tapi Rich selalu menganggap hal itu adalah lumrah. Jujur saja, Feyra merasa diduakan. Sialnya, Rich tidak pernah paham. Feyra berucap bahwa sebagai orang Indonesia asli yang kebetulan menimba ilmu di Jerman, ia masih menjunjung tinggi adat ketimuran. Berbeda dengan Rich yang lelaki campuran Indonesia-Jerman di mana sejak lahir, dia sudah tumbuh besar di Hamburg dengan lingkungan yang kebarat-baratan. Selain berbeda kewarganegaraan, mereka juga berbeda budaya. Berbeda cara pandang. Pun berbeda kebiasaan. Sangat sulit diselaraskan. Rich akui, dia memang dekat dengan banyak wanita, tetapi dia berani bersumpah bahwa hatinya setia. Cintanya hanya untuk Feyra. Walau begitu, salah tetaplah salah. Pada akhirnya, Rich menerima dan membenarkan anggapan bahwa dia memang gagal menghargai hubungan keduanya. Rich bisa mengerti, seharusnya dia punya batasan soal berhubungan dengan wanita. Cincin yang Rich pikir akan membawanya pada sebuah situasi romantis ternyata berujung pada sebuah tanda perpisahan. Bukannya menyematkan pada jari manis, Rich hanya bisa menyuruh Feyra untuk membuangnya jika dia tidak berkenan memakai atau menyimpan. Selang sekitar tiga bulan, Rich kembali menemui Feyra. Dia berjanji akan memperbaiki diri, dia akan berubah, dan dia tidak akan mengulangi kesalahan yang telah lalu. Rich berniat mengajak Feyra untuk memulai semua dari awal. Sayangnya, Feyra mengaku bahwa dia telah dekat dengan lelaki lain. Belum resmi berpacaran, namun Feyra berucap bahwa dia lebih memilih lelaki itu. "Siapa?" tanya Rich. "Ben," jawab Feyra singkat. "Ketua PPI?" Perkumpulan Pelajar Indonesia yang berada di Jerman memang sebuah wadah yang tak hanya merajut pertemanan, namun juga banyak kisah asmara tumbuh disana. Komunitas itu juga menjadi tempat dimana Feyra dan Rich bertemu. Saat itu, Feyra yang menjabat sebagai wakil ketua mengundang Rich menjadi pembicara dalam sebuah seminar. Berawal dari sanalah mereka akhirnya sering berjumpa dan kemudian menjalin percintaan. "Iya, ketua PPI kita," jawab Feyra. "Why him?" "Sederhana aja, kita punya banyak kesamaan." Feyra dan Ben sama-sama orang Indonesia. Keduanya satu budaya dan tidak perlu risau dengan repotnya menghadapi culture shock. Selain itu, Ben juga sama-sama calon dokter. Kabarnya, Feyra menjalani studi profesi dokter bersama dengan Ben. Masa koas di sebuah rumah sakit di daerah Frankfurt juga Feyra lalui dengan lelaki itu. Selain itu, Feyra juga beralasan bahwa dia tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh. Rich yang sebentar lagi akan menjadi seorang pelaut tentu akan membuat mereka berjauhan dalam waktu yang lama. Feyra tidak bisa membayangkan bagaimana menjalani hubungan dengan intensitas pertemuan yang sangat jarang, dan dengan komunikasi yang cukup minim. "Are you happy with him?" tanya Rich. "Yes," jawab Feyra dengan senyum yang teramat sulit diartikan. "Aku harap kamu juga bahagia. Pilih aja salah satu wanita di sekitar kamu yang paling kamu suka. Kamu nggak bisa terus main-main kayak gitu, Rich." Rich terkekeh tak menjawab. Dia sudah memilih. Pilihannya adalah wanita yang kini berdiri tepat di hadapannya. Pilihannya adalah wanita yang sejak awal sudah memiliki hatinya. Pilihannya adalah wanita yang sayangnya kini telah memilih lelaki lain. Mereka akhirnya sama-sama saling menerima keputusan untuk berpisah dengan baik-baik. Rich berlapang d**a atas alasan Feyra yang tidak bisa menerima hubungan mereka yang sudah cacat, dan Rich juga sudah menerima keputusan Feyra untuk menjalani kehidupan baru dengan Ben. Setidaknya, Rich tahu bahwa Feyra bersama lelaki yang tepat. Sepanjang Rich mengenal Ben, dia memang terkenal baik dan hampir tanpa cela. Masih sambil berupaya melupakan rasa cintanya kepada Feyra, Rich lantas memutuskan untuk menyibukkan diri dengan mengambil pendidikan lanjutan. Dia masuk ke sebuah kampus pelayaran ternama di Rotterdam, Belanda. Baru saja Rich mencoba berdamai dengan kenyataan, dia sudah dirundung lagi dengan sebuah kesakitan. Tak lama setelah Rich menempuh studi master, dia mendengar sebuah kabar yang membuat hatinya luar biasa terluka. Feyra menikah dengan lelaki bernama Freddy Walter. Dia orang Jerman asli. Berbeda budaya. Berbeda kebangsaan. Berbeda kebiasaan. Dan satu hal lagi, dia adalah seorang pelaut, sama seperti Rich. "Why?!" teriak Rich seorang diri saat sebuah undangan pernikahan ia terima. Alasan Feyra memutuskan hubungan mereka dahulu seketika menjelma menjadi bualan. Setiap ucapannya seolah terdengar seperti omong kosong. Dia tidak ingin bersama Rich karena rentetan alasan itu, tapi dia bahkan menikah dengan lelaki yang ... SHITTT! Sejak saat itu, Rich tak lagi percaya bahwa cinta itu bisa menyatukan. Alih-alih membawa keduanya ke dalam sebuah 'rumah', rasa itu justru menciptakan luka yang terparah. Kini, bagi Rich, hidup akan jauh lebih mudah saat dia tidak perlu melibatkan perasaan dalam setiap hal. Dia bisa menjalin free relationship dengan banyak wanita dalam satu waktu. Dia bebas tidur dengan siapa pun yang dia mau. Tak perlu risau menjaga hati seseorang. Tak perlu repot menjaga kepercayaan. Toh, Rich memang sudah kehilangan kepercayaan. Memangnya siapa lagi yang bisa dipercaya? Seseorang yang paling Rich percaya saja sudah menghancurkan kepercayaannya. Soal hati, tak ada yang bisa Rich percaya selain dirinya sendiri. *** "What is this?" tanya Rich sambil menunjuk sebuah minuman yang di matanya terlihat asing. Rich kini tengah berada di sebuah ruang makan khusus yang biasa dihuni oleh kapten kapal beserta beberapa senior officer. Mike, seorang dokter berusia lima tahun di atasnya juga berada satu meja dengan Rich. Dia adalah dokter senior yang sudah lama bekerja untuk Diamant Cruise Line. "Minum aja. Itu campuran lemon, jahe, sama madu. Bagus buat meredakan alergi udang. Itu juga bisa mengurangi mual di perut," terang Mike. Rich menurut. Dia menyesap sedikit dan menyimpulkan bahwa rasanya memang tidak buruk. "Makanannya juga enak kan?" tanya Mike di sela Rich melakukan santap malam. "Jujur, iya. Lama nggak makan masakan dengan rempah Indonesia," jawab Rich. "Itu dimasak khusus." "Wow, thank you," jawab Rich. "Harusnya bilang makasih sama Dokter Feyra." "Dokter Feyra?" "Iya. Dia dokter yang tadi menangani alergi kamu," balas Mike. "Nggak kenal?" Rich pura-pura menggelengkan kepala sebagai jawaban tidak. Kapal pesiar ini mempekerjakan dua orang dokter dan empat orang perawat. Dua dokter itu tak lain adalah Mike dan Feyra. Mike lantas bercerita bahwa ia sempat menemukan sebuah rancangan menu makan lengkap dengan tabel nilai gizi. Feyra awalnya menolak saat Mike ingin memberikan menu ini kepada juru masak agar menyediakan khusus untuk Rich. Feyra beralasan bahwa mungkin Rich tidak akan suka, dan Mike tentu saja menyangkal. Dia yakin Rich akan suka. "Dan tebakanku benar, 'kan?" ucap Mike setelah memastikan piring dan gelas Rich sudah habis. Rich tersenyum saat mendengar hal itu, tetapi dalam hati ia merutuk. Ternyata, Feyra masih sama seperti dulu. Masih keras kepala. Dia tetap mengatur menu makan malamnya saat Rich bahkan sudah melarang sejak awal. "Aku belum lama kerja sama Dokter Feyra, tapi so far kerjaan dia bagus. Aku suka," komentar Mike lagi. "Dia istrinya Freddy Walter, 'kan?" celetuk seseorang yang berada di kursi sebelah. Mike mengangguk. "Kamu kenal?" "Iya, kita pernah satu kapal. Sayang banget kalo Dokter Feyra punya suami kayak dia," balasnya lagi. "Kenapa?" tanya Mike seraya tertawa. "Diam-diam dia bajingann?" "Yes! Sebelas dua belas sama kamu, Mike." "No. At least aku single. Aku nggak menikah, dan aku nggak mengkhianati siapapun. Jadi nggak ada aturan yang melarang aku buat jalan sama wanita tertentu," jawab Mike. "Bukan begitu, Kapten Rich? Kita sama-sama lelaki yang bebas." Rich mengangguk dan membalas Mike dengan sebuah gelak tawa yang sama. Tertawa memang satu-satunya hal yang bisa Rich lakukan. Jujur, dia bingung saat mereka membahas tentang Freddy Walter tadi. Menelaah bagaimana perasaannya saja Rich tidak bisa, apalagi harus menanggapi obrolan mereka? Sulit. Sangat sulit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD