10. Gadis Nomor 34

1635 Words
"Babe, kamu udah di pelabuhan Piraeus, 'kan?" Suara renyah seorang wanita terdengar dari ponsel yang baru saja Rich nyalakan. Sambil menata rambut di depan cermin, Rich memandang ke luar jendela captain cabin. Ya, kapal mereka sudah berlabuh di Yunani sejak sekitar tiga puluh menit yang lalu. "Aku udah berangkat dari Athena tadi pagi. Kita jadi ketemu?" Rich melihat ke arah jam tangan. "Boleh." "Di tempat biasa?" "Boleh." "Perfect. I'll wait." Sambil memegang ponsel yang masih menempel di telinga, Rich menemui Kai yang sedang berjaga di bridge. Lelaki itu sudah tersenyum dari kejauhan saat melihat Rich datang. Dia seperti sudah tahu apa yang akan Rich katakan. "Kai, aku harus turun." "I know. Ketemu si gadis kecil rambut pirang itu 'kan?" "Oh c'mon, dia udah 21 tahun. Aku nggak mungkin sama anak di bawah umur," kilah Rich. "Tapi dibandingin sama usiamu, dia termasuk masih kecil." "Tapi ... ," balas Rich menggantung ucapan seraya mengarahkan telapak tangan pada kedua sisi dadanya. "Dia udah gede kok." Kai sontak menyemburkan tawa. "Ok then. Selamat bersenang-senang sama ... siapa namanya?" "Jujur aku juga lupa siapa namanya," jawab Rich sambil menyeringai. Kai hanya menggelengkan kepala, sedangkan Rich memutuskan untuk segera turun menemui si gadis Yunani. Ya Tuhan. Rich benar-benar lupa namanya. Di daftar kontak, Rich hanya memberikan nama 'Baby 34 Yunani'. Saking banyaknya wanita yang Rich singgahi di seluruh penjuru dunia, dia sampai memberikan daftar angka lengkap dengan negaranya. Mulai dari Baby 1 Italia, Baby 2 Valencia, Baby 3 Belanda, dan seterusnya. Biasanya Rich akan sangat bersemangat. Dia akan memanfaatkan waktu yang hanya sedikit dengan sebuah kesenangan sesaat. Namun, kali ini berbeda. Rich merasa seperti ada yang menahannya. Apalagi sesaat sebelum turun dari kapal, Rich sempat melihat Feyra tengah tersenyum padanya. Damn! Rich merasa berdosa, merasa sangat jahat, dan juga merasa bersalah. Terbesit di kepala Rich untuk membatalkan pertemuannya kali ini. Pelabuhan Piraeus termasuk pelabuhan tersibuk di Eropa. Si gadis rambut pirang pasti akan percaya jika Rich berbohong tentang pekerjaan mendadak yang akan dia lakukan. Sepertinya akan lebih baik jika Rich tetap tinggal di atas kapal. Mungkin dia akan mengajak Feyra untuk naik ke kabin miliknya. Dari atas sana, mereka dapat melihat lalu lalang kapal di pelabuhan. Ada pula perbukitan kecil yang membentang tak jauh dari batas perairan. Pemandangan di sana tidaklah buruk. Sambil menunggu jadwal pelayaran selanjutnya, mereka bisa menikmati secangkir teh atau kopi. Boleh juga bercengkrama sambil membaca buku. Ini ide yang patut dipertimbangkan. Sialnya, baru saja Rich akan mengejar Feyra, ponselnya berdering menampakkan sebuah panggilan. Tak berselang lama, panggilan itu terputus dan gadis nomor tiga puluh empat itu lantas mengirimkannya pesan. Saat Rich buka, isinya adalah sebuah gambar. "Shitt!" umpat Rich pelan. Ketika melihat isi pesan itu, Rich dengan mudahnya menepis bayangan tentang Feyra. Mungkin nanti dia akan mencari Feyra, tapi untuk sejenak Rich ingin menemui gadis yang telah lama menunggunya. Sebentar saja. Rich: Wait. I'll come, babe. Now. Tanpa mau membuang waktu, Rich segera melangkah dengan terburu. Suhu tubuhnya merangkak naik. Adrenalinnya mendadak melonjak. Bagaimana tidak? Rubah kecilnya baru saja mengirim sebuah foto ia sedang berbaring dengan pose setengah telanjang. Bagian atas tubuhnya masih tertutup, namun dia membiarkan sebagian dadanya terbuka. Sengaja menggoda. Naluri binatang pada diri Rich mau tak mau harus muncul juga. Dia berniat akan mengubah ranjang mereka menjadi lebih panas. Waktu satu jam sudah sangat cukup untuk menyalurkan gejolak yang terpendam. "Rich," panggil si gadis saat Rich membuka pintu kamar. Ruangan dengan dinding batu berhias juntaian kain putih menjadi tempat di mana Rich memutuskan untuk menanggalkan seragamnya. Tak perlu meminum anggur terlebih dahulu, tak usah juga banyak bicara, Rich ingin segera memulai semuanya. Melihat tatapan mata Rich yang sudah berkabut, Gadis di depannya lantas berjalan mendekat. Tanpa malu, tanpa segan, tanpa canggung, ia ikut melucuti selembar kain tipis yang menutupi kulitnya yang putih. Seluruhnya. Tak ada sesuatu pun yang menempel pada tubuhnya kecuali sebuah kalung dengan liontin mutiara. "I miss you, Rich. Aku udah nunggu dari minggu lalu." Gadis itu terlebih dulu berinisiatif untuk menyentuh dan memeluk tubuh Rich. Persis seperti seorang jalang yang memang bertugas untuk melayani dan memuaskan. Sedangkan Rich? Dia suka-suka saja saat setiap jengkal tubuhnya diberi kenikmatan. "Sekarang aku udah sama kamu. Kamu tau, aku pasti bakal dateng," balas Rich yang sudah mulai mencecap leher jenjang di hadapannya. Suara desah seketika mengudara. Rich baru menanggalkan bajunya, dan bagian perut hingga kaki masih tertutup oleh celana. Namun, gadis penuh gelora itu sudah bergerilya di atas tubuh Rich. Dia menghirup dengan rakus aroma maskulin yang sudah lama ia rindukan. Sentuhan dan rabaan mulai mengubah udara yang hangat menjadi lebih panas. Mereka bergerak dengan terlalu terburu-buru seolah sadar bahwa mereka tak punya banyak waktu. Saat kedua bibir mereka mulai beradu, Rich tiba-tiba seperti merasakan sebuah sengatan di kepala. Dia seolah tertampar dengan kehadiran bayang wajah Feyra. Rich seperti diingatkan bahwa ada wanita yang seharusnya ia jaga kepercayaannya. Mereka memang belum memiliki hubungan apa-apa, tapi entah mengapa Rich tetap merasa berkhianat. Tanpa aba-aba, Rich memundurkan kepalanya. Otak Rich tiba-tiba kacau. Hatinya juga ikut berantakan. Api yang semula sudah berkobar, seketika padam. "Kok berhenti? Kiss me," pinta si gadis bermata cokelat muda itu. Rich lantas menurut. Dia melumat lagi bibir merah muda yang ikut bergerak agresif mengimbangi ciumannya. Gadis itu sudah hanyut dalam hasrat yang meluap. Sayangnya, Rich justru tidak bisa menikmati sama sekali. Hambar. Benaknya melakukan sebuah perbandingan cepat. Rich kemudian menarik kesimpulan bahwa Feyra jauh lebih baik dari gadis ini. Ciumannya lebih lembut, lebih hangat, lebih manis, dan lebih memabukkan. Feyra tak terlalu lihai saat beradu lidah, tapi gerakannya yang pelan sudah mampu meninggalkan kesan. Oh Mein Gott. Rich seketika yakin bahwa Feyra adalah yang terbaik. Dalam semua hal. Semuanya. Rich memang belum pernah melihat tubuhnya, belum bisa menyentuhnya, belum sempat mencicip bagaimana rasanya. Namun, Rich yakin seyakin-yakinnya bahwa Feyra tetap akan menjadi yang terbaik. Bahkan jika boleh berlebihan, Rich berani bertaruh pada dirinya sendiri. Feyra pasti tetap lebih baik dibandingkan dengan puluhan gadis berawalan nama baby yang berderet di kontrak ponselnya. Itu baru dinilai dari segi kegiatan di atas ranjang. Belum yang lainnya. Rich tahu, Tuhan mungkin akan murka saat Rich mengkhayalkan sebuah percintaan dengan wanita bersuami. Namun, biarlah. Hanya sekedar membayangkan. Bukan berarti dia akan benar-benar melakukan. Lagi pula, pikiran itu terbesit begitu saja. Rich juga tidak menyangka bagaimana bisa dia mengingat Feyra saat dia sedang berciuman dengan wanita yang bukan dia. Rich tak tahu apakah ini baik atau buruk. Namun yang jelas, saat mengingat Feyra, Rich mendadak kehilangan selera pada wanita lainnya. "Stop it," tutur Rich begitu merasakan sebuah sentuhan di balik celana. "Why?" Rich kembali merasakan sentuhan selanjutnya. Bibirnya lagi-lagi dicecap, pun Rich bisa merasakan lidah gadis itu menyusup masuk ke dalam rongga mulutnya. Rich sudah berusaha menikmati pelayanan ini. Sayangnya, hati, pikiran, juga seluruh anggota badannya menolak. Celananya bahkan sudah tak lagi sesak. Tak tersisa lagi keinginan untuk melanjutkan semua ini barang sedikit. "Aku nggak bisa. Sorry," putus Rich. Wanita muda tanpa busana itu lantas menatap Rich dengan sorot kecewa. Dia masih saja membujuk dan menggoda walau Rich sudah kembali mengenakan bajunya. Kedua tangan dan bibirnya terus bergerilya. Sayangnya, dia justru mendapat sebuah tepisan kasar dari Rich. "Why?!" tanya si gadis dengan nada suara tinggi. "Sorry," lirih Rich saat ia sadar bahwa ia telah menyakiti hati kelinci kecilnya. "Ada sesuatu?" "Iya. Ada banyak masalah di kapal, aku harus balik kerja," ucap Rich sambil meraih sebuah coat untuk menutupi tubuh polos si gadis. "Lalu?" "Aku udah bayar tagihan hotel lengkap dengan 2 pack makan malam. Kamu boleh ajak temen kamu kesini," ucap Rich seraya memperlihatkan layar ponsel di tangannya. "Aku juga udah transfer. Beli aja sesuatu yang bisa bikin kamu seneng. Aku nggak bisa nemenin kamu hari ini." Raut yang semula kecut seketika menerbitkan senyum tipis yang manis. Gadis itu lantas memeluk Rich singkat, lalu berucap bahwa dia bisa mengerti kesibukan Rich. "Kita ketemu lagi bulan Januari?" tanyanya saat Rich melangkah menuju pintu keluar. "Aku nggak bisa janji." "Kenapa? Kamu selalu dateng tiap 6 bulan. Ada cewek lain?" Rich tak menjawab. Dia hanya menoleh untuk mengunci pandang lalu memberikan sebuah senyum sebagai jawaban. Setelahnya, ia membuka pintu dan keluar dari sana. "Rich! Kamu pernah bilang kalo kamu cuma punya aku. Kamu lupa?" Langkah kaki Rich seketika berhenti. Oh God. Jujur saja, Rich memang lupa. Dia mengatakan hal itu hampir kepada semua wanita. Bodohnya, mereka menanggapinya dengan serius saat Rich hanya menjadikan kalimat itu sebagai bentuk rayuan. Namun, setidaknya Rich tidak sepenuhnya berbohong. Dia memang hanya memiliki dia di negara ini. Tapi ... ada wanita lain di negara yang lain. "Inget," jawab Rich. "Berarti kamu bakal dateng kesini lagi?" "Iya. Pasti aku kesini lagi," tegas Rich. Rich tersenyum simpul, sedang hatinya melanjutkan sebuah kalimat, Iya kesini. Ke Yunani. Tapi bukan untuk ketemu kamu lagi. "Ok then." Si gadis dengan bulu mata lentik itu terlalu mudah untuk ditenangkan. Dia percaya saja saat Rich akan datang. Mungkin dia tak pernah berpikir bahwa ini akan menjadi pertemuan mereka yang terakhir kali. Biar saja. Sedikit bermain dengan kata-kata akan sah sah saja. Jika tidak seperti ini, Rich pasti akan repot menghadapi sebuah umpatan, teriakan, atau bahkan amukan. Memangnya, wanita mana yang rela begitu saja ditinggalkan? Bagi Rich, saat ini dia hanya perlu bersikap baik agar bisa pergi dari tempat ini dengan mudah. Rich tak mau membuat masalah. "I have to go," ucap Rich sebelum dia angkat kaki. "Aku belom rela kamu pergi. Tapi karena urusan kerjaan, it's ok. Take care." Setelah berhasil melarikan diri dari kucing manja yang sempat Rich pelihara, Rich lantas bergegas kembali ke atas kapal. Sambil berjalan, dia mencari kontak si gadis nomor tiga puluh empat. Tanpa pertimbangan sedikit pun, Rich kemudian menekan pilihan block this contact. Matanya kemudian memindai sederet kontak lain. Rich mulai merutuki dirinya sendiri. Hell! Masih ada puluhan wanita yang harus ia hadapi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD