Senja Lara

Tiga

Atmojo pikir, putrinya tidak akan sekeras kepala ini.

Keterdiaman yang Senja ambil sebagai langkah, lagi, kabur setelah mendengar apa yang Atmojo ucapkan menjadi pilihannya.

Sebenarnya harus berapa kali Atmojo kecolongan seperti ini? Kenapa putri bungsunya yang ia gadang sebagai penerus dan ahli waris perusahaan justru memberinya karma yang bahkan tidak pernah Atmojo lakukan. Kesalahan apa yang dirinya lakukan di masa lalu? Tindakan mana yang dianggap salah oleh putrinya sehingga dirinya menanggung beban seberat ini?

Apa memanjakan anak itu salah?

Apa melindungi anak juga tindakan yang salah?

Apa Atmojo terlalu keras sehingga putrinya berbuat sedemikian jauh?

Apa?

Kenapa?

Dan kenapa?

Atmojo menghela napas. Kedua matanya terpejam. Tangan keriputnya terjulur meraih satu potret di mana Senja sedang tersenyum. Terlihat cantik dan tanpa tekanan.

Apa putrinya tertekan selama ini?

Tiba-tiba pertanyaan itu bercokol di kepalanya. Namun lagi-lagi, jawaban sehembus angin yang menjadi saksinya; bisu, tenang, dan diam.

Atmojo tidak mendapat jawaban apa pun selain seulas senyumnya. Ia merasa bahagia melihat potret putrinya.

"Bapak kangen, Nduk. Kangen banget," gumamnya lirih.

Air bening di sudut mata Atmojo mengalir. Dirinya benar-benar merasakan rindu yang menghimpit rongga dadanya.

Senja, putri bungsunya, harus berapa kali Atmojo yakinkan jika bocah itu yang selama ini ia lindungi. Harus berapa kali Atmojo upayakan untuk kebaikannya di masa depan? Tapi...

"Obatnya, Pak."

Atmojo mengerjap. Lelehan bening yang membuat kedua matanya buram kembali jatuh.

"Bapak belum makan?"

Atmojo mengangguk seusai mengelap air matanya. Pipinya basah dan ia merasa seperti bocah karena ketahuan menangis.

"Saya cengeng ya, Mbok?"

Yang di tanyai menunduk. Pasalnya, ini pemandangan pertama yang si Mbok lihat selama bekerja di Keluarga Atmojo.

"Ibu sudah makan, Mbok?"

"Dereng, Pak."

"Yo wes, obatnya taruh di meja makan saja Mbok. Tak nyuapin Ibu dulu."

Si Mbok menurut. Mempersilakan majikannya keluar lebih dulu lalu menyusul di belakangnya.