Chapter 2

1171 Words
Serangkaian acara telah dilakukan oleh Arya dan Sekar. Mereka sekarang telah menjadi sepasang suami dan istri yang sah secara hukum maupun agama. Sekar sangat cantik tadi ketika ia mengenakan kebaya dan riasan make up tipis yang terpoles indah di wajahnya. Resepsi yang diadakan di rumah Pak Jaya juga sudah selesai dilaksanakan. Wajah Arya tetap datar-datar saja hingga sekarang. Sekarang Arya dan Sekar sedang berada di kamar Sekar yang telah dihiasi tadi malam secara mendadak. "Ehm... M-Mas Arya mau mandi? Aku ambilkan handuk dan siapkan air ya?" Arya tidak menjawab sama sekali. Pria itu tetap fokus pada kegiatannya membuka jas dan sepatu. Sekar meneguk ludahnya pelan. Sekar sudah tau akan seperti ini nantinya, ia sudah menerima segala konsekuensi nya jika menikah dengan Arya, pria yang tidak pernah bertegur sapa dengannya. Pria yang selalu datar dan dingin. "Bentar ya, Mas." lanjutnya. Sekar baru saja mandi karena gerah di tubuhnya. Sekar berjalan keluar kamar meninggalkan Arya yang masih sibuk sendiri. Sekar akan menyiapkan air panas untuk suaminya. Ia tau pasti suaminya tak terbiasa dengan mandi air dingin di malam hari seperti ini. Selesai menyiapkan segalanya, Sekar beralih menyiapkan baju dan handuk untuk Arya yang saat ini sibuk dengan ponselnya. "Ehm... Mas, ini baju dan handuknya ya? Aku mau turun bantu Ibuk sebentar." Tak ada respon sama sekali. Sekar hanya mengangguk pelan dan keluar kamar. **** Suasana hening menyelimuti kamar pengantin baru. Arya dan Sekar saling tidur memunggungi. Arya masih tetap bisu. Mungkin Arya tak ingin membuang tenaganya sia-sia hanya untuk berbicara pada Sekar. Arya masih merasa kecewa dan dipermainkan oleh Clara karena meninggalkan nya di hari penting mereka. Waktu itu ketika Arya melamarnya untuk menjadi istrinya, Clara menerima dengan senang hati. Tak ada beban dan masalah yang terpancar dari raut wajahnya. Tapi akhir-akhir ini Clara seperti menghindari nya. Arya sadar, ia bahkan lebih menjaga jarak untuk memberikan Clara ruang sendiri. Mungkin dengan begitu Clara akan kembali menjadi Clara yang semula. Tapi ternyata salah, Clara malah meninggalkan nya. Arya membuang nafas berat. Ia berbalik terlentang. Ekor matanya menangkap punggung kecil Sekar. Tapi Arya tak menganggapnya ia kembali fokus pada tujuan awalnya yaitu menatap langit-langit dan merenung. "Sekar." akhirnya satu nama keluar dari mulut Arya setelah berlama diam. Arya tau jika Sekar belum tidur. "Iya, Mas?" Sekar berbalik badan menghadap Arya. Sekar ingin jadi istri yang bisa diandalkan oleh suaminya ini, meskipun tak ada rasa diantara mereka. Tapi Sekar harap rasa itu tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. "Kamu tau kan permintaan Bunda tadi ke kamu?" Sekar kembali mengingat-ingat pesan yang di sampaikan Ibu mertuanya tadi kepadanya. "Yang Bunda minta tinggal di rumah Ayah kan?" "Hm, besok setelah resepsi kita tinggalnya di rumah Bunda dan Ayah, untuk yang selanjutnya kita pikirkan nanti." "Iya, Mas. Aku ikut sama Mas saja," Arya menatap ke samping, menatap wajah Sekar sekejap sebelum memalingkan muka nya. Arya beranjak dari tempat tidur dengan membuang nafas pelan. Ia meraih dompet yang ia simpan di tas yang berisi bajunya. Arya kembali berjalan menghampiri ranjang dan mendudukkan dirinya disana. "Ini, simpan lah. Sekarang atm ini milikmu," Arya menatap Sekar yang sudah terduduk dengan wajah datar. "Gunakan dengan semestinya, sesuai keperluan yang kamu butuhkan." Sekar diam menatap atm dan buku tabungan itu. Lalu ia beralih menatap wajah suaminya. "Ambil." "Makasih, Mas." "Hm," Arya kembali meletakkan dompetnya di atas meja rias milik Sekar. Bagaimana juga, Arya akan tetap menjadi suami yang akan memenuhi kewajibannya. Meskipun masih ada rasa yang sangat membuatnya kesal ketika melihat wajah Sekar. Karena bagaimana pun Sekar adalah adik Clara, wanita yang ada di hatinya. Entah sekarang masih adakah rasa untuk wanita itu, Arya sendiri juga tak tau. **** Resepsi kedua yang diadakan di ballroom hotel telah selesai dilaksanakan. Bu Ajeng selalu tersenyum di sepanjang acara. Dia mengenalkan Sekar sebagai menantunya yang sangat cantik. Bu Ajeng sampai menyanjung Sekar di depan teman-teman arisannya. "Ayo, sini Sekar." Bu Ajeng dengan semangat menggeret lengan Sekar ke arah kamar yang ada di lantai dua. "Bun pelan-pelan, kasihan Sekarnya sudah capek, terus ditambah Bunda tarik-tarik gitu." ucap Pak Sony yang geleng-geleng melihat tingkah istrinya. Pak Sony menyenggol lengan putranya yang wajahnya sedari tadi tetap saja datar melihat interaksi antar Bu Ajeng dan Sekar. "Jangan lupa untuk buatkan Ayah dan Bunda mu ini cucu." Arya membuang nafas pelan, "Pelan-pelan, Yah. Jangan buru-buru, baru juga Arya dekat dengan nya." Arya langsung pergi dari sana meninggalkan Pak Sony yang tertawa. Disisi lain, Bu Ajeng telah berhasil membawa Sekar ke dalam kamar Arya. "Nah, sekarang ini kamar kamu juga, Dek. Kamar kamu dan Mas kamu. Bunda harap kamu dan Mas kamu bisa rukun, ya? Jaga terus rumah tangga kalian hingga kalian tua nanti. Bunda sangat bersyukur karena ada kamu yang dikirimkan Tuhan untuk Arya. Betah-betah ya tinggal disini. Nanti kalo ada unek-unek atau apapun bilang saja ke Bunda, atau nanti ada yang salah sama Bunda, Adek bilang saja ya?" Sekar hanya bisa mengangguk. Bu Ajeng begitu baik kepadanya. Sekar jadi tidak tahu harus berkata apa. "Eh, masuk dong, Ya." Bu Ajeng tersenyum saat mendapati di depan pintu ada putra nya. Bu Ajeng berbisik pelan di telinga Sekar. "Mas Arya mu ngapain berdiri kaya patung di depan pintu gitu? Yang sabar menghadapi Mas Arya ya, Dek. Dia memang kaku, tapi kalo sudah dekat, dia jadi hangat." "Bunda." tegur Arya. "Hehehe... Iya, iya, Bunda pamit dulu. Jaga menantu Bunda loh. Dan jangan lupa buatkan Ayah dan Bunda cucu yang banyak." Bu Ajeng pamit sambil terkikik. Arya tak menggubris omongan sang Bu Ajeng. Badannya sangat lelah dan ingin sekali cepat-cepat istirahat. "Saya duluan yang mandi ya?" Sekar pun sedikit tersentak karena dari tadi ia asik melamun. Entah apa yang dilamunkan Sekar itu. "I-Iya, Mas." **** Malam begitu terasa sangat sunyi hanya ada suara detikan jarum jam. Sekar belum juga tidur, begitu juga dengan Arya. Mereka masih sama-sama memikirkan kemana arah pernikahan mereka selanjutnya. Sekar yang selalu berharap agar dihidupnya hanya akan ada pernikahan satu kali. Lantas apa yang harus ia lakukan jika pernikahan ini saja dilandasi keterpaksaan? "Kamu belum tidur kan?" Sekar mengelus dadanya pelan. Gadis itu sedikit tersentak karena Arya tiba-tiba mengeluarkan suara. "Saya mau tanya dan tolong dijawab. Apa kamu berharap dari pernikahan ini, Sekar?" "Huft... Aku hanya bisa berdoa jika dalam hidup ku hanya akan ada pernikahan satu kali, Mas. Tapi jika pernikahan kita ini seperti ini, aku akan menerima aapun keputusan Mas Arya nantinya." ucap Sekar tenang. Mereka masih sama memunggungi. Tak ada yang berniat berbalik badan sama sekali. "Baiklah kalau begitu saya ingin pernikahan kita ini hanya sampai satu tahun. Dimana nantinya kita akan bercerai, karena mungkin.. setelah satu tahun itu Ayah sama Bunda tidak akan ada yang curiga dengan hubungan kita yang sebenarnya. Apa kamu setuju?" "Hm, iya, terserah kamu saja, Mas." walau terasa sangat perih, Sekar harus bisa menerimanya. Sekar merasa seperti barang sewaan yang setelah satu tahun akan dibuang tak dibutuhkan lagi. Air matanya menetes ke seprai bantal warna navy. Mati-matian Sekar menggigit bibirnya agar tidak ada suara isakan keluar. Ia tak mau terlihat lemah dihadapan Arya. **** jangan lupa komen yang banyak ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD