Chapter 3

1086 Words
Pagi harinya, Sekar sudah berada di dapur untuk membantu Bu Ajeng serta Bik Surti untuk membuat sarapan pagi. Pagi hari ini juga Bu Ajeng sengaja memasak sayur asam yang mana sayur asam itu adalah makanan kesukaan Arya. "Dek Sekar mau dimasakin apa? Hari ini Bunda sengaja masak sayur asam kesukaan Mas Arya." ucap Bu Ajeng.  "Sama ini aja Bunda. Ini masaknya juga udah macam-macam kok." sahut Sekar.  Bu Ajeng pun tiba-tiba saja tersenyum mengingat jika dia sudah memiliki menantu. "Nanti ke depannya yang sabar menghadapi Mas Arya, ya Dek?"  Entah sudah berapa kali Bu Ajeng mewanti-wanti Sekar. Mungkin Bu Ajeng paham akan sifat putranya yang dingin dan cuek, ditambah lagi pernikahan mereka tak dilandasi dengan cinta. Pasti Bu Ajeng berfikir jika Arya akan bersikap dingin dan semena-mena pada Sekar.  "Iya, Bun."  "Yaudah, lihat Mas Arya udah pulang belum." Tadi Arya setelah subuh memang pamit untuk lari pagi.  Sekar langsung bergegas pergi ke lantai dua dimana kamar Arya dan Sekar berada. Saat membuka pintu kamar Sekar disambut oleh aroma maskulin yang menyeruak ke dalam indera penciumannya. "Mas Arya?"  "Kenapa?" Sekar terkesiap saat mendapati Arya baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang ada menutupi pinggang serta asetnya. Wajah Sekar memerah tomat karena melihat tubuh Arya yang gagah serta seksi.  "Ba-baju nya u-udah siap?"  "Belum,"  Sekar pun buru-buru menuju lemari pakaian untuk menyiapkan kaos serta celana pendek untuk suaminya. Hal itu ia lakukan untuk mengalihkan perhatiannya dari tubuh gagah suaminya itu. Tak lupa juga Sekar menyiapkan dalaman sang suami.  "Ini, Mas. Nanti kalo sudah ke bawah sarapan ya? Aku mau mandi dulu." ucap Sekar sembari menyerahkan baju yang baru saja disiapkan olehnya.  Sekar langsung melenggang pergi memasuki kamar mandi. Disana Sekar berkali-kali menepuk pipinya yang saat ini masih memerah. "Badan Mas Arya sangat bagus, seksi, gagah, dan menggoda." gumamnya lirih.  'Ish apaan sih? Pikiran ku m***m banget sih!' gerutu Sekar dalam hati.  **** Selesai dengan kegiatannya, Sekar pun langsung turun ke bawah dan langsung membantu Bu Ajeng serta Bik Surti untuk menyiapkan meja makan. "Bunda mandi saja dulu, Sekar sudah mandi kok. Biar ini Sekar saja. Bik Surti juga bisa mandi kok."  "Nyonya Ajeng saja dulu, nanti kalo ini sudah selesai saya bisa mandi."  "Ya sudah, Bunda tinggal dulu ya, Dek Sekar. Bik Surti saya tinggal dulu."  Sekar dan Bik Surti pun sama-sama mengangguk.  "Bik, Mas Arya, Bunda, sama Ayah biasanya suka minum apa pagi-pagi gini?"  "Biasanya tuan sama nyonya suka minum teh hangat, kalau den Arya suka minum kopi s**u, Mbak Sekar."  Sekar manggut-manggut dan langsung mengambil tiga cangkir. Sekar juga langsung mengisi panci dengan air mentah dan merebusnya di atas kompor.  "Loh, Mbak. Ini termos nya habis toh? Kok Mbak Sekar malah rebus air?"  "Iya, Bik. Habis tinggal dikit banget. Yaudah saya langsung rebus air saja." "Yoalah-yoalah, kok ya lupa loh Bibik ini mau rebus air." Sekar terkekeh mendengar gerutuan kesal Bik Surti yang lupa merebus air hangat untuk diisi di termos.  "Eh, den Arya? Silakan duduk, Den. Nyonya Ajeng masih mandi."  Mendengar adanya Arya, Sekar pun menoleh ke belakang dimana di samping pilar putih besar dekat dapur itu sudah berdiri Arya dengan pakaian yang tadi dipilihkan oleh Sekar. Arya hanya menatap datar Sekar, tapi dengan cepat Sekar memutuskan pandangan keduanya. Sekar lebih kembali fokus kepada rebusan air di depannya.  Sedangkan Arya, dia sudah cukup lama berdiri disana. Arya yak menyangka jika istrinya itu akan menanyakan minuman kebiasaannya di pagi hari seperti ini. Serta Arya juga mendengar tawa indah dari bibir istrinya akibat ucapan Bik Surti.  Arya terus saja berdiam di meja makan, sedangkan jemarinya sibuk menari di atas layar ponsel.  "Ini Mas, kopinya. Kata Bik Surti Mas suka kopi susu." ucap Sekar sembari meletakkan secangkir kopi s**u dengan asap yang masih mengepul di atasnya. Kemudian diikuti dengan meletakkan cangkir teh hangat.  "Makasih," ujar Arya pelan sambil menarik mendekat cangkir yang dialasi lepek keramik.  "Selamat Pagi," sapa riang Bu Ajeng yang sedang bergelayut manja di lengan Pak Sony.  "Pagi," jawab Arya.  Sekar tersenyum melihat keharmonisan dan keromantisan mertuanya itu. Sekar selalu berharap jika ia akan memiliki  pernikahan nya nanti akan romantis seperti mereka berdua.  "Wah, Dek Sekar buatin kita teh hangat nih, Yah. Makasih ya, menantu cantik Bunda."  "Makasih, ya Dek Sekar." sahut Pak Sony.  Sekar hanya bisa mengangguk malu. Sekar sungguh bersyukur karena bisa dipertemukan dengan keluarga Pak Sony sekeluarga.  Sarapan mereka dimulai dan diselingi ucapan-ucapan Bu Ajeng yang seperti sedang dalam mood baik.  "Oh iya, Mas sama Adek, Ayah sama Bunda ada sedikit rezeki, dan kami sudah punya niatan untuk memesankan tiket pesawat serta paket honeymoon ke Maldives. Dan syukurlah kami sudah berhasil mengurus semuanya. Kalian bisa pergi nanti penerbangan malam." ucap Pak Sony.  "Iya, dan Bunda sama Ayah nggak buru-buru untuk timang cucu kok. Kami mau kalian saling dekat, ya kan secara pernikahan kalian karena keterpaksaan dan bukan cinta. Tapi Bunda sangat berharap jika pernikahan kalian ini langgeng sampai tua nanti. Ya, sebenarnya sih Bunda sama Ayah juga pengen banget sih punya cucu, hehe.. Soalnya teman-teman arisan Bunda udah punya cucu semua, sering diajak ke arisan juga. Tapi, itu semua kembali ke kalian, tergantung bagaimana proses dekat kalian, Bunda akan menunggu datangnya cucu Bunda sampai kapanpun." jelas Bu Ajeng.  "Maafkan kakak Sekar serta keluarga Sekar."  "Jangan pernah membahas wanita itu!" "Arya! Dia istrimu tak pantas membentaknya seperti itu. Kebahaagian dari suami adalah kebahagiaan istri begitu juga sebaliknya." kesal Pak Sony.  Sekar merasa sangat bersalah karena perdebatan kecil ini terjadi karenanya. "Sudah. Sudah. Habiskan sarapannya, dan Dek Sekar, pernikahan ini bukan salah kamu, jangan pernah meminta maaf atas segala kesalahan yang orang lain lakukan."  Sore harinya.  Arya adalah pria tulen yang juga akan tergoda dengan seorang wanita. Apalagi di depannya saat ini seorang gadis yang dua hari lalu sah menjadi istrinya setelah melewati proses ijab kabul. Gadis di depannya saat ini tengah melipat baju lalu dimasukkan kedalam koper yang akan mereka bawa ke Maldives untuk menghabiskan waktu bersama. Tidak ada yang salah dengan cara melipat bajunya, tapi kenapa tubuhnya yang membungkuk serta daster yang sedikit naik memperlihatkan paha mulusnya.  "Apa masih banyak?" suara Arya terdengar serak.  "Eh! Sedikit lagi kok."  "Ku peringatkan jangan pernah membungkuk saat mengenakan daster di depan seorang pria."  "Kenapa?" "Jangan banyak tanya, lakukan saja." Arya menatap Sekar dengan tatapan sayu. Tak mau berlama-lama, Arya pun bangkit dan keluar dari kamarnya itu. Arya pergi untuk menghindari pandangan yang dapat membuatnya menggelap.  Tidak Arya, kau harus menjauh darinya. Ingatlah pernikahan kalian hanya sementara. Jika sampai gadis itu hamil akan sangat sulit nanti. Batin Arya.  Sedangkan Sekar sendiri bingung karena Arya yang baru saja datang lalu pergi dengan meninggalkan kalimat tadi.  ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD