Arya dan Sekar baru saja mendarat, dan sekarang mereka sedang menunggu taksi yang akan membawa mereka ke hotel yang telah dipesan oleh Pak Sony. Arya melihat jika Sekar dari tadi hanya menunduk saja.
"Kenapa?" tanya Arya saat melihat Sekar tak kunjung mengangkat kepalanya. Wajah Sekar telihat begitu pucat matanya juga sayu ketika menatap Arya.
"Pusing..." ucap Sekar sangat lirih. Arya menghela nafas lalu mendudukkan tubuhnya di samping Sekar.
"Sini." Arya menepuk pundak nya.
"Hm?"
"Senderan sini. Katanya pusing." Sekar yang sudah sangat pusing akhirnya menurut saja. Gadis itu mengalami jetlag, mungkin ia juga kaget karena tak pernah naik pesawat sebelumnya.
Tangan Arya terulur untuk menyentuh dahi Sekar. "Kok panas? Badan kamu meriang?"
"Hmm..." Sekar mengangguk pelan di bahu Arya.
Arya diam tak menanggapi apapun gumaman Sekar. Pandangannya lurus menatap orang-orang yang berlalu lalang di depan sana.
"Permisi dengan Pak Arya?" Arya sedikit mendongak dan mendapati jika ada seorang laki-laki berpakaian hitam tengah tersenyum ramah. "Saya supir dari hotel, Pak. Saya juga asli Indonesia, nanti untuk kedepannya saya yang akan memandu Pak Arya serta Nyonya Sekar untuk berkeliling Maldives. Pak Sony sendiri yang menyewa saya dari hotel."
Arya berdecak pelan. Ada-ada saja Ayah ini, kenapa sampai sewa orang? Batin Arya.
"Ya sudah tolong bawakan koper milik saya dan istri saya, ya Pak?"
"Baik."
Arya menoleh ke bahu kirinya yang saat ini masih ada kepala Sekar. "Hei, bangun." Sekar melenguh pelan, kepala nya masih pusing sekarang ini.
"Ayo, kita harus ke hotel dulu." ucap Arya yang sudah berdiri dan mengambil tas selempang milik istrinya.
"Koper aku kemana Mas?"
"Udah di bawa Pak supir. Nih pake tas mu dulu."
Wajah Sekar sangat terlihat pucat, Arya juga tak tega melihat Sekar seperti itu. "Bisa jalan nggak?"
"Bisa," ucap Sekar yang sudah mulai berdiri dan berjalan pelan. Namun, baru beberapa langkah langkah Sekar terhenti. Dengan sigap Arya langsung memegang lengan nya.
"Kalo nggak bisa itu bilang. Jangan sok kuat." Arya mencondongkan badannya di depan Sekar. "Naik,"
"Aku bisa Mas. Pokoknya jalan pelan-pelan pasti bisa kok."
"Nggak usah bantah. Cepet naik. Jangan tambah nyusahin orang aja. Kita tuh disini buat liburan bukan buat rawat orang sakit."
Sekar tertegun mendengar ucapan Arya yang sangat menusuk baginya. Kenapa sangat sakit? Seharusnya aku tidak menyusahkan Mas Arya dengan sakit ini. Batin Sekar.
Mau tak mau Sekar pun naik ke punggung Arya yang lebar itu. Tangannya mengalung di leher Arya.
Setelah merasa siap akhirnya Arya berjalan menuju parkiran mencari supir yang disewa Pak Sony tadi. Mereka hanya saling diam saat berada di jalan menuju mobil. Entah mengapa jantung Sekar rasanya seperti berdetak kencang.
Sesampainya di samping mobil pak supir langsung membukakan pintu belakang bagian penumpang. Arya dengan perlahan menurunkan Sekar.
"Masuk." titah Arya dengan tangan yang menyangga di pintu mobil bagian atas guna untuk melindungi kepala Sekar agar tidak terjadi benturan.
Kemudian disusul dengan Arya yang masuk melalui pintu samping.
"Mau kemana dulu Pak sebelum ke hotel." tanya Pak supir yang menatap dari spion.
Arya menoleh ke arah Sekar yang hanya diam membisu. "Mau ke rumah sakit dulu nggak?"
Sekar menolah menatap suaminya. "Nggak usah, langsung ke hotel aja."
"Ke hotel Pak."
"Baik,"
"Nyender lagi sini kalo kepalanya masih pusing." Setelah lama keheningan melanda, akhirnya Arya lembali menawarkan bahunya untuk tempat senderan Sekar sementara. Namun, Sekar menggeleng pelan tatapannya tetap terfokus ke luar jendela.
Sekar mati-matian menahan air matanya yang mulai berkaca-kaca ketika mengingat perkataan Arya mengenai jika dirinya itu menyusahkan.
Mobil yang mereka tumpangi hanya diisi dengan keheningan hingga sampai di hotel tempat dimana Arya serta Sekar menginap.
Pak supir itu juga dengan sigap langsung turun membukakan pintu dan segera menurunkan koper. Sekar yang ingin mengambil kopernya dari tangan pak supir dicegah oleh Arya.
"Nggak usah, kamu jalan aja, biar saya sama bapaknya yang bawa ke dalam." Gadis itu cemberut lalu melangkah mengikuti Arya di belakangnya.
Pak supir yang ada di belakang Sekar bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana bisa pasangan suami istri yang sedang honeymoon bertingkah seperti ini? Hanya bicara seperlunya saja. Bukankah seharusnya mereka bermesraan sejak dalam mobil tadi?
Pak supir juga masih setia menanti Arya dan Sekar yang sibuk cek in kamar hotel.
"Bawa kuncinya." titah Arya menunjuk dengan dagunya ke arah meja.
"Dasar tukang suruh." gumam Sekar pelan.
"Saya bisa mendengarnya."
****
Rasa pusing di kepala Sekar belum juga reda. Dan sekarang adalah waktunya makan malam.
"Masih pusing?"
Sekar menerjabkan matanya kedua matanya dan mendapati Arya habis mandi dengan rambut yang masih basah. Sekar dengan kepala yang masih pusing berusaha untuk bangun. Sekar tak mau jika ia sampai menyusahkan suaminya itu lagi.
"Aku cuci muka dulu, ya Mas." ucap Sekar langsung turun dari ranjang.
Setelah cuci muka dan ganti baju, Sekar mendapati jika Arya sedang merapikan tempat tidur. Seprai yang tadinya berantakan karena ditiduri Sekar, sekarang jadi tertata rapi.
Sekar memilih celana kain motif garis agar mudah dipakai. Lalu untuk atasannya ia mengenakan kaos berwarna pink. Rambutnya ia kuncir kuda. Meskipun tak mandi, Sekar tak mau mempermalukan suaminya dengan muka kucel nya. Ya, meskipun pakaian nya itu hanya sederhana.
"Ngapain pake ganti baju?"
"Ya masa pake baju tadi sih Mas. Pake piyama gitu?"
Arya menatap datar Sekar.
Mereka pun lalu bergegas turun menuju resto yang ada di hotel. Tak diherankan jika paket honeymoon yang dipesan Pak Sony begitu mewah, saat ini di resto Arya dan juga Sekar bisa melihat pemandangan pantai saat malam hari.
"Wajah mu pucat. Kalo sakit seharusnya nggak maksa kesini, kita bisa makan malam di kamar." ucap Arya datar sembari menatap Sekar.
"Nggak apa-apa, udah terlanjur juga kan?"
Arya kembali terfokus pada ponsel nya, bahkan ia tak menghiraukan istrinya yang saat ini duduk di depannya.
Sedangkan Sekar, ia masih terus menatap suaminya itu. Dalam benaknya selalu bertanya-tanya. 'Bagaimana jika Kak Clara tau jika aku menikah denganmu, Mas Arya? Bagaimana reaksinya nanti? Oh iya, aku hampir saja lupa jika pernikahan kita ini hanya sampai satu tahun saja, kan?' Batin Sekar.
"Kenapa menatapku seperti itu?" ujar Arya yang masih tetap terfokus pada layar ponsel.
Mata Sekar refleks membola menyadari tingkah bodohnya yang dari tadi menatap Arya terus.
"Jangan sampai kamu jatuh hati ke saya, ingat jika pernikahan kita hanya sampai satu tahun saja."
"Iya, aku tau itu. Tak usah mengingatkan nya berkali-kali." gerutu Sekar.
"Ya, siapa tau saja kan? Kita tidak akan bisa menebak masa depan kita akan jadi seperti apa." Arya mengendikan bahunya acuh dan kembali terfokus pada ponselnya.
****