Chapter 5

1046 Words
Lagi, lagi, malam ini Sekar dan Arya tidur saling memunggungi. Hanya ada suara angin yang terdengar jelas dari balik jendela. Tak dapat diherankan suasana penginapan dekat pantai di Maladewa ini sebenarnya sangat mendukung untuk bulan madu dan segera memiliki bayi. suasana dingin seperti ini sangat didambakan oleh pasangan suami istri di tengah bulan madu?   Tapi tidak untuk Sekar dan Arya. Mereka lebih memilih untuk diri sendiri satu sama lain. Membangun benteng kokoh untuk melindungi hati mereka masing-masing. "Mas Arya..." Arya yang belum tidur langsung menghadapi Sekar. Ternyata setelah dilihat Sekar sedang mengigau, tapi anehnya Sekar mengelusi kedua lengannya.   "Dingin..." Benarkan apa tebakan Arya? Arya menghela nafas. Padahal di kamar ini sengaja tak dinyalakan pendingin ACnya. Jendela juga sudah ditutup tapi tidak dengan gorden. Arya memang sengaja melakukannya karena saat tidur ia ingin mengungkapkan indahnya malam. Arya turun dari ranjang tidur dan menuju lemari. Ia berharap ada sesuatu yang bisa membuat tubuh Sekar.  Ketika Arya membuka lemari itu, nihil, tak sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh Sekar. Apakah sekarang harus menelepon pelayanan kamar? Tapi, mengingat sekarang Sekar adalah istri Arya. Arya berhak atas segala yang dimiliki Sekar, begitupun tubuh Sekar. Apa yang harus Arya ambil haknya malam ini untuk membuat tubuh Sekar?   Arya berdecak sebal karena bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. 'Tidak ada cara lain.' gumam Arya dalam hati. Begitu Arya menutup pintu lemari kayu itu. Arya segera naik ke ranjang dan perlahan membawakan tubuh mungil yang kedinginan itu ke dalam dekapannya. Dekapan hangat yang mampu membuat bibir Sekar tak lagi mengigau.  "Apa rencana mu Ya Allah? Aku sungguh tak tau. Aku hanya bisa berdoa, memohon, serta mengeluh kepada-Mu. Aku tau sebelumnya aku menolak jika harus memperistri Sekar. Tapi, kapan pun saat seperti ini aku merasa sangat nyaman. Aku jika merasa merasa merasa nyaman hanya aku yang sanggup melindunginya. Ya Allah, jika sekar bukan takdir ku untuk kedepannya. Ku mohon berikan rasa diantara kami, jika pada akhirnya engkau tak menakdirkan kita untuk bersama." bisikkan Arya dengan sendu.  "Aku tau jika perceraian adalah hal yang paling tidak benci. Maka dari itu aku memohon pada-Mu. Untuk selalu melindungi keluargaku, hatiku, dan hati Sekar." sambung.   **** Terik matahari menyinari kedua insan yang tengah bergelung nyaman di atas kasur. Arya lupa jika tadi malam ia harus menutup jendela dan gorden dulu sebelum tidur.  Sekar perlahan mulai menyesuaikan cahaya matahari yang mengenai wajahnya.  Ia meresakan sesak dan berat untuk bergerak. Sekar yang baru saja bangun tidur otaknya menjadi kosong ketika di depan mata sesuatu yang sangat dekat. Apa ini? Batin Sekar.  Tak lama mata gadis itu melotot sempurna saat menyadari ini adalah d**a bidang suaminya. Jantungnya tiba-tiba Anda merasakan dua kali lebih cepat, rasanya sangat dan di perutnya serasa ada kupu-kupu yang berputar-putar. Harus apa aku sekarang? Kalo aku gerak, nanti Mas Arya ikut bangun. Nanti kalo dia bangun terus marah gimana? Batin Sekar yang terus bergelut dengan pikiran negatifnya. Tubuh itu pun memilih diam saja dengan kaku.  "Kenapa?" suara serak itu tiba-tiba terdengar masuk ke telinga Sekar dan malah membuat gadis itu melotot. Harus gimana nih? Tenang sekar, nanti kalo kamu berisi pasti Mas Arya bakalan marah-marah. Batin Sekar.  Akhirnya Sekar memilih pura-pura tidur demi menghindari omelan Arya.  "Ck! Bangun aja, saya tau kamu udah bangun dari tadi. Dan gerakan kamu sangat mengganggu tidur pagi saya," Duh, Sekar... Iyakan Mas Arya marah.  "Ma-maaf, Mas." pria itu kemudian tanpa berkata apapun meninggalkan Sekar dengan keinginan yang berubah sendu. Segitukah Mas Arya menghindariku?  Sekar berkali-kali meraup udara untuk mengjilangkan sesak yang terus berusaha merasuk di depan.  "Sekar?" Sekar gelagapan saat mendengar namanya dipanggil suaminya. Dengan cepat gadis itu bangkit dari tidurnya.  "Ya, Mas?" "Cepat ambil wudhu,"  "Iya," Dan pagi itu kali pertama untuk Sekar dan Arya melaksanakan ibadah bersama. Arya sebagai imam dan di belakangnya Sekar dengan wajah menjadi makmum.  Setelah selesai melaksanakan kewajibannya, Sekar pun memilih tempat tidur. Badan Sekar bahkan masih terasa meriang. Tapi untung saja pusingnya sudah sedikit berkurang.  "Hari ini kita ke pantai, kamu mandi dulu. Saya masih mau ke bawah." ucap Arya dan berlalu dari sana. Tak ada jawaban selain anggukan yang gadis itu berikan pada suaminya. Bergegas Sekar mengambil keperluannya ke dalam kamar mandi dan melakukan ritual pembersihan badan.  ****  "Sekar,  kamu tau kan ini cuma pernikahan sementara?" "Iya," ucap Sekar meski sedikit nyeri di dadanya menjawab pertanyaan itu.  "Apa ada hal yang kamu harapkan dari pernikahan ini? Jawab saja dengan jujur,"  Sekar dengan cepat menggeleng matanya tetap fokus ke depan memandang hamparan lautan yang sangat menyejukkan. Sekar hnya berharap jika sepulang dari pantai ini nanti badannya tidak tanbah panas.  "Jujur, saya minta kamu jujur." "A-aku jujur, Mas. Aku melakukan ini untuk kak Clara dan nama baik keluarga kita. Jika kak Clara pulang sebelum genap pernikahan kita 1 tahun. Aku siap kamu ceraik—" "SEKAR!"  Sekar terkaget bukan main, jantungnya berdegup kencang mendengar teriakan Arya. Gadis itu menggigit bibirnya pelan dengan mata yang terbuka lebar berharap agar tak ada air mata yang keluar.  "Saya katakan, saya nggak akan pernah sudi balikan sama wanita itu. Dia yang meninggalkan saya, dia yang meninggalkan pernikahan kami." "Ma-maaf," lirih Sekar.  Arya yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas lelah. Dia sudah menanamkan tidak akan pernah kembali lagi pada Clara sampai kapanpun.  "Kamu nggak ingin punya anak?"  Mata Sekar yang masih berembun itu langsung menatap Arya yang duduk di sampingnya. Gadis itu kemudian terkekeh kaku, "Semua wanita pasti juga menginginkan keturunan, Mas. Begitupun denganku, aku juga ingin menjadi wanita seutuhnya yang bisa melahirkan anakku sendiri." Tatapan Sekar kembali lurus menatap birunya lautan.  "Baiklah, saya akan menambah kontrak kita. Kita akan memiliki anak yang mana anak itu harus secepatnya lahir sebelum waktu satu tahun."  "Apa?!" "Kita kembali ke hotel sekarang." Arya berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan Sekar.  "Tunggu, Mas, tapi tadi—" ujar Sekar yang ikut bangun dari duduknya dan berjalan mengikuti Arya.  Kemudian beberapa langkah, lawannya berbalik dan tajam mengungkapkan netra Sekar, "Saya suami kamu selama satu tahun kedepan. Jadi saya mohon kamu harus nurut apa kata suami." Tangan Sekar terkepal erat, sangat senang mendengarnya. Ingin sekali ia menangis sekarang juga. Berteriak melampiaskan segala sesak yang ada di luar sana. Apa yang harus saya lakukan? Apakah cukup waktu satu tahun untuk melahirkan dan melahirkan? Apakah itu? Batin Sekar. melihat suaminya tak lagi disana, gadis itu langsung jongkok dan menangis terisak.  Aku mau pulang, Bapak, Ibu, Sekar nggak kuat. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD