Proyek baru

2459 Words
Ririn yang sudah kelelahan mencari sarapan pagi tadi, kini sudah malas keluar gedung. Dengan santainya dia kembali ke mejanya dan segera memesan makanan lewat online. “Bodo amat, dari pada capek, mending santai, kan dia ga bilang belinya gimana!” mulut Ririn komat-kamit tanpa ada suara. Lagi asik-asiknya melihat ponsel, tiba-tiba pesan masuk di aplikasi messegingnya. "TING" Matanya langsung membulat saat tertera nama Putra Setia di sana. Putra Setia “Sayang lagi ngapain?” “Maaf ya kalau mengganggu” “Ga usal dibalas sayang, aku tahu kamu sibuk” “Aku cuma mau menyapa, melepas kagen” Ririn senyum-senyum sendiri membaca pesan itu. Seperti biasanya, Ririn cuma membaca tanpa membalas pesan dari Putra Setia bila sedang bekerja. Putra Setia sendiri sudah memahami kebiasaan itu. Setelah selesai membaca pesan, Ririn kembali memeriksa semua berkas di mejanya yang diberikan oleh Lisa kemarin untuk dipelajarinya. Lisa yang sudah merasa kecewa dengan tingkah Ririn sejak tadi, begitu melihat Ririn senyum-senyum sendiri melihat ponsel, wajahnya langsung berubah masam. Lisa mendekati Ririn dengan senyum kepalsuan. "Hei berkasnya udah dipelajari?" Ririn mendongak mendengar pertanyaan Lisa. "Eh Mba Lisa, ini masih kuperiksa dan kupelajari." Ririn menunjukkan berkasnya. "Ehemm senyum-senyum sendiri dari tadi, jadian sama Pak Ariel ya?" Sambil mencolek bahu Ririn, pura-pura menggoda padahal hatinya geram. Ririn kaget langsung ketawa. "Haa, eh hahahaa, sembarangan, siapa yang jadian Mba, mana berani jadian sama Bos." Ririn masih senyum. "Terus, itu lihatin HP sambil senyam-senyum gitu?" Sambil melirik Hp Ririn. Ririn ikutan melirik HPnya. "Ooh itu tadi pesan dari pacarku, ya aku senyum lah, tapi bukan Pak Bos." Sambil meraih ponselnya. "Mau lihat?" Lisa tersenyum sambil menggeleng, "Ah ga deh ga usah, takutnya malah aku kesem-sem sama pacar kamu, yang ada kamu malah cemburu, kan berabe." Ririn tersenyum seraya mengernyit, “kesem-sem? Ga bakalan deh, orang gambar Profilnya anime, wajahnya ga kelihatan Mba!” Mereka tertawa, dan Lisa benar-benar senang karena ternyata Ririn bukan seperti yang digosipkan temannya barusan. "Eh tapi tahu ga? tadi pagi waktu di sana …," Lisa menunjuk dengan mukanya. "Pas kamu bawa sarapan untuk Pak Ariel itu, kita semua lihat lho, kamu kayak dipeluk gitu?" Lanjutnya. Ririn kembali melongo, mencoba mengingat kejadian tadi, saat ingatanya sudah terang, dia pun tersenyum. "Ooh yang tadi itu, ahhahaa, aduuh kan salah paham deh orang-orang, Pak Bos cuma membantu aku buka pintu kok, haha." Ririn tak kuasa menahan gelinya. Lisa ikutan senyum karena merasa lega. "Oh gitu ya, syukur deh, oke silahkan lanjut ya, aku balik dulu, daa!" Sambil berbalik badan menuju kursinya. Ririn pun mau tak mau kembali membuka aplikasi facelooknya, masuk ke messeging dan menatap photo profil Putra setia, berupa gambar cartoon anime favorite anak remaja pria. Senyum kembali mengembang di bibirnya, mana kala mengingat hubungannya yang terjalin dari facelook, dan tak menyurutkan rasa cintanya. Bahkan mereka bisa saling pengertian tanpa pernah ada yang saling curiga mencurigai, apalagi sampai marah dan kesal karena cemburu. Awal kisah mereka bermula ketika Ririn mengapload sebuah video cartoon movie di Facelook, sambil menuliskan harapannya. Tidak lupa ia menandai Alvina Rosa, salah satu teman facelooknya yang tinggal di kota “Kapan ya aku bisa nonton ini di bioskop?” Postingannya itu pun dibanjiri komentar oleh teman-temannya. Tentu saja temannya yang ditandai pun ikut pula berkomentar. Titin sweety “Sini yuk aku temenin!” Akbal si perayu “Emang tinggal dimana sih, masa ke bioskop aja ga bisa? Mau aku antar ga?” Alvina Rosa “Makanya sekali- sekali datang ke sini dong, biar bisa pergi ke bioskop bareng aku!” Barbie maniest “Iya maksih banget ya, tapi sayang tidak boleh kemana-mana sama Ayah!” Emot sedih tidak lupa disertakannya. Salah seorang teman Alvina Rosa melihat pula postingannya dan langsung tertarik karena merasa film favorit mereka sama. Putra Setia “@Alvina Rosa, itu siapa sih, kenalin dong cin” Alvina Rosa “@Putra setia itu teman aku, kasihan tinggalnya di kampung sih, udah gitu takut Bapak lagi, wkwkwkwk” Barbie maniest “@alvina Rosa, jangan buka kartu dong, kan malu” Alvina Rosa “Nah sekalian deh tuh kalian kenalan yah, aku pamit undur diri, wkwkwk” Putra Setia “@Barbie maniest, hai salam kenal, btw film favorite kita sama ya, aku juga suka sama cartoon movie lho” Barbie Maniest “Masa sih, mana ada cowok jaman now suka sama cartoon, ga mungkin deh paling cuma gombal akut” Putra setia “Yaaahh ga percaya banget, lihat PP ku tuh, gambar anime kan? Atau coba sini deh aku buktiin, kita ke bioskop bareng, mau?” Barbie Maniest “Idiih pura-pura ngajak, padahal udah tahu kalau aku ga dibolehin sama Ayah, tadi kan Alvina udah bilang” Putra Setia “Btw kok bisa sih, sampe dilarang Ayah?” Barbie maniest “Sorry ya, rahasia keluarga ga boleh diomongin, ga boleh diumbar di sosmed” Putra Setia “Lanjut inbox yuk!” Barbie Maniest “Iih ga ah, sorry aku ga mau!” Penolakan Barbie Maniest yang tidak lain adalah Ririn tidak berlaku sama sekali. Karena tidak berselang lama, sebuah inbox langsung masuk. Dari sanalah Barbie dan Putra setia saling kenal dan saling memahami, mereka bahkan sampai jadian. Alasan Ririn yang bahkan memakai nama samaran itu, tidak lain karena Ayahnya begitu ketat dalam mengawasi pergaulan Ririn apalagi terkait laki-laki. Ini semua karena Ririn adalah satu-satunya anak perempuan dari 3 bersaudara dan merupakan anak tertua. Sebenarnya aturan ketat itu berlaku saat Ririn masih remaja, akan tetapi karena sudah melekat rasa takutnya, sebab sang Ayah tidak pernah memberitahukan jangka waktu aturan itu berlaku, hingga akhirnya walaupun dia sudah dewasa masih juga terbawa-bawa dengan rasa takutnya itu. Facelook samarannya itu sebenarnya adalah facelooknya sejak dia masih kuliah. Ririn yang selalu diperiksa dan diawasi bahkan sampai hal-hal kecil sekalipun, terpaksa membuat akun facelook dengan nama lain, agar tidak terlacak oleh Ayahnya. Bahkan ia tidak pernah sekalipun memasang photo apa pun yang menampilkan wajahnya. Merasa sudah terbiasa, Ririn pun tetap memakai nama samarannya karena dia sudah merasa nyaman dengan facelook yang memakai gambar boneka Barbie, dan tidak seorang pun yang tahu bagaimana sebenarnya wajah asli Barbie Maniest. Senyum Ririn terus mengembang bilamana dia teringat lagi kenangan perkenalan mereka. Hingga aplikasi pemesanan makanannya menunjukkan bahwa kurirnya telah sampai di lantai bawah. Buru-buru dia ke bawah mengambil pesanannya. Setelah membayar makanan, Ririn pun segera kembali ke kantornya. Tanpa pikir panjang lagi, dia pun masuk ke dalam tanpa permisi terlebih dahulu. Kedatangan Ririn membuat Pak Ariel langsung mendongak karena kaget. Wajahnya langsung menyiratkan amarah. “Kamu tidak punya tata krama ya? Masuk ruangan tidak permisi sama sekali!” Kaki Ririn pun langsung berhenti dengan perasaan geram. “si*l banget sih, kenapa juga aku ga ngetok dulu, isshh si*al si*l s*aaaalll!” Teriaknya dalam hati Ariel semakin murka melihat Ririn yang diam tak bersuara, hanya raut wajahnya saja yang berubah-ubah, seakan sedang kesal. “Woii emang suka bengong ya kamu haa!” Ririn tersentak “oh ma-maaf Pak, aku lupa ngetuk pintu, habisnya buru-buru takut Bapak udah kelaperan soalnya!” Sambil membawa kotak makanan di tangannya ke hadapan si Bos. Sebuah kotak makanan dengan merek sebuah restoran ternama. Ariel langsung menatap sarapan yang sebelumnya dibawa oleh Ririn, “tapi maaf ya, aku sudah kenyang, soalnya menunggu kamu bawa makanan aja lama banget, dasar lemot!” Mata Ririn langsung membulat, tangannya terkepal kuat, pipinya menggembung menahan marah. “Mmm terus ini gimana Pak?” Sambil mengangkat kotak makanannya. “Ini mahal lho Paaakkkk, udah gitu ini pake duti akuuu!” pekiknya dalam hati. Ariel tidak lagi menatapnya, dia hanya asik membuka-buka sebuah map. “Terserah, mau kamu makan sendiri, atau mau dibuang itu urusan kamu, sebaiknya kamu keluar, sana!” Ririn benar-benar geram mendengar ucapan Bosnya itu. Dengan gigi mengerat kuat, Ririn memutar badannya dan dengan perasaan dongkol dia pun melangkah pelan menuju pintu. Lisa yang melihat Ririn keluar dengan wajah kesal, langsung mengerutkan kening. Ada senyum tertahan tersungging di bibirnya. Namun segera dihentikannya takut kalau sampai Ririn melihatnya. Dengan lesu Ririn meletakkan kotak makanan itu di atas mejanya. Baru saja dia duduk, telepon di atas mejanya bordering. Dengan malas Ririn mengangkatnya. “Ya halo!” “Kamu kasi tahu semua tim, sebentar lagi kita rapat!” “Baik Pak!” Ririn yang masih dongkol langsung memonyongkan bibirnya mengarah ke telepon lalu menutupnya. Bukannya segera menjalankan perintah, Ririn malah mengacungkan tinju ke telepon yang tidak bersalah. Bahkan mencebikkan bibir berkali-kali ke telepon. Lisa yang melihat aksinya tidak mampu menahan tawa lagi. Dengan gemas dia menegur Ririn. “Kasihan banget ya itu telepon, apa ya salahnya dia, hahaha!” Sontak semua karyawan langsung menoleh kea arah Ririn dan juga Lisa. Tapi karena Ririn sudah menghentikan tingkahnya, maka mereka pun tidak mengerti apa-apa. Akhirnya mereka tidak jadi berkomentar. Ririn segera berdiri di depan meja para karyawan. “Ekhem … emm maaf ... perhatian semuanya ….” Ririn berhenti sejenak melihat ke arah para karyawan, dia takut kalau-kalau tidak seorang pun yang mendengarkannya, mengingat dia adalah pegawai baru di kantor itu. Melihat Ririn berhenti berbicara, seorang karyawan menegurnya. “Ada apa Mba Ririn, kok berhenti?” Ririn langsung gelagapan dan tersenyum malu. “Oh i-iya, hehe … emm Pak Bos eh maksudku … Pak Ariel meminta kita untuk berkumpul di ruang rapat sebentar, soalnya ada yang mau dibahas bersama katanya!” Seluruh karyawan saling tatap lalu tanpa aba-aba lagi mereka berdiri dan segera bersiap menuju ke ruang rapat. Demikian juga dengan Lisa yang telah berdiri di sampingnya. “Ayo tunggu apa lagi? Tunggu dimaki Pak Ariel?” Ririn yang masih berdiri tanpa tahu apa yang harus dilakukan, segera mengikuti Lisa dari belakang. Dan begitu mereka sampai di dalam ruangan yang bersebelahan dengan ruangan Ariel, betapa kagetnya Ririn saat melihat kalau Ariel sudah duduk dengan santai di depan sana. Saat semua karyawan telah menempati kursi masing-masing, Ririn masih berdiri termangu menatap kemungkinan kursinya. Dengan cepat Lisa menggamitnya dan menunjukkan kursinya. Mata Ririn membulat saat melihat posisi kursinya berada tepat di samping Ariel. Dengan rasa malas dia pun melangkah ke sana. “Hadeeeh kenapa harus kaget Rin, kan kamu asistennya, terima saja udah!” Tegur Ririn dalam hatinya untuk menguatkan dirinya sendiri. Perlahan dia pun menarik kursi lalu duduk dengan tenang. Belum lagi perasaan Ririn tenang, Ariel sudah meletakkan sebuah map di depan Ririn. “Kamu bagikan ke mereka, setiap orang satu rangkap!” Ririn hanya mengangguk dan tidak bisa berucap lagi. Dengan sigap dia membuka map itu dan mengeluarkan isinya satu persatu lalu diedarkan ke semua orang di situ. Setelah acara edar mengedar berkas itu selesai, Ariel lalu menatap Ririn denngan penuh intimidasi. “Seharusnya itu tugas kamu, mulai dari pengadaan sampai pada penjelasan proyek, kamu yang lakukan, aku hanya akan menerima laporan dari kamu, mengerti!” “Iya Pak!” Ririn tersenyum kelu, menahan malu karena ditegur di depan semua orang. "Sudah lihat semua berkasnya?" Suara Ariel membahana di dalam ruangan itu Ariel tampak tenang dan berwibawa sambil memandangi semua pegawai dalam Divisinya. “Sudah Pak!” Jawab mereka serempak dan tampak sudah antusias menanti arahan Bos selanjutanya. Ariel melirik Ririn yang duduk di sebelahnya. Kemudian kembali menghadap ke depan. "Kita mendapatkan proyek baru, dan ini adalah tantangan besar buat perusahaan kita, proyek ini dalam masa lelang, bagi perusahaan yang mampu membuat design yang berkualitas dan menarik, maka perusahaan tersebut yang mendapatkan kontraknya." "Dan sebagai tim divisi perencanaan design, PM sangat mengharapkan agar kita bisa menghasilkan karya terbaik!" Ariel menghentikan pengumumannya. Tampak para pegawai saling pandang, mulai terdengar bisik-bisik diantara mereka. "Waaah bakal lembur nih alamatnya!" Seru salah seorang pegawai. "Berkas di tangan kalian berisi tentang data terkait proyek tersebut, silahkan dibaca dan diperhatikan dengan seksama, sampai disini ada pertanyaan?" Ariel menatap ke sekeling, terahir menatap Ririn. Lisa mengangkat tangannya. "Maaf Pak, aku ada pertanyaan!" Ariel menoleh " silahkan Lisa!" Mendapat kesempatan, Lisa tersipu malu. "Eemm rancangan yang bagaimana yang harus kita buat kali ini?" Mendengar pertanyaan yang tidak bermutu, Ariel yang sudah bersemangat jadi kendor. Seakan tubuhnya yang tadi menggembung langsung kempes. "Haah, silahkan cari inspirasi dari semua ide yang pernah kalian buat sebelumnya, usahakan ide itu belum pernah ada yang membuatnya." Ririn mencoba bertanya pula. "Maaf Pak, boleh aku bertanya juga?" Ariel langsung menoleh, dia berharap pertanyaannya kali ini berkelas. "Ya silahkan!" "Sebenarnya proyek apa yang akan kita rancang, soalnya Bapak belum bilang tadi, proyek apa? Dan dari data yang ada di sini hanya menjelaskan tentang letak, lokasi dan luas bangunan saja Pak!” Ariel tersadar dengan kelalaiannya. "Ah ya maaf aku lupa, proyek ini adalah, gedung perkantoran dan urusan administrasi, khusus bagi kalangan pebisnis dan pas di lingkungan sempit, tapi bangunannya elit nan megah." Serentak mereka berteriak "Whaaat!!" Ariel memicingkan matanya melihat mereka. Menyadari tatapan Bos, mereka langsung bungkam. "Jika rancangan kita terpilih, maka kalian semua dapat bonus 1 kali gaji pokok!" Mendengar janji manis sang Bos, semua mata berbinar gembira. "Yeeeyyy!" jerit beberapa pegawai cewek termasuk Lisa. Ariel menatap mereka dingin. "Bekerjasamalah dengan baik, jika ingin menjadi yang terbaik!" “Baik Pak!” Kembali suara serempak terdengar. Ariel langsung menoleh ke Ririn. “Dan kamu …” Ririn yang ditatap langsung tegang. “Besok temani aku meninjau lokasi!” Dari tegang langsung kaget mendengar dirinya harus berduaan dengan Bos yang tak berhati nurani itu. I-iya Pak!” Ariel kembali mengedar pandangannya. “Masih ada pertanyaan?” Suasana jadi hening sesaat, tidak seorang pun yang menjawab pertanyaan Ariel. “Baiklah kalau tidak ada pertanyaan lagi, rapat saya sudahi!” Ariel pun segera berdiri dan berjalan ke samping ruangan. Ririn yang penasaran terus melirik kepergiannya. Dan matanya langsung membulat saat melihat Ariel membuka pintu menuju ke ruangannya. “Haahh pantas saja dia datang duluan entah dari mana, ternyata ada pintu rahasian tooh!” Gumamnya pelan. Tanpa disadarinya Lisa telah ada di dekatnya dan langsung menepuk bahunya begitu keras. “Woii melamun ya?” "Aaddduuh!!" Jerit Ririn sambil mengelus bahunya. Dia menoleh dan melihat Lisa sudah cengengesan di sampingnya. "Ada apa sih Mba Lisa, bikin kaget aja, sakit tahu!" Ririn cemberut kesal. 'Eh menurut kamu, proyek itu masuk akal ga sih?" Ririn mendongak, "Ya masuk akal aja sih, jaman sekarang, jangankan di lahan sempit, bahkan di atas awan pun, para konglomerat juga berharap bisa membagun kantor." "Ah kira-kira model kek gimana ya yang cocok?" Lisa menerawang jauh entah kemana. Melihat Lisa menghayal, gantian Ririn yang menepuk bahunya. "Wooi!!" "Aaddduuh!!! balas dendam ya!" Lisa meringis menahan sakit. "Hahaha, lagian, mau bikin design tapi menghayal, sekalian aja tulis novel!" Ririn geleng-geleng kepala sambil tertawa. “Haaahhh, iya deh," Lisa menarik napas berat. "Eh apa kamu punya ide?" Lanjutnya. Ririn cuma angkat bahu menganggapi pertanyaan Lisa. Melihat hal itu Lisa memonyongkan bibirnya, dengan rasa kecewa dia keluar dari ruangan mengikuti Ririn yang telah melanggang pergi. Begitu sampai kursinya, Ririn kembali memeriksa ponselnya, kalau-kalau ada pesan lagi dari Putra Setia, tapi kemudian dia menutupnya lagi karena tidak ada satu pun pesan dari dia. Ririn kembali membaca dan mencoba mencermati data-data terkait proyek yang akan mereka tangani itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD