bc

Nada Dalam Rindu

book_age16+
764
FOLLOW
6.1K
READ
drama
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Ketika sistem kekebalan hati Rizkan menolak sesuatu yang dianggap berbahaya walaupun sebenarnya tidak, yaitu cinta. Dan ketika cinta berusaha untuk merobohkan dinding kukuh yang sengaja Rizkan bangun di hatinya.

Rizkan hampir menang melawan cinta baru yang ingin menempati singgasana di hatinya. Namun, ketika nada-nada kerinduan akan cinta dan kisah romansa yang menjanjikan kebahagiaan di ujung cerita terus mengalun di benaknya, apakah Rizkan akan tetap menjadi pemenangnya?

Entahlah, karena Rizkan tak pernah bisa menebak seperti apa takdir yang sudah digariskan Tuhan dalam hidupnya.

chap-preview
Free preview
01 :: Terjebak Bersama Kenangan
Helaan napas panjang keluar dari bibir Rizkan saat ia baru tiba di depan rumah sederhana yang menjadi kunjungannya hari ini. Rumah yang digunakan para penderita HIV untuk berkumpul setiap harinya atau paling tidak setiap minggunya. Rumah yang sudah didatanginya beberapa kali walau ia tak pernah masuk ke dalam sana. Matanya tak lepas dari orang-orang yang sedang melakukan kegiatan, baik di luar maupun di dalam rumah. Dan sejak tadi, sorot matanya tertuju pada seorang wanita yang kini sedang mengajak beberapa anak bermain. Kerinduan mendadak muncul di dalam dirinya, menimbulkan getaran aneh yang tak tertahankan. Memaksa dirinya untuk mengajak kakinya berjalan kepada wanita itu. Namun, ia enggan untuk melakukannya. Wanita itu telah berhasil menyedot perhatiannya. Wanita yang dua tahun lalu telah resmi berpisah dengannya. Wanita yang dua tahun lalu telah menggoreskan luka di hatinya. Luka yang sampai saat ini masih membekas. Meninggalkan sejuta kebencian yang sialnya berpadu dengan cinta yang tak bisa pergi dari hatinya. Rizkan percaya bahwa cinta dan benci bedanya sangatlah tipis. Karena itulah yang mengepung hatinya saat ini. Membuatnya terkadang frustasi akan dirinya sendiri. Dirinya yang tak konsisten karena tidak bisa memisahkan antara cinta dan benci. Ia benar-benar tak tahu lagi harus menyingkirkan cinta yang sampai saat ini masih setia bertempat di hatinya dengan cara seperti apa. Suara ketukan yang berasal dari jendela mobilnya membuat Rizkan tersentak. Ia lalu menoleh ke samping dan matanya seketika membesar saat melihat wanita itulah yang mengetuk jendela mobilnya sedari tadi. Wanita yang ia benci sekaligus ia cintai. Rizkan menguatkan hatinya agar tak terpancing emosi yang meledak-ledak dalam dirinya. Menimbulkan berbagai percikan rasa yang hadir melingkupi jiwanya. Ia lantas membuka pintu mobil dan beranjak keluar untuk bertatap langsung dengan wanita itu. Wanita yang tak pernah ia temui lagi sejak dua tahun terakhir. "Kenapa setiap kali datang ke sini, kamu nggak pernah keluar?" tanya wanita itu langsung, tanpa basa-basi terlebih dahulu. Rizkan menyandarkan tubuhnya pada badan mobil dengan kedua tangannya yang sudah masuk ke dalam saku celananya. "Bukan urusan kamu," jawabnya kemudian dengan wajah dan nada suaranya yang datar dan dingin. Wanita itu hanya tersenyum maklum. Tahu diri untuk tak melayangakan protesnya ketika Rizkan menyikapi setiap kalimatnya dengan nada dan raut yang seperti itu. Keduanya kemudian diam. Sibuk memikirkan berbagai macam hal yang berkelana di kepala mereka masing-masing. Rizkan menatap dedaunan kering yang diterpa angin yang jatuh beralaskan tanah lembap sehabis hujan. Berbeda dengan wanita itu yang kini memandang langit cerah yang sebelumnya gelap termakan awan mendung. Sekian menit keduanya hanya saling diam. Sampai akhirnya wanita itu membuka suaranya, mengawali obrolan baru yang mungkin bisa membawa mereka pada keadaan normal tanpa kecanggungan dan ketegangan. "Kamu apa kabar?" Rizkan mengalihkan pandang ke arah wanita itu, masih tetap memasang wajah datarnya. "Semuanya sudah berbeda, Laura," Rizkan bersuara setelah sempat diam selama beberapa detik. Menyuarakan hal yang tak sesuai dengan pertanyaan yang sebelumnya terlontar dari mulut wanita yang bernama Laura tersebut. Laura tersenyum masam, mengerti kata berbeda yang dimaksud oleh Rizkan. Sesaat, ia sempat kehilangan kendali dirinya karena kenangan di masa lalu mulai membayangi dirinya. Memaksanya untuk mengingat berjuta-juta kebodohan yang berakhir dengan dosa yang terus dilakukan olehnya. Kebodohan yang membawa dirinya pada sebuah karma yang tak tanggung-tanggung. "Satu atau dua tahun yang lalu, mungkin aku nggak akan berani bertatap muka langsung dengan kamu seperti ini. Aku terus bersembunyi dari kamu, membawa serta rasa takut yang menghantuiku. Bukan takut kalau aku akan segera mati, tetapi takut melihat wajah kecewa kamu," Laura berucap, nada suaranya terdengar sedikit bergetar. Berusaha untuk mempertahankan dirinya agar tak goyah. Rizkan menghela napas panjang, membuang jauh rasa sesak yang mengikat kuat hatinya. Yang berhasil memenjarakan dirinya dalam bayangan kenangan di masa lalu yang sangat ingin dilupakannya. Tepatnya kenangan indah dan buruk yang dilaluinya bersama Laura. "Yang paling pengen aku bilang ke kamu setelah aku berani bertatap muka seperti ini dengan kamu hanyalah kata maaf. Kata maaf yang nggak pernah aku bilang secara langsung ke kamu," Laura berhenti sejenak, memberi jeda pada kalimatnya. "Maaf untuk semua pengkhianatan yang udah aku buat selama kita pacaran. Maaf karena telah mengecewakan kamu." Rizkan hanya menganggukkan kepalanya, tak tahu harus berkata apa. Ia ingin melontarkan segala kebencian dan kemarahannya kepada Laura, tetapi entah kenapa ia tak bisa melakukannya. Bibirnya terasa kelu hanya untuk berucap aku membencimu. Ia sadar bahwa kalimat benci itu tak bisa keluar karena masih ada cinta di dalam hatinya. "Dan sekarang, aku berharap suatu saat nanti, kamu akan mendapatkan seseorang yang tulus mencintaimu dan setia hanya kepadamu saja. Aku pengen ngeliat kamu bahagia, Riz," Laura kembali berucap setelah ia yakin bahwa Rizkan tak akan mengeluarkan suaranya. "Dan aku berharap semoga setelah ini kita nggak akan pernah ketemu lagi," sambung Rizkan, mempertahankan ekspresi datar dan nada dingin dalam suaranya. Laura tersenyum masam seraya menganggukkan kepalanya, setuju dengan harapan yang keluar dari mulut Rizkan walau hatinya meraung menangis di dalam sana. Ia lalu mendengus di dalam hati. Merasa bodoh karena sakit hati atas perkataan Rizkan barusan. Karena seharusnya ia sadar bahwa Rizkan bersikap seperti itu karena dirinya. Dirinya yang telah mengkhianati pria itu. Mengkhianati dengan cara yang paling menyakitkan. "Aku rasa pembicaraan kita sudah selesai. Aku pergi dulu," pamit Rizkan yang langsung masuk ke dalam mobilnya tanpa menunggu jawaban Laura sama sekali. Dan lagi, Laura hanya menampilkan senyum masamnya lantas menyeka sudut matanya yang entah sejak kapan sudah berair sambil menunggu Rizkan menjauh darinya. Menjauh dalam artian yang sebenarnya. Sementara Rizkan, pria itu berulang kali memberi sugesti pada dirinya sendiri untuk tak kembali mengingat masa lalunya. Ia muak terus-terusan terjebak bersama kenangan sialan itu. Bertemu dengan Laura benar-benar tidak baik untuk hatinya. Seharusnya sejak awal ia konstan untuk terus menghindari wanita itu. Bertemu dengan Laura membuat dirinya hampir goyah karena ia tahu bahwa cintanya masihlah untuk wanita itu. Ia pikir, setelah Laura menyakiti hatinya, mencabik-cabik rasa yang tersimpan di sana sejak bertahun-tahun lamanya, ia tidak akan sudi untuk mencintai wanita itu lagi. Namun, yang ia rasakan saat ini malah kebalikannya walaupun ia juga membenci Laura. Ia tak mengerti apa yang salah dengannya. Terutama dengan hatinya yang menyimpan cinta dan benci dalam waktu yang bersamaan. Dan kini, perkataan Laura yang mengharapkan dirinya mendapatkan seseorang yang mencintainya, setia hanya dengannya, kembali terngiang di benaknya. Ia lalu tersenyum kecut. Ia bahkan tak pernah berpikir untuk mencari orang baru setelah tahu seperti apa sakitnya dikhianati. Bayangkan saja, ia sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih bersama Laura selama tujuh tahun. Namun, wanita itu malah selingkuh dengan sepupunya hampir tujuh tahun lamanya, selama hubungan yang mereka jalin. Dan ia benar-benar tak bisa mentolerir hal itu. Baginya, pengkhianatan adalah hal yang tak patut untuk dimaafkan. Hal itu lantas membuatnya menutup hatinya dari perempuan lainnya. Bukan karena cintanya kepada Laura yang menutup rapat pintu masuk menuju hatinya, tetapi karena dirinya sendiri yang memang belum siap untuk menjalin hubungan yang baru. Karena ia masih belum sanggup menanggung resiko yang akan didapatnya ketika ia kembali jatuh cinta, yaitu resiko untuk menerima rasa sakit.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Living with sexy CEO

read
277.9K
bc

Sweetest Diandra

read
70.6K
bc

Marriage Agreement

read
590.8K
bc

Everything

read
278.4K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook