Chapter 2 - The Boss

1250 Words
Ressam mengekori Dave yang melangkah tegap, penuh wibawa. Hari ini, mereka akan mengunjungi salah satu perusahaan Peter yang berada di London. Tidak ada masalah yang begitu penting. Dave hanya ingin, mengecek kondisi perusahaan yang bergerak dalam bidang properti itu. Meninggalkannya selama beberapa pekan, membuat Dave merindukan kursi kebesarannya. Pintu di depannya terbuka. Terpampanglah pemandangan yang tentu menyejukkan mata. Para karyawannya, berbaris rapi dan membungkuk hormat. Kantornya juga terlihat sangat bersih dan rapi. Asri di pandang. Senyuman tipis Dave mengembang. Tidak salah, staf bagian karyawan, memilihkan tukang bersih-bersih untuk kantornya yang sudah dia anggap rumah. Kinerjanya, sangat memuaskan. Demi apa pun, dia cinta kebersihan. Dave melanjutkan langkahnya dengan pandangan lurus ke depan. Dia bukan pimpinan, yang akan berbasa-basi jika tidak ada kepentingan. Biarlah, anak buahnya menganggap dia atasan yang dingin, cuek, sombong, atau julukan lainnya. Yang terpenting dan perlu di garis bawahi dalam kamus hidupnya adalah, Dave benci kebohongan, dan siapa pun yang berani mengganggu kedamaiannya. "Tuan, apa ada sesuatu yang Anda butuh kan?" tanya Ressam dengan hormat, begitu mereka sampai di ruangan Dave yang luas. Dave melonggarkan ikatan dasinya yang terasa menyumbat tenggorokannya. Sejenak, dia meminum air putih di atas meja kerjanya hingga tandas. "Tidak ada. Aku ingin mandi. Tolong, kau periksa bagian keuangan. Nanti, bawakan laporan bulanannya ke ruanganku," jawab Dave sambil melepaskan jas hitamnya, hingga tersisa kemeja putih yang mencetak pas, porsi tubuhnya yang ideal. Ressam pamit dari sana. Tinggal Dave yang mengamati ruangannya yang tampak berbeda dari sebelum-sebelumnya. Lebih terasa hidup, bersih dan nyaman. Entah, tukang bersih-bersih model apa, yang membuat ruangannya sampai se bersih itu? Yang pasti, Dave suka dengan kinerjanya. Dave melepaskan kemeja putihnya hingga ber sisakan celana kainnya yang mahal. Tubuhnya terasa lengket. Berada dalam pesawat selama beberapa jam, membuatnya lelah, jengah juga bosan. Itulah sebabnya, kenapa Dave memilih langsung ke perusahaan di bandingkan mansion kakek Maxime yang megah. Setelah mengamati ruangannya sekali lagi, Dave pun melangkah ke arah kamar mandi. Tangannya terulur menyentuh knop pintu yang berwarna perak dengan pola abstrak itu. Dan Begitu knop pintu itu dia putar, Dave tentu saja sedikit tersentak begitu melihat seorang perempuan sedang berada di dalam kamar mandinya. "Siapa kau?!" bentak Dave membuat perempuan muda itu memutar tubuhnya dan berteriak histeris. "Ya Tuhannnn .... " *** Valentine yang sedang membersihkan kaca, sedikit tersentak begitu seseorang menepuk pundaknya. "Iya. Ada apa?" tanya Valentine, begitu melihat salah satu OG sepertinya yang memanggilnya. "Kau di suruh membersihkan kamar mandi Tuan muda. Katanya, harus di percepat. Karena Tuan muda, sudah berada dalam perjalanan menuju kemari." Perkataan wanita se perjuangan dengannya itu, membuat Valentine mengangguk dan segera pergi dari sana. Kepuasan untuk Tuan muda, adalah satu-satunya objek yang menjadi pusat perhatian di sini. Karena jika salah satu kinerja karyawan tidak memuaskan, maka tuan muda yang katanya sombong itu, akan memecat seluruh karyawan yang berada dalam satu bidang. Aneh bukan? Jahat bukan? Menyebalkan juga bukan? Ya. Semuanya benar. Dan apa yang bisa dilakukan oleh Orang-orang seperti Valentine, yang menumpang makan pada sang majikan. Mereka harus menutup mata, telinga, juga menutup hati. Tak selamanya, bekerja menggantung hidup pada orang kaya itu, akan semuanya baik dan juga menghormati. Ada kisah dari beberapa orang di luaran sana, yang mendapatkan ke tidak adilan hanya karena orang miskin tak berada. Kehidupan di dunia memang semakin miris, dan darurat sikap saling menghormati. Valentine masuk ke dalam ruangan luas yang di d******i oleh warna putih dan hitam. Kata mereka, ini adalah ruangan Tuan Muda dan tak sembarang orang bisa memasukinya. Tak banyak perabotan di dalamnya. Hanya ada meja kerja plus kursinya, sofa panjang dan sebuah lemari besar yang terpajang buku-buku di dalamnya. Manik mata Valentine menjelajah. Hingga pajangan berupa foto besar yang berisikan keharmonisan sebuah keluarga besar, membuat sudut bibir Valentine merekah. Keluarga Tuan besarnya sangat bahagia. Mereka lengkap dan sangat terlihat jika mereka saling menyayangi satu sama lain. Hanya saja, foto seorang pria dewasa yang berada di antara 6 pria dewasa lainnya, membuat hati Valentine bergetar. Pria itu, membangunkan sesuatu dalam dirinya. Sebuah perasaan sedih dan juga terluka. Entah kenapa, saat melihat pria itu, seketika Valentine merindukan sosok sang ayah yang sudah tiada. "Ayah ... " Valentine mengusap air mata yang tiba-tiba jatuh di sudut matanya. Jika ada yang bertanya, apakah dia merindukan sosok sang ayah? Maka jawabannya adalah, tentu saja. Tidak ada satu orang pun di dunia ini, yang akan tegar saat berpisah dari ayah tercinta dan tak bisa bertemu lagi. Tapi, dia tidak boleh menangis sekarang. Saat ini, adalah waktunya bekerja keras agar bisa mengumpulkan banyak uang dan dia bisa melanjutkan cita-citanya untuk menjadi mahasiswa. Seperti kakaknya, Irriana yang saat ini sudah merasakan bagaimana rasanya bangku kuliah bahkan menyandang gelar wisuda. Valentine, mulai melakukan tugasnya. Dia membersihkan setiap sudut ruangan itu, dengan sangat bersih. Tidak ada yang terlewat sedikit pun karena dia tidak mau pekerjaannya juga pekerjaan teman-temannya terancam. Vale pun beranjak menuju kamar mandi. Kamar mandi, menjadi salah satu tempat yang harus paling bersih. Dipastikan, jika kamar mandi akan menjadi tempat pertama yang digunakan oleh sang tuan muda. Dan tebakannya benar. Sekarang. Di depan matanya. Berdiri seorang pria cool yang sialnya membuatnya jantungan karena kaget sekaligus--terpesona. Valentine mendadak bisu. Lidahnya kelu. Tolong, siapa pun yang melihat ekspresi Valentine saat ini, pasti gemas dan ingin menertawakannya. Please, oh My God. Valentine itu orangnya pemalu dan sering gagal fokus jika melihat yang Panas terpampang gratis di depan matanya seperti sekarang ini. "Apa yang kau lihat?" Perkataan sinis pria itu, membuat Valentine kembali ke alam sadarnya. Demi apa kegilaannya harus kambuh di saat seperti ini? Valentine menundukkan wajahnya dan menjawab lirih, "Maafkan atas ke tidak sopanan saya, Tuan." “Bagus! Kau sadar diri!” ucap Dave dengan seringaian tipis di bibirnya. Sialnya, wajah polos dan ketakutan gadis di depannya, membuatnya ingin tertawa. Setidaknya, melihat tipe gadis penakut seperti di depannya kini lebih menyenangkan dari pada sikap w************n yang membuatnya muak. Valentine meremas ujung bajunya. Demi apa pun, pria itu kini berubah menakutkan untuknya. Tatapan matanya? Bagaimana bisa seorang pria memiliki tatapan mata yang menakutkan seperti itu? “Sekali lagi, maafkan saya, Tuan,” ucap Vale penuh rasa hormat dengan bibir bergetar kecil, “saya permisi," lanjutnya memecah kesunyian yang tercipta. Tanpa menunggu jawaban, Vale mengayunkan langkahnya demi bisa keluar dari sana. Tapi, langkahnya malah terhenti seketika, begitu tuan mudanya itu menilang pintu dengan sebelah tangganya yang berotot keras. "Siapa yang mengizinkan kau pergi?" ucap Dave dingin. Dia ingin melihat, seberapa menakutkannya dirinya di mata gadis yang menjadi OG di kantornya itu. Sial! Kenapa ketakutan gadis ini sangat menarik? Valentine bungkam. Dia tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan atasannya itu. Pasalnya, dia tidak tau, jika ingin pergi pun harus meminta izin dulu. "Bukankah tugas saya, sudah selesai Tu—tuan?" "Belum!" Valentine mengernyitkan sebelah alisnya. Perkataan tuan mudanya itu, semakin tak dia mengerti maksudnya. Jantungnya mulai berdebar dengan kencang. Jangan-jangan tuan muda di depannya ini, tipe pria berengsek perayu wanita? "Maaf. Tapi semuanya sudah saya bersihkan." Elak Valentine, mencoba untuk tak terpengaruh meski sebenarnya, dia sangat takut sekarang. Dave tertawa tipis. Wajahnya sedikit maju beberapa centi mendekati wajah Valentine yang sudah memucat. Dengan santainya, Dave pun berkata, "Kamu melewatkan satu bagian terpenting, Valentine.” Dave meneliti nama gadis di depannya, lewat kartu pengenal yang tertera apik di seragam kerjanya. Valentine? Nama yang unik. Valentine meremas sudut baju yang di pakainya lagi. Sepertinya, dia benar-benar berada dalam masalah sekarang. Sungguh, dia sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik. "Tolong, beritahu saya. Saya akan segera membersihkannya," ucap Valentine dengan mantap sambil menunduk semakin dalam. Apa pun akan dia lakukan, asalkan dia tidak dipecat dan teman-temannya bebas dari masalah. Tapi, jawaban yang Valentine dapat beberapa detik kemudian, justru membuat Valentine sesak napas tiba-tiba. "Mandikan aku. Kau melupakan itu." *** To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD