bc

Opo Jaremu, Wes!

book_age18+
65
FOLLOW
1K
READ
HE
bxg
kicking
genius
detective
campus
city
secrets
lonely
like
intro-logo
Blurb

Namanya Arlane Twyla Lopika, perempuan pendiam dan dingin. Sikapnya yang dulu hangat berubah di gin saat ia mengetahui bagaimana proses terbentuknya dirinya. Pekerjaannya sebagai designer, membuatnya semakin menjauhi dunia luar.

Namanya, Ilyasa Ananta. Pria tampan, masih muda dan sudah memilik restoran mewah. Sikapnya selengekan, dia mengejar seorang gadis dingin bernama Twyla.

Apakah mereka akan bersatu? Atau malah menjauh?

Ikuti saja kisahnya di sini.

chap-preview
Free preview
Si irit bicara
“Twyla ...!” Baru bangun, nyawa saja belum terkumpul, dan kini telinganya sudah mendengar suara teriakan dari balik pintu kamarnya. “Iya, sebentar.” Dengan susah payah, gadis bernama Twyla itu menyibak selimut yang melilit di tubuhnya. Inilah hal yang paling tidak ia sukai saat pulang kampung, setiap hari harus mendengar teriakkan sang Bunda yang sudah mengalahkan toa masjid. “Bangun juga kamu, buruan mandi, setelah itu sarapan.” “Hm,” jawabnya. “Ham hem, ham hem muluk! Ini sudah jam berapa? Ini jam sepuluh. Adik kamu saja sudah minggat entah ke mana, kamu anak gadis malah masih enak-enakkan mengawinkan bulu mata!” “Iya Nda, ini mau mandi dulu.” Setelah sang Bunda pergi dari depan kamarnya, Wyla pun segera memasuki kamar mandi, untuk membersihkan diri, setelahnya ia pun bergegas keluar dari kamar sebelum toa sang Bunda kembali berbunyi. “Ada apa sih? Teriak-teriak terus kerjaannya?” “Ada apa? Ada apa? Tuh anak perawan, jam segini masih saja ngawinin bulu mata, kalau gak di bangunin ya mana bangun dia.” “Dia kan capek Sayang, maklum saja, baru tadi malam dia tiba,” ucap Panji. Ada yang tahu siapa Panji? Oh tentu tahu dong, si Kang Cilok kesayangannya Nela, kini mereka sudah dua puluh empat tahun membina ruah tangga, dan si Cebong Wyla pun kini sudah berusia dua puluh lima tahun. Maklum ya, kalian pasti tahu kan, usia pernikahan mereka lebih muda daripada usia anak mereka. “Tahu, tapi kan gak harus bangun siang. Seenggaknya tuh habis subuh mandi terus apa, lalu sarapan, setelah sarapan baru deh, molor lagi kek, ngawinin bulu mata sampai dapat anak bernama belek juga terserah, kalau gini terus nanti perut dia juga kan yang gak bener. Kita gak tahu bagaimana kehidupan dia kota. Pola makannya gimana, makanan apa yang dia makan? Takutnya dia makan hanya sekenanya saja,” ucap Nela. Bukan ucapan ini, tepatnya dakwah alias ceramah. Yang bikin heran, kenapa Panji bisa betah hidup dengan Nela selama ini? Pakai alat pendengaran dari mana si Panji ini? “Aku gak apa-apa kok Nda. Aku makan dengan benar di sana,” jawab Wyla. “Makan dengan benar, gundulmu itu! Lihatlah, badan kurus kering kayak gini, di bilang makan dengan normal! Apa kamu di sana makan rumput?” Wyla sudah biasa mendengar sang Bunda mengoceh tentang makanan. Jangankan hanya di bilang makan rumput, dibilang selalu makan angin juga sering oleh sang Bunda. “Sayang dia anak kita loh, bukan kambing!” tegur Panji. “Kamu ini selalu belain dia Cil! Kalau soal hal lain mau belain dia kayak apa pun monggo, lah ini soal makanan, gak bisa! Dari orok saja dia sudah aku kasih makanan bergizi, lah pas udah bisa nyari duit sendiri malah badannya kayak jaylangkung gini!” “Ini proposal Nda, bukan kurus,” ucap Wyla. “Proposal itu, berisi La. Lah ini, lihat pipi kamu tirus kayak gini,” ucap Nela. “Kan akhir-akhir ini aku lagi ikut pameran Nda, jadi jarang tidur,” ucap Wyla. “Terus saja ngeles. Buruan makan!” Satu piring nasi, dengan lauk rawon dan juga perkedel kentang, jangan lupa dua sendok sambal, adalah godaan terberat bagi Wyla. Gadis berhijab itu, tidak akan bisa menolak masakan sang Bunda. “Hari kamu mau ke mana?” tanya Panji. “Gak tahu Yah. Kayaknya di rumah saja deh. Semalam Fayya mau ke sini,” jawab Wyla. “Lah, emang tuh anak ada di rumah?” tanya Nela. “Katanya baru pulang kemarin sore, Nda,” jawab Wyla. “Terserah kamu lah, hari ini Ayah sama bunda mau ke toko, nanti kalau adikmu pulang bilang suruh nyusul ke toko,” ucap Nela. “Iya.” Wyla pun melanjutkan sarapan yang bisa di bilang sudah siang, dengan santai. Setelah Nela dan Panji pergi, Wyla pun memilih untuk bersantai di balkon kamarnya. Ia merindukan rumah ini, ini adalah pertama kalinya ia kembali pulang, setelah tujuh bulan lamanya ia pergi. Ia pergi bukan karena minggat atau sejenisnya, tapi ia pergi karena bekerja, tepatnya ia memiliki sebuah butik di ibukota. Bakat dari sang Bunda menurun padanya, menggambar baju dan juga membuat gaun, sudah ia sukai sejak ia masih kecil. Kedua orang tuanya tidak pernah membatasi apa yang menjadi keinginannya. Ia bersyukur akan hal itu, Nela dan Panji tidak pernah menghakiminya jika ia bersalah. Hanya datu hal yang membuatnya kecewa pada kedua orang tuanya, termasuk sang Ayah. Dulu Wyla adalah gadis yang periang dan juga cerewet, hal itu berubah drastis saat ia mengetahui masa lalu kedua orang tuanya. Di balik sikap sang Bunda yang terlihat menyayangi dan mencintai Ayahnya, menyimpan sebuah rahasia besar yang membuatnya menjadi pendiam. Wyla mengetahui jika dirinya lahir di luar pernikahan, dan dia hadir karena keburukan sang Ayah yang dilakukan pada Bundanya. Sejak ia mengetahui masa lalunya. Wyla memutuskan untuk menjadi anak pendiam. Ia takut, takut jika hal itu akan menjadi kelemahannya. Saat itu ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. “Aku harap semua akan baik-baik saja,” gumam Wyla. Bukan tanpa sengaja ia mendengar semua kisah masa lalunya, melainkan ia mendengar dari obrolan kedua orang tuanya. Sebenarnya itu sudah berlalu, dan kedua orang tuanya pun sudah sepakat untuk melupakan hal itu dan tidak menceritakan hal itu kepada anak-anak mereka. Namun, Wyla ketakutan dengan fakta itu. Ia hidup tanpa nazab Ayahnya, ia bahkan tidak berhak atas apa yang ayahnya miliki. “Assalamualaikum ...!” Sebuah suara cempreng seorang gadis mengintrusi pendengar Wyla. “Pasti baru bangun!” tebak gadis itu. Wyla hanya tersenyum saja. Hal itu membuat gadis yang ada di depannya kesal. “Kamu tuh, udah tinggal di kota dan banyak relasinya, tapi sama omongan masih saja irit. Apa dulu Tete Nela pas hamil kamu ngidam keong ya? Eh, tapi gak ding. Dulu kamu cerewet, tapi kok jadi musim dingin gini sih!” “Fayyana, aku tuh capek. Males ngapa-ngapain,” jawab Wyla. “Termasuk ngomong?” tanya gadis bernama Fayyana itu. Wyla hanya mengangguk saja, seraya berjalan menuju kursi. “Nanti jalan-jalan yuk, Wyl,” ajak Fayyana. “Ke mana?” tanya Wyla. “Mall!” “Gak bosen apa kamu ke mall muluk?” tanya Wyla. “Gak lah, wong aku pas kuliah aja jarang ke Mall. Boro-boro ke Mall, tugas numpuk. Makan aja malas ngunyah rasanya,” ucap Fayyana. Wyla hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sepupunya ini. “Bagaimana kabar Nde Nelo sama Mamamu?” tanya Wyla. “Tanya aja sendiri.” Asyem! Mungkin jika dulu, Wyla akan ngereog jika ia tak mendapati jawaban yang ia inginkan, tapi kali ini ia hanya diam saja, seolah tak ada apa-apa. Bukannya tidak kesal, Wyla hanya ingin menghindari sebuah perdebatan. “Gimana kalau kita berangkat sekarang saja?” tanya Fayyana. Seperti biasa, Wyla hanya mengangguk saja. Setelah Wyla mengambil tas dan ponselnya, ia pun mengajak sepupunya itu pergi, ah tepatnya ia yang di ajak, tapi tetap saja membawa mobilnya. Entah naik apa tadi sepupunya itu sat datang ke rumahnya. “Wyl, buatkan aku baju untuk wisudaku ya?” pinta Fayyana. “Kapan?” tanya Wyla tanpa menoleh. “Ya kalau sudah lulus,” jawab Fayyana. “Kapan kamu lulus?” tanya Wyla. “Gak tahu.” Wyla hanya menghela napasnya saja, mendengar ucapan sepupunya itu. Saat ini ia sedang mengemudikan mobilnya, jadi malas sekali menjawab ucapan gadis cerewet di sebelahnya ini. “Parkir di atas saja yuk! Restoran nya buka di lantai atas!” ucap Fayyana semangat. Wyla hanya mengangguk, selalu mengangguk tanpa kata atau sekedar deheman saja. Baru saja membuka pintu mobil, tiba-tiba ada seseorang yang menabrak Wyla. “Eh, ukhti! Kalau jalan tuh perhatian sekitaran, jangan nunduk aja! Pandangan boleh di jaga tapi ... Masyaallah cantik banget kamu sih Ukhti!” Wyla menatap pria yang menabraknya barusan. Dari atas hingga bawah Wyla perhatikan, pakaian pria itu tampak formal, seperti orang kantoran, tapi tunggu! “Kenapa dia terdengar secerewet Mbah Uti sih?” batin Wyla. “Woi, Ukhti! Kok malah bengong? Naksir ya sama aku?” “Astagfirullah.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.5K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.7K
bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
60.3K
bc

Si Kembar Mencari Ayah

read
29.7K
bc

Perceraian Membawa Berkah

read
17.5K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.4K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook