Violet tidak ingin ambil pusing dengan semua cerita yang sahabatnya lontarkan pada dirinya. Ia percaya sepenuhnya pada Rezky bahwa kekasihnya itu akan selalu setia, dan selalu memilih dirinya untuk menjadi seorang istrinya kelak.
"Bukankah dalam cinta harus ada kepercayaan di dalamnya? Benar bukan apa yang aku lakukan saat ini?"
"Tetap berusaha berpikir positif atas apa yang dilihat dan didengar selama ini, mungkin teman-teman hanya tidak menyukai Rezky. Bisa jadi bukan? Dan entahlah," gumam Violet saat ia tengah duduk di depan teras rumahnya.
Violet mengambil napas sejenak, karena sudah seharian ia membersihkan rumah dan belajar untuk menjadi seorang istri yang baik kelak suatu hari nanti.
Violet menatap pekarangan rumahnya yang terlihat asri dan sejuk, dengan banyaknya tanaman bunga yang terpampang di depan sana.
"Saking sibuknya aku belajar sampai gak nyadar kalau ternyata rumah ini asri juga, gak kalah sama taman," ucap Violet dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Dalam diamnya ia menikmati semua keindahan ciptaan Tuhan, dan bersyukur karena sampai saat ini masih diberikan kehidupan dan menikmati semua yang ada di dunia ini.
"Violet! Kamu ada dimana Nak," panggil Lisma--ibunya dari dalam rumah.
Violet beranjak dari teras dan mulai masuk ke dalam rumah, ia menghampiri sang ibu yang tengah mencarinya di setiap sudut ruangan.
"Ada apa Bu? Butuh bantuan sesuatu?" tanya Violet pada ibunya saat sudah berada di hadapannya.
Lisma menarik ujung bibirnya hingga membentuk senyuman yang terukir indah, berjalan mendekati anaknya yang sedari tadi menanti jawaban yang keluar dari mulutnya itu.
"Gak Nak! Ibu hanya ingin bertanya dengan kamu saat ini, kamu lagi sibuk gak sekarang? Kalau gak kita duduk di situ dulu," ajak Lisma pada Violet yang memberikan anggukan sebagai jawabannya.
Violet dan Lisma akhirnya duduk di salah satu kursi dengan posisi yang berhadapan, Violet tidak tau akan hal yang nantinya menjadi pembahasan dari ibunya tersebut.
"Ibu mau ngomong apa sama Vivi?" tanya Violet pada Lisma yang tengah menimang apa harus dibahas saat ini ataukah nanti.
Lisma terdiam beberapa saat, berdehem untuk memulai semua pembicaraan, "Apa kamu benar-benar mencintai Rezky?" tanyanya pada sang anak.
"Iya aku sangat mencintainya, tumben sekali Ibu tanya hal itu. Memang ada apa?" tanya Violet yang merasa aneh, karena selama ini Lisma tidak pernah berkomentar apa pun tentang Rezky.
"Ah, Ibu hanya tanya saja, tidak ada hal apa pun! Memangnya gak boleh yah Ibu bertanya tentang perasaan kamu sama dia?" tanya Lisma pada anaknya.
Violet menggeleng sembari terkekeh pelan, "Boleh dong Bu! Hanya saja aku sedikit merasa heran, karena tumben Ibu menanyakan tentang Rezky, biasanya gak pernah menggubris sama sekali."
"Oh, iya. Ibu setuju 'kan kalau Vivi nanti nikah sama Rezky?" tanya Violet, ia sekalian bertanya tentang suatu hal yang sangat penting itu kepada ibunya.
Dalam sebuah hubungan yang menginjak serius, restu dari orangtua adalah hal yang sangat penting untuk jalannya kebahagiaan ke depannya kelak suatu hari nanti.
Lisma tersenyum ke arah anaknya, "Apa yang membuatmu bahagia, Ibu pasti akan mendukung dan memberikan restu. Kita sebagai orangtua hanya menginginkan segala hal yang terbaik untuk anak-anak, dan akan selalu mendoakan di setiap waktu."
Violet menampilkan senyum cerahnya, ia tidak menyangka jika ibunya yang terlihat sangat diam dan tidak terlalu banyak berbicara itu memberikan restu untuk hubungannya dengan Rezky. Begini saja Violet sangat bahagia, lebih dari apa pun yang pernah ia dapatkan selama ini.
"Terima kasih Ibu," ucap Violet dengan suasana hati yang bahagia tidak terkira.
"Sama-sama Nak! Ibu mau bertanya satu hal lagi sama kamu, bisa?" tanya Lisma pada anaknya yang tidak berhenti memamerkan senyum bahagianya itu.
Violet mengangguk sangat antusias, apa pun yang ibunya tanyakan pasti akan ia jawab dengan senang hati.
"Ibu kalau mau nanya, tinggal ngomong aja sok atuh! Jangan sungkan-sungkan gini," jawab Viollet dengan senyum yang belum juga luntur dari bibirnya.
"Apa kamu yakin sama Rezky? Ah. maksud Ibu, apa kamu gak pernah mau melihat sedikit saja perilakunya selama tidak ada kamu di sisi?" tanya Lisma dengan kerutan pada dahinya yang terlihat kentara.
Violet mengangkat sebelah alisnya, "Untuk apa aku mencari tau? Bukankah cinta adalah kepercayaan?"
"Kata orang cinta adalah sebuah kepercayaan, dan Vivi percaya sepenuhnya sama Rezky. Vivi yakin kalau di luaran sana dia bisa jaga diri dengan baik, toh rumah tempatnya untuk pulang itu 'kan Vivi, jadi kenapa harus ada keraguan? Ibu jangan khawatir yah, Vivi tau apa yang terbaik untuk ke depannya" ucap Violet dengan sangat mantap.
"Fondasi sebuah hubungan memang kepercayaan, tapi kita juga harus tetap waspada, sepenuhnya itu bukan pilihan yang bijak! Jika, memang kamu beneran yakin sama dia, dan tidak menggubris semua ucapan temen-temen kamu itu, Ibu tidak masalah! Karena yang paling penting adalah melihat kamu tersenyum bahagia," ucap Lisma dengan tegasnya.
Violet tidak habis pikir dengan semua temannya itu, kenapa mereka berani membuka suara tentang masalah pribadinya di hadapan sang ibu seperti ini? Apa semua jawaban yang ia beri waktu itu belum cukup?
"Mentari, Trias! Awas kalian saat kumpul nanti!" ancam Violet dalam hatinya.
Lisma memperhatikan raut wajah anaknya yang terlihat sedang menahan kesal, tangannya memilin baju dengan kuat dan giginya gemerutuk, hanya dengan melihat saja sudah serem dibuatnya.
"Kamu ini kenapa? Kok kayak orang lagi kesel gitu hawanya," tegur Lisma pada anaknya.
"Siapa yang marah Bu?" tanya Violet dengan ekspresi yang ia normalkan lagi.
"Kamu Nak," jawab Lisma.
Violet membatin, "Apa Ibu bisa merasakan jika aku sedang marah? Kok bisa sih?"
"Bener bukan?" tanya Lisma mencari pembenaran dari mulut Violet sendiri, karena prasangkanya tadi bukan hal yang salah pasti.
Violet menggeleng pelan, "Gak tuh. Ibunya sok bisa baca ekspresi ini! Masih ada hal yang perlu dibahas gak Bu?"
"Gak ada lagi sih? Memang kamu ada kesibukan lain yah sekarang?" tanya Lisma pada Violet yang tengah menatapnya intens.
Violet mengangguk dan ia bangkit dari tempat duduknya, "Ada! ... Vivi mau mandi, gatel banget ini badan."
"Kamu ini tak kirain apa lagi kesibukannya, taunya mau mandi ternyata. Pantesan dari tadi ada bau apa gitu ... Asalnya sih dari kamu," goda Lisma dengan tawa pelan.
Violet mengerucutkan bibirnya, ia mulai mengendus badannya apa benar bau seperti yang dikatakan oleh ibunya barusan, tapi ternyata gak sama sekali.
"Ibu nih! Udah dulu deh, Vivi mau masuk ke kamar."
"Oh, iya! Ibu jangan pernah dengerin omongan dari Mentari sama Trias, karena itu pasti bohong! Vivi aja gak mau percaya, Ibu juga harus sama yah," pesan Violet sebelum pergi menuju kamarnya.