Sinyal Bahaya

1044 Words
"Loh …. ini bukan jalan menuju ke hotel tempat kita menikah dulu. Kamu salah jalan, Abdi …," tegur Sherena saat Abdi mengambil jalan berlawanan dengan arah tujuan mereka. "Jangan banyak protes." Abdi membalas singkat. Tanpa menoleh kepada Sherena yang kini duduk di sampingnya. Pria itu tidak ingin Sherena tahu apa yang sedang direncanakan sehingga ia akan terus acuh demi keselamatan dunia dan akhirat. Sherena mendesah panjang. "Entah apa yang sedang kamu rencanakan, Abdi. Yang jelas aku tidak akan pernah memaafkan jika menyinggung harkat dan martabat yang aku miliki." "Aku tidak akan pernah menyinggung martabak siapapun. Karena kita akan pergi ke sebuah salon dan butik, bukan ke wisata kuliner." Menepikan mobilnya di parkiran sebuah butik, yang dilengkapi dengan salon kecantikan. "Martabat. Bukan martabak, astaga … betapa garingnya humor yang Tuan ini miliki." Sherena mencibir. Sebelum turun dari mobil dan menyusul langkah Abdi yang lebih dahulu meninggalkannya. "Biar garing aku tetap saja tampan, bukan?" "Maaf, Pak. Anda terlalu kepedean. Ini saja kalau bukan karena terpaksa aku tidak akan mau menikah dengan pria penuh kekurangan sepertimu." "Oh, ya?" Abdi tiba-tiba saja berhenti dan berbalik. Nyaris saja Sherena menabrak dadanya yang bidang. "Coba katakan apa kekurangan yang aku miliki. Sampai-sampai kamu tidak sadar betapa tampannya aku dibandingkan dengan artis Korea Selatan sana." Sherena mengusap dadanya. Lega, rem pada kakinya bisa berfungsi dengan baik. Kalau tidak …. "Kamu kurang waras. Makanya aku tidak bisa melihat ada yang spesial darimu." Ia menjeda sejenak dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Sekarang jawab. Kenapa kita pergi ke tempat seperti ini? Bukankah kita harus pergi ke pesta pernikahan?" Abdi mengangguk. "Aku sebenarnya waras, hanya saja bertemu denganmu makanya jadi begini. Dan kita memang akan pergi ke pesta pernikahan. Tapi sebelum itu, kita mampir disini untuk membeli dan mengubah sesuatu." "Mengubah?" Kedua alis Sheena bertaut. "Astaga … nggak, aku nggak mau. Enak saja kamu mau rombak aku jadi cewek. Ogah aku, mah." Sherena segera keluar dari mobil. Bersiap kabur dari Abdi, agar tidak diseret masuk ke dalam butik. Membayangkan menggunakan mini dress saja rasanya Sherena sudah mual tidak karuan. Abdi meringis. Memukul stir mobil dengan dahinya. Sungguh istrinya ini sangat ajaib dan menelan habis kesabarannya. Namun, inilah yang harus dijalani seterusnya hingga ke depan. Karena Abdi tidak memiliki niat untuk berpisah dari gadis ajaib seperti Sherena. Memang Sherena itu sangat mengesalkan. Tapi, itu yang menjadi daya tarik tersendiri baginya. Menaklukkan gadis yang sangat sembrono dalam bersikap. "Ehem, yakin kamu mau lari?" Abdi tersenyum tipis. Memperlihatkan layar ponselnya kepada Sherena. Ponsel yang menunjukkan Abdi yang sedang melakukan panggilan video kepada ayahnya Sherena. "Ck, dasar pria pengadu!" jerit Sherena. Berbalik dan membatalkan niatnya untuk pergi. Ia kini justru melangkah melewati Abdi dan masuk ke dalam butik. Dengan angkuhnya dia berucap, "tolong carikan dress yang paling mahal dan elegan. Dan rias aku seperti seorang Cinderella yang sangat menggemaskan." Abdi ternganga. Kata-kata Sherena terdengar sungguh merdu menyapa indra pendengarannya. Sungguh, gadis itu pandai membalas apa yang sedang ia lakukan. *** Cantik. Satu kata yang langsung terlintas di pikiran Abdi saat melihat Sherena selesai dengan para karyawan yang bekerja di butik plus salon tersebut. Mini dress selutut berwarna senada dengan jas yang dikenakan Abdi, membungkus tubuh Sherena yang ramping. Rambut sebahunya dibiarkan tergerai dengan sebuah jepitan kecil yang mengangkat rambut di bagian samping. Agar pundak mulus Sherena yang hanya ditutupi sehelai tali tipis itu terekspos dengan sangat sempurna. Untuk aksesoris Sherena memilih sebuah kalung dengan liontin yang berbentuk bulan sabit dengan taburan berlian. Di bagian bawah high heels lima sentimeter telah menghiasi kakinya yang jenjang. Dengan sangat angkuh Sherena berjalan melewati Abdi, yang kini tengah ternganga. Terpesona dengan kecantikannya, yang meningkat lima puluh kali lipat dari biasanya. "Sana bayar, aku tunggu di mobil." Sherena memerintahkan kepada Abdi, saat langkahnya yang sedikit gamang sampai di dekat suaminya itu. Dengan mengulum senyum penuh kemenangan, Sherena yakin Abdi akan terkena serangan jantung dalam hitungan menit. "A-apa? Coba hitung lagi. Kalian tidak salah hitung, kan?" Abdi berulang kali memperlihatkan tablet yang ada diserahkan kasir butik padanya. Terkejut melihat kecantikan Sherena, maka Abdi lebih terkejut lagi melihat tagihan yang harus dibayar. "Seratus enam puluh juta? Yang benar saja?" Abdi meringis. Mengusap layar tablet yang tidak mau mengubah nominal tagihan yang harus dibayar.. "Yang paling besar kalung berlian istri anda, Pak. Dia mengambil model terbaru di butik ini. Dress yang dia kenakan juga model limited edition, yang …." "Ini." Abdi segera menyerahkan kredit card kepada wanita cantik itu. Sangat terpaksa ia membayar dengan kartu kredit agar tak banyak yang harus lakukan untuk membayar tagihan Sherena. "Sherena … kamu benar-benar, ya," keluh Abdi dalam hati. Sungguh tidak menyangka begitu besar tagihan yang harus dibayar, untuk pergi menghadiri pesta pernikahan saja. Tidak bisa dibayangkan jika mereka harus menghadiri lima pesta dalam satu Minggu. Ya, Tuhan … bisa bangkrut Abdi yang perusahaannya baru menduduki puncak kesuksesan. "Sudah lihat, bukan? Berapa biaya yang harus kamu keluarkan untuk sekali pesta. Jadi sudahlah, jangan lagi coba-coba memintaku untuk menjadi seorang ratu. Aku tidak bisa dan tak suka itu." Sherena langsung memberikan peringatan, ketika Abdi baru saja masuk ke mobil. Belum lagi sempat bokongnya terhenyak di jok mobil, Sherena sudah mengeluarkan kalimat bernada ancaman. Membuat Abdi tiba-tiba saja mules, mendengar ucapannya. Bukan hanya itu, Sherena yang masih terlihat tidak enak hati itu juga sedang menggeser sesuatu di layar ponselnya. Sesekali senyuman licik terbit di bibirnya yang tipis. Entah apalagi yang sedang gadis itu rencanakan untuk membalas suaminya. *** Langkah sepasang pengantin baru itu pun mulai memasuki aula hotel. Disambut oleh salah satu kerabat sang pengantin, dan mendampingi mereka untuk masuk. Dalam hitungan detik Sherena segera mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mencari sosok pria paruh baya, yang katanya ikut hadir di acara pernikahan tersebut. "Sudah kuduga," ketus Sherena dalam hati. Tak kunjung menemukan sosok sang ayah yang ia cari. "Sheren, kamu mau kemana?" Abdi segera menyusul Sherena yang tiba-tiba saja berjalan ke pelaminan. Dengan langkah tertatih karena tak biasa menggunakan high heels, akhirnya gadis itu sampai juga. Segera ia bersalaman dengan kedua pengantin dan mengucapkan selamat. Disusul dengan Abdi, yang terpaksa mengikutinya dari belakang. Tahu apa yang selanjutnya terjadi? Seraya tersenyum ke arah kamera Sherena bertanya apakah salah satu dari kedua pengantin mengenal sang ayah. Ia harus memastikan sesuatu agar bisa segera mempersiapkan segala rencana berikutnya untuk mengerjai Abdi. Enak saja dia dan papa bohongi aku. Lihat saja pembalasan yang akan kamu dapat. Sherena mencibir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD