Bab 1

2337 Words
Langkah kakinya ringan, senandung merdu terdengar dari bibir mungil nya. Mata hitam miliknya memandang kedepan dengan santai. Menikmati ketenangan yang tercipta. Hembusan angin yang menerpa wajah ayunya mengundang senyum kecil dari pemilik wajah tersebut. Namun ketenangan yang di dapatnya kandas begitu ia mendengar teriakan di belakangnya. Ia mempercepat langkah kaki, berjalan tergesa menghindari sosok yang mulai mengikutinya dari belakang. Wajah santainya berganti muram. Dengan alis yang hampir menyatu karena kerutan kening. Rambut halus panjangnya yang terikat di atas bergoyang lembut mengikuti langkah lebar gadis itu. "Ku mohon kak.. Ijinkan aku ikut denganmu!!" Xi Feng terus berjalan mengikuti gadis berhelaian legam yang melangkah dengan langkah lebar di depannya. Remaja berusia 18 tahun itu terus memohon pada gadis tersebut. Meminta padanya agar ia di perbolehkan ikut. Gadis itu berhenti, mendesah malas karena pusing mendengar rengekan di belakanganya. Lalu membalikkan badannya menatap pemuda dengan perban yang melingkar di dahinya. Menatap tajam pemuda itu. Akan tetapi, sepertinya tatapan matanya tersebut tak berarti apapun pada remaja tersebut. "Kak, kumohon.. Ijinkan aku ikut denganmu!!" kali ini Xi Feng mengeluarkan rengekan andalannya. Ia menangkupkan tangan di depan d**a. Menatap melas gadis cantik bermata gelap di hadapannya. Mencoba merayu gadis itu agar menuruti keinginannya. "Tidak, Xi Feng. Kau tetap disini." jawab gadis tersebut. Wajah ayunya tampak tegas dan tak terperdaya oleh rengekan Xi Feng.        Xi Feng berdecak, ia mengacak rambutnya kasar saat melihat sang kakak yang kembali berjalan tegas menuju pintu gerbang padepokan. Dengan segera ia berlari menghampiri kakak ayunya itu. Dan langsung memposisikan dirinya bersujud pada kaki sang kakak setelah berhasil mengejarnya, "Ayolah kak Ying Hua.. Ijinkan aku untuk ikut melakukan tugas harian kakak hari ini!!" keukeuhnya membuat sang kakak menghela nafas berat. Gadis bernama Ying Hua itu mengurut keningnya yang tiba-tiba terasa pening, "Kau ingat kejadian pekan lalu bukan?" tanyanya dengan nada malas, "Paman masih menghukummu karena kecerobohanmu itu." "Aku mengerti kak, aku mengaku salah." Xi Feng masih saja terus merengek, "Ayolah kak.. Ijinkan aku ikut denganmu." "Tidak." "Kakak.." "Tidak Xi Feng!!" "Ayolah.." "Tidak!!" "Ayolah kak Ying Hua.." "Ti-" "Ada apa ini?" Ying Hua menghentikan ucapannya saat mendengar suara dari arah belakang. Ia menoleh, menatap orang tersebut lewat bahunya. Kemudian ia tersenyum manis saat melihat siapa orang tersebut. Beserta dengan membalikkan badan menghadap orang tersebut. "Kakak senior.." Xi Feng memutar kedua mata coklatnya saat melihat senyum manis gadis di hadapannya. Ia sedikit mendengkus, merasa jengkel pada wanita itu karena bersikap manis pada seseorang yang baru saja datang. Namun sedetik kemudian ia menyeringai. Ahh, ini dia kelemahan dari gadis cantik itu. Ia berdiri, kemudian berbisik pada Ying Hua dengan suara yang hanya di dengar oleh gadis itu. "Kak, jika kau tak mengajakku, maka aku akan mengadukan.." "Aarghh .. baiklah kau ikut denganku!!" Dahi pria di hadapan Ying Hua mengernyit saat mendengar ucapan bernada frustasi dari Ying Hua. Sedangkan Xi Feng tersenyum penuh kemenangan. Dengan penuh rasa bahagia pemuda remaja itu memeluk Ying Hua dengan erat. "Ada apa Ying Hua?" Suara pria yang berada di hadapan Ying Hua kembali terdengar. Membuat Ying Hua yang tengah menahan kekesalan pada Xi Feng tersenyum canggung. Ia bergerak merangkul Xi Feng, mengaitkan lengannya pada leher remaja yang sudah dianggap nya sebagai adik itu kuat. Membuat remaja itu meringis menahan sakit, "Tidak ada apa-apa, kakak senior. Hanya sedikit berdebat karena masalah sepele saja." ucapnya dengan senyuman yang sampai kemata. Pria yang di sebut oleh Ying Hua itu hanya diam, sebelum akhirnya mengangguk, "Kau di panggil oleh kakek." ucapnya sebelum berlalu melewati Ying Hua dan Xi Feng. "Aa, baiklah.." jawab Ying Hua dengan nada riang seperti biasanya, setelah memastikan jika orang tersebut sudah jauh dari pandangan dan menghilang, gadis itu melepaskan cengkeraman lengannya. Kemudian dengan gemas ia memukul kepala belakang remaja yang ada di sampingnya, "Dasar bodoh!!" umpatnya penuh kejengkelan. Xi Feng mengaduh dan meringis menahan sakit. Ia ikut mengumpat saat merasakan keplakan yang menimpa kepalanya terasa begitu sakit. Ia mengusap bekas pukulan Ying Hua itu dengan kedua tangannya. Mencoba meredakan rasa sakit dan panas akibat pukulan itu. "Jika kau melakukan itu lagi, aku akan benar-benar menghilangkan kepalamu itu, Xi Feng!" gertak Ying Hua dengan wajah kesal. Kemudian ia berjalan meninggalkan Xi Feng sendiri dan menuju tempat kakeknya berada. "Kakak.. Tunggu aku!!" ~•••••~ Sepekan berlalu setelah kematian selir kelima yang meregang nyawa di tangan suaminya sendiri. Keadaan istana semakin kaku dan dingin. Tak ada sekalipun hawa-hawa hangat yang memberikan sebuah warna dan keceriaan disana. Semua monoton. Permaisuri kedua kerajaan Anming itu tampak menghela nafas samar. Wajah ayu bak bidadari terlihat begitu lelah. Kedua mata coklatnya menerawang kedepan. Mengingat sesuatu. Sesuatu yang menjadi alasan dari keadaan yang seperti ini. 'Sudah lima tahun, tapi keadaan  masih sama setelah dirimu pergi permaisuri.' "Permaisuri.." Permaisuri menoleh menatap seseorang yang memutuskan lamunan singkatnya. Dengan tenang ia melihat orang tersebut. Menanti apa yang akan dikatakan oleh orang itu. "Selir ketiga meminta ijin untuk menghadap." Mendengar apa yang di sampaikan oleh pelayan kepercayaannya itu membuat sang permaisuri menghela nafas lelah. Ia mengangkat tangannya, meraih cangkir berisi teh hijau yang tengah ia nikmati di taman belakang pavilliun kediamannya, "Biarkan dia masuk." ucapnya sebelum membawa bibir cangkir itu ke bibirnya. "Baik permaisuri." Daiyu berogiji. Dengan langkah teratur dan tegas ia undur diri meninggalkan junjungannya dan menjemput tamu yang tak di undang itu. Dalam keheningan, permaisuri terdiam. Ia menikmati suara gemericik air mancur buatan yang ada di hadapannya. Tatapan matanya terfokus pada riak air kolam yang berisikan ikan emas dan berhiaskan bunga dan daun teratai. "Selir ketiga menghadap permaisuri. Permaisuri sehat selalu." Permaisuri meletakkan kembali cangkir yang di pegang nya. Kedua mata cantiknya bergulir menatap seseorang yang baru saja memberi salam padanya, "Ada apa." Jun Lu menunduk sejenak seraya mengambil nafas pelan. Selir ketiga raja Anming itu menggigit bibir dalamnya, merasa ragu dengan apa yang ingin ia utarakan. Kedua tangannya yang bersembunyi di balik lengan pakaiannya saling meremat. Menghantarkan rasa cemas yang tengah ia rasakan. "Selir Jun Lu?" "Mohon ampun permaisuri, bukan maksud saya untuk lancang. Akan tetapi.." Permaisuri mengangkat sebelah alisnya. Ia menatap dalam selir ketiga suaminya yang kini menunjukkan gelagat tidak nyaman, "Katakan!" "Tentang selir kelima, apakah pantas keluarganya di asingkan seperti itu?" ucap Jun Lu dengan tubuh yang gemetar. Permaisuri menghela nafas lelah. Ia tahu apa yang tengah di pikirkan dan dirasakan oleh selir ketiga. Keluarga selir kelima masihlah satu kerabat dengan selir ketiga. Dan ia memaklumi jika selir ketiga saat ini menjadi cemas. "Itu sudah menjadi kesalahan selir Han Mei, selir Jun Lu." permaisuri berbicara tenang. Dan itu cukup membuat selir ketiga sedikit kesal, "Memohon pada yang mulia untuk mencabut keputusan itu hanyalah mimpi belaka." "Tapi, permaisuri.." "Tetap diam dan jangan ikut campur permasalahan yang mulia dengan para selir lainnya, selir Jun Lu." tegas permaisuri, "Aku tahu apa yang kau rasakan. Aku paham. Tapi itu akan berdampak buruk jika kau ikut campur tangan dengan permasalahan ini." ia menjeda sejenak dengan kembali menyesap teh hijau kesukaannya, "Sudah cukup tiga selir menjadi korban, apa kau ingin menjadi yang keempat?" Jun Lu menggeleng dengan cepat. Ia tak ingin nyawanya melayang hanya karena suaminya yang kini seolah menjelma seperti iblis. Ia tak ingin mati di tangan suaminya sendiri, "Saya hanya tidak ingin para petinggi dan pejabat melakukan kudeta untuk menggulingkan kekuasaan yang mulia, permaisuri. Saya tidak ingin keluarga saya ikut dalam kudeta tersebut." "Kalau begitu cegah secara halus. Tenangkan semua anggota keluargamu." permaisuri masih tetap berujar tenang, "Lindungi sebisamu, tanpa membahayakan nyawamu sendiri." Jun Lu terdiam sejenak. Gejolak yang ada di hatinya masih belum reda dan tidak membuatnya tenang. Keresahan masih membelenggu diri selir ketiga tersebut. "Sekarang kembalilah ke kediamanmu. Tenangkan dirimu dan cari jalan keluar yang terbaik. Untuk saat ini, jangan mengganggu yang mulia." tambah permaisuri saat melihat selir ketiga masih mematung di hadapannya. Jun Lu mengambil nafas dalam. Tak ada cara lain selain apa yang di katakan oleh permaisuri, "Baik permaisuri, saya permisi." ia merendahkan badan dan memberi salam pada permaisuri. Kemudian pergi meninggalkan permaisuri yang kini memejamkan mata. 'Kenapa menjadi serumit ini.' ~•••••~ "Aku dengar, raja kembali membunuh istrinya sendiri. Dan sekarang, semua keluarga istrinya itu tengah di asingkan dari wilayah Anming." Ying Hua yang tengah asik menikmati makan siangnya mengangkat sebelah alisnya saat mendengar ucapan pria di meja sebelahnya. Ia menjadi cukup tertarik dengan apa yang di bahas oleh segerombolan para pria tersebut. Ia mengangkat sebelah kakinya di atas kursi, menyamankan posisi dan mempertajam pendengarannya. "Kali ini yang menjadi korban adalah selir kelima. Sayang sekali, padahal nona Han Mei masihlah cantik jelita. Umurnya pun belum berada di angka dua. Kasihan sekali ia harus meregang nyawa di tangan suaminya sendiri." Pria dengan kumis tebal di bawah hidungnya itu mengangguk-anggukkan kepalanya menyetujui ucapan dari rekan yang duduk di sampingnya, "Kau benar. Aku sangat mengasihani para istri raja yang sekarang. Mereka selalu sial karena menjadi pelampiasan kekesalan raja. Dalam kurun waktu satu tahun ini sudah tiga istri raja yang meregang nyawa." Pria yang duduk di depan pria berkumis itu menyesap air dalam gelas bambu, "Itu semua juga kesalahan mereka. Sudah tahu raja paling sensitiv jika menyangkut permaisuri pertama, tapi mereka masih punya muka untuk membahasnya. Jangan salahkan raja jika mereka kehilangan kepala." ucapnya setelahnya. Pria pertama bertopang dagu dan menatap temannya bergantian, "Raja sekarang menjadi sangat kejam. Tak seprti dulu yang begitu lembut. Sejak kematian permaisuri pertama, raja menjadi seseorang yang berbeda." "Setidaknya raja tidak kehilangan rasa adilnya. Ia masih bisa adil pada rakyatnya meskipun begitu kejam dan dingin." sahut pria yang duduk di depan orang berkumis. "Aku kasihan pada pangeran kecil. Dia pasti sangat menderita saat mengetahui ayahnya yang sekarang. Aku dengar, dia tidak lagi di perhatikan oleh para anggota istana, termasuk ayahnya sendiri." "Hush, jangan berbicara seperti itu." tegur pria berkumis, "Bagaimana kau mengetahui jika pangeran tidak lagi di perhatikan? Kau tahu, dia itu anak kesayangan raja." "Aku mendengar dari orang-orang. Kabar itu juga sudah meluas. Kau tahu, raja sekarang seperti kehilangan arah. Aku takut jika pangeran kecil akan di celakai oleh orang yang tidak suka padanya. Kau tahukan, jika umur pangeran masih sangatlah muda." pria sebelumnya kembali menyahut, "Aku sangat prihatin dengannya. Ia kehilangan ibunya saat masih berumur 4 tahun. Ayah yang seharusnya memberinya kasih sayang pengganti malah sibuk dengan kesedihannya sendiri. Para istri raja yang lain juga mengabaikannya." "Kenapa kalian memusingkan hal seperti itu?" seorang lagi datang, "Kerajaan kini memang tengah kacau. Tapi kalian tidak boleh membicarakan anggota kerajaan seperti itu. Jika salah satu dari mereka tahu, kalian akan tamat." ucapnya seraya menandaskan air milik pria ketiga. "Ya, sudah, aku tidak mau lagi berbicara tentang mereka. Aku masih sayang nyawa." jawab pria berkumis seraya memegang lehernya. Kedua temannya yang lain mengangguk menyetujui. Lalu mereka berbicara dengan topik lain dan meninggalkan percakapan tentang anggota kerajaan. Ying Hua menghela nafas malas seraya memutar kedua bola matanya. Lagi-lagi gosip kerajaan, pikirnya jenuh. Kemudian ia mengambil minuman yang di pesannya dan berniat meminum. Namun, sebelum bibir gelas itu bersentuhan dengan bibirnya, suara keras yang berasal di depannya membuatnya terkejut. Ying Hua melihat seorang anak kecil tengah berekspresi dingin dan seolah menahan amarah. Di depan bocah lelaki itu, terdapat seorang pria dewasa yang tersungkur. Hal itu membuatnya sedikit terperangah, pasalnya, bocah kecil itulah yang membuat pria di hadapannya itu tersungkur. "Hai anak kecil, apa yang kau lakukan?" pria berkumis berteriak. Menggertak bocah lelaki tersebut. Bocah lelaki itu menoleh dengan santai dan menatap datar pria yang baru saja berteriak padanya. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Dan itu membuat pria itu menjadi semakin geram. "Dasar bocah tak tahu di untung. Bagaimana bisa kau berlaku kurang ajar seperti itu terhadap orang yang lebih tua darimu?" pria itu kembali menyentak. Berbicara keras seraya menunjuk bocah lelaki tersebut menggunakan jari telunjuknya. Bocah itu bergeming. Kemudian dia melangkah pergi meninggalkan kedai sederhana tersebut tanpa menghiraukan semua orang yang tampak geram terhadapnya. Berjalan tenang dengan wajah datar nan dingin. "Berani sekali kau mengabaikanku!" tak terima dengan perlakuan acuh tak acuh bocah tersebut, pria berkumis itu lantas menggerakkan kakinya menghampiri sang bocah. Sebelah tangannya terangkat, mencoba memukul anak lelaki tersebut. Namun usahanya sia-sia saat ada seseorang yang menahan lengannya kala ia mengayunkan tangan pada bocah itu, "Apa-apaan ini?" ucapnya kala melihat sang pelaku yang menahan tangannya. "Jangan berani menyentuhnya." pria yang semula tersungkur itu menatap tajam pria berkumis. Tangannya mengerat pada pergelangan tangan pria tersebut, membuat pria berkumis itu meringis. "Hei, kau ini bodoh atau apa?" pria berkumis mencoba melepaskan cekalannya, "Aku membantumu sialan!" umpatnya tak terima. "Kau akan bermasalah jika berurusan dengannya." "Memangnya siapa dia? Anak saudagar? Anak pejabat? Atau anak raja?" tanya teman pria berkumis, "Cih, itu tidak mungkin." Pria itu semakin menekan cengkeramannya. Matanya menajam, menatap mara pria berkumis itu. "Lepaskan tangan temanku!" teman pria berkumis kembali berbicara saat melihat temannya itu meringis kesakitan, "Kau menyakitinya." "Suruh temanmu menjaga mulutnya, termasuk dirimu juga. Jangan berbicara hal yang bukan menjadi urusan kalian. Kalian menyakiti hati seseorang." pria dengan rambut lebat itu menatap tiga orang yang bergosip tadi secara bergantian. Kemudian ia melepaskan cekalannya. Dan melangkah pergi menyusul bocah lelaki yang sudah pergi dari tempat tersebut terlebih dahulu. Keadaan menghening setelah kepergian pria tersebut. Tiga orang pria yang bergosip tadi saling pandang. Tak mengerti maksud dari ucapan pria itu. Kemudian tanpa ambil pusing, mereka mengangkat bahu sejenak dan kembali duduk di tempat mereka sebelumnya. Ying Hua yang melihat semuanya kembali mengambil nafas dalam. Dalam pikirannya ia menebak, siapa bocah lelaki tersebut. Jika apa yang ia pikirkan itu adalah benar. Ia tak akan menyalahkan jika bocah itu marah. "Kak, rencana pertama berhasil." Xi Feng tiba-tiba datang. Remaja itu kini memakai kumis palsu dan berpakaian seperti tabib. Ia menatap Ying Hua yang kini mengenakan pakaian pria berwarna abu-abu. Rambut panjang gadis itu bersembunyi di tudung kepala yang terbuat dari anyaman bambu. "Kau mendapatkannya?" Xi Feng mengangguk, kemudian ia mengambil sesuatu yang ada di balik bajunya dan memperlihatkan ke Ying Hua. Seyum Ying Hua mengembang, "Bagus. Kau terkadang memang bisa diandalkan." pujinya pada Xi Feng, "Ayo pergi dari sini sebelum orang menyebalkan itu menyadarinya." ajaknya setelah menandaskan minumannya. "Baik." Kemudian mereka keluar kedai tersebut. Tak lupa pula, Ying Hua meninggalkan beberapa koin uang untuk membayar pesanannya. Dan setelah mereka menghilang di balik dinding, seseorang datang dan berteriak dengan suara yang lantang. Membuat para pengunjung lainnya terkejut karena ulahnya. "Sialan, kotak emasku dicuri!!" teriak pemilik kedai tersebut. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD