TWO

1358 Words
~Love is blind, and marriage is the institution for the blind~ James Graham   "Ma, kenapa sulit sekali untuk menerima Becky? Memang apa yang salah dengan dia?" Leander bertanya dengan putus asa. Empat tahun sejak pertama kali dia memperkenalkan Becky sebagai calon istrinya, namun hingga hari ini hati ibunya tetap tidak dapat menerima kehadiran wanita itu. "Lee, Mama juga tidak mengerti. Hanya saja selalu ada yang mengganjal di hati Mama jika memikirkan masa depan kamu bersama Becky. Dia sepertinya bukan pasangan yang tepat untuk menghabiskan hari tua bersama." Sampai hari ini, Adelia masih tidak mengerti. Sebenarnya tidak ada yang kurang dalam diri seorang Becky. Dia adalah wanita cantik dengan karier yang gemilang. Entah apa yang membuat hati Adelia begitu sulit untuk menerima wanita itu menjadi pendamping hidup putranya. Mungkin karena Becky terlalu sempurna. "Lalu wanita seperti apa yang menurut Mama baik untuk aku?" tanyanya menahan kesal. "Ma, hubungan ini aku yang menjalani. Kalau suatu saat aku menikahi Becky, aku yang akan hidup bersama dia. Bukan Mama!" "Mama tahu itu, Sayang. Tapi hati Mama tidak rela." Adelia menatap putranya penuh sayang, sama sekali tidak ada kemarahan dalam hatinya meski menghadapi Leander yang tengah kesal seperti ini. "Sudah cukup, Ma! Aku lelah dengan pembicaraan ini. Kita tidak pernah mencapai kesepakatan apa pun, Ma!" Leander memilih mengakhiri pembicaraan ini. Dia beranjak dari meja makan dan meninggalkan kedua orangtuanya. "Maaf, Lee." Adelia meraih lengan Lee untuk menahan putranya, namun segera ditepis oleh Leander. Leander bergegas meninggalkan meja makan menuju kamarnya di lantai atas. Namun baru beberapa langkah dia berlalu, suara ayahnya menggema di ruang makan itu. "Leander, nikahilah gadis itu kalau memang itu keinginan kamu. Tapi tolong tanggalkan nama Adinata." Hanya itu yang diucapkan oleh Daniel. Pria ini tidak pernah banyak bicara, tidak juga senang mencampuri urusan anaknya. Namun kali ini, dia sudah membuat keputusan yang bahkan terdengar mengejutkan di telinga istrinya. *** "Leander, nikahilah gadis itu kalau memang itu keinginan kamu. Tapi tolong tanggalkan nama Adinata." Perkataan ayahnya terus menerus terngiang di kepala Leander. Untuk kesekian kalinya, orang tuanya kembali menentang rencana pernikahan mereka. Entah apa yang menyebabkan orang tuanya tidak menyukai Becky, Leander tidak mengerti. Tapi belum pernah ayahnya sampai semarah itu padanya, sampai meminta dia melepaskan nama keluarga. "Axel ..., Sayang ..., kamu dengerin aku nggak sih?" tanya Becky kesal. Dia sudah berbicara panjang lebar sejak tadi, tapi Leander sama sekali tidak menanggapi perkataannya. "Sorry," balas Leander dengan senyum dipaksakan. "Kamu tanya apa tadi?" "Aku tadi bilang, kalau aku dapat tawaran berduet dengan penyanyi asal Thailand. Album kami nanti akan digarap oleh label besar di Singapura. Prospeknya bagus, Sayang. Gimana menurut kamu?" tanya Becky sambil bergelayut manja di lengan kiri Leander. "Kalau kamu suka, terima aja. Ini mimpi kamu sejak lama 'kan?" "Iya. Padahal tadinya aku berharap kamu yang bakal orbitin aku buat go international," ujar Becky sedikit merajuk. Wanita muda ini begitu terobsesi untuk menjadi penyanyi kelas internasional. Padahal di usianya yang baru 30 tahun, Becky sudah menjadi seorang diva Indonesia. "Aku 'kan udah pernah bilang, kalau Chord Music belum punya rencana untuk menembus pasar luar. Kami mau memperkuat pasar lokal dulu." Leander bergerak mengambil remote dan mematikan televisi yang sejak tadi menyala namun tidak ditonton oleh mereka. Dia mengangkat kakinya ke atas coffe table di depannya, dan menyandarkan tubuhnya di sofa apartemen milik Becky. "Abis kamu juga sih. Terlalu asik sama peran sebagai produser, coba kamu ikut ambil bagian di manajemen Chord Music, kamu pasti bisa atur kebijakan kamu sendiri." Becky mulai membuat gerakan kecil memainkan lengan atas Leander. "Becky, kamu tahu passion aku di musik, dunia aku ya seperti ini." Leander menutup matanya, lelah dengan pembicaraan ini, lelah dengan pikirannya sendiri. Sejak lulus dari sekolah musik, dia memang hanya ingin menjadi seorang produser. Tapi mengingat Chord Music adalah label rekaman milik ayahnya sendiri, otomatis dia hanya bekerja menangani para musisi yang bernaung di bawah bendera Chord Music saja. "Iya, tapi ilmu bisnis kamu jadi sia-sia, Axel. Kalau kamu cuma mau berkutat sama musik, ngapain kamu ambil S2 bisnis jauh-jauh di London?" Nada bicara Becky mulai berubah, tidak lagi semanja tadi. "Karena suatu saat aku harus gantiin posisi Papa," balas Leander datar. "Kenapa nggak mulai dari sekarang aja?" tuntut Becky. "Becky ..., Papa itu masih hidup. Jadi selama Papa masih hidup, cuma beliau yang pantas jadi CEO di Chord Music." Kadang Leander tidak mengerti dengan Becky yang begitu terobsesi dengan kariernya padahal dia sendiri sangat menikmati kesibukannya sebagai produser sampai saat ini. "Tapi kamu 'kan bisa pegang posisi President, atau minimal Vice President. Bukannya malah sibuk ngurusin urusan remeh, sementara urusan penting malah kamu kasih ke orang lain." Becky kesal dengan Leander yang kariernya begini-begini saja. Sudah enam tahun sejak kepulangan mereka dari London, tapi sampai hari ini tidak ada yang berubah. Usia Leander sudah 34 tahun, tapi belum memiliki posisi penting dalam manajemen Chord Music. "Becky, udah ya? Kamu selalu bahas masalah ini. Aku capek. Kepala aku juga lagi pusing." Tanpa sadar Leander memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Tapi bukan Becky namanya kalau dia menyerah dengan rela dalam suatu pembicaraan, yang ada dia akan marah dan mungkin akan merajuk selama berhari-hari. "Ya udah, terserah kamu aja!" Becky berdiri dan berjalan meninggalkan Leander, menuju sofa merah kesayangannya di sudut yang lain. "Becky ..., ada sesuatu yang harus kamu tahu." "Apa?" Leander memutuskan untuk menceritakan tentang pertengkarannya dengan sang ayah. Suasana hati mereka sudah terlanjur berantakan. Becky juga sudah terlanjur merajuk. Jadi sekalian saja dia sampaikan saat ini juga. Hening selama beberapa saat setelah Leander bercerita. "Kalau gitu kita nggak bisa menikah, Axel!" ujar Becky mantap. Gadis itu tetap duduk dengan tenang di sofa merah kesayangannya, bergelung dengan bantal bulu yang mewah. Leander cukup terkejut mendengar reaksi Becky. Padahal dia sudah setengah mati memikirkan cara terbaik untuk menyampaikan hal ini dari beberapa minggu yang lalu. Dia khawatir Becky akan mengamuk atau menangis seperti biasanya ketika berkali-kali mendapat penolakan dari kedua orang tua Leander. Tapi untuk pertama kalinya Becky terlihat sangat tenang. "Kamu yakin?" tanya Leander. Dipandanginya Becky yang sekarang malah sibuk dengan ponselnya. "Memangnya kita bisa apa, Axel? Kamu nggak mungkin memutuskan hubungan dengan keluarga kamu, 'kan?" balas Becky datar. "Jadi mau kamu gimana?" Leander mencoba meminta pendapat Becky. "Kita jalanin aja dulu seperti ini," jawab gadis itu tanpa mengangkat wajahnya dari ponsel. "Sampai kapan Becky?" Leander mulai kehilangan kesabaran karena sikap Becky yang terlihat tidak peduli. "Sampai orang tua kamu merestui kita, mungkin ...?" tanya wanita itu sangsi. "Caranya?" tanya Leander gusar. "Kalau kamu lupa, udah empat tahun kita mencoba dan mereka tetap nggak bisa terima hubungan kita, Becky! Sementara Mama mulai gencar mendesak aku buat menikah." "Aku rasa wajar Tante Adelia maksa kamu buat cepet nikah, umur kamu udah siap banget buat menikah," balas Becky sinis. "Itulah yang jadi pikiran aku, Becky. Umur kamu juga udah 30. Mau sampai kapan kamu nunggu?" "Nggak tahu, Axel. Aku juga mulai capek dengan semua ini. Tapi aku juga nggak bisa biarin kamu mutusin hubungan sama keluarga kamu." "Tadinya aku kira kamu bakal minta aku tetap menikahi kamu dan melepas Adinata dari nama aku," ujarnya heran. "Aku nggak bisa, Axel," balas Becky datar. "Aku nggak akan minta hal semacam itu." Axel Leander Adinata. Tanpa nama Adinata, apa artinya kamu? Leander memerhatikan raut wajah Becky yang tidak terbaca. "Axel, aku rasa lebih baik kamu nikah aja sama wanita lain yang sesuai dengan kriteria orang tua kamu. Cari wanita yang bisa mereka terima." Tiba-tiba Becky mengungkapkan gagasan yang mengejutkan. "Kamu mau mengakhiri hubungan kita?" tanya Leander tidak percaya. "Nggak juga. Kita akan tetap berhubungan seperti sekarang. Kamu cuma perlu menikah, memberikan menantu buat orang tua kamu. Tapi jangan jadikan wanita itu sebagai istri dalam hati kamu, karena cuma aku yang boleh ada di sana," balasnya santai. Ucapan Becky yang terdengar sangat gila membuat Leander tercengang. "Ini gila, Becky! Jangan minta aku untuk mempermainkan sebuah pernikahan!" Emosi Leander mulai naik. "Apa kamu melihat jalan lain selain ini? Kalau kamu tetap ingin kita bersama tanpa merusak hubungan dengan keluarga kamu, aku rasa ini solusi yang baik." Leander beranjak dari sofa dengan kesal. Bicara dengan Becky sama sekali tidak memberinya jalan keluar, bahkan hanya menambah kepusingannya saja. "Mau kemana?" tanya Becky yang melihat Leander berlalu begitu saja. "Pulang!" balasnya kesal. *** --- to be continue ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD