bc

SEPEKAN (A WEEK)

book_age12+
257
FOLLOW
1.1K
READ
zombie
brave
student
serious
realistic earth
like
intro-logo
Blurb

(SELESAI)

Reyga terkurung di dalam Jakarta yang telah diisolasi karena wabah mengerikan yang menyerang! Para manusia terinfeksi virus aneh yang merubah mereka menjadi monster kanibal!

Sebenarnya apa yang telah terjadi?

Dan mampukah Reyga keluar dengan selamat?

---

Cover : Canva.

chap-preview
Free preview
AWAL (1/3)
Jakarta, 2023 Bulan Februari, seharusnya Reyga menyibukkan diri untuk mempersiapkan ujian nasional yang selalu diselenggarakan pada siswa tingkat akhir sekolah menengah. Sudah pasti ia akan sibuk bimbel. Belajar dari pagi hingga malam. Belum lagi dengan Try Out yang diselenggarakan oleh Sekolah. Padat pokoknya. Namun saat ini ia hanya berkeliaran di sepanjang jalan sambil mengulum permen. Dan seharusnya ia mengenakan seragam sekolah, anehnya ia malah mengenakan celana jins, kaos hitam dilapisi jaket berwarna biru, mengenakan topi, serta masker yang menutupi sebagian wajahnya. Ia mengendarai sepeda menyusuri jalan yang sepi namun padat. Mobil-mobil terparkir di jalanan dengan posisi yang tidak beraturan. Sebagian besar, kaca jendela mobil-mobil itu pecah dan badannya telah penyok pada berbagai sisi seperti terkena hantaman keras. Ia menghindari setiap mobil, dan terus melaju kencang tanpa ada siapa-siapa yang menghalanginya. Tidak ada siapa-siapa selain kendaraan di jalanan yang berantakan itu. "Assalamualaikum," sapanya setelah memarkir sepeda di depan sebuah swalayan yang kaca jendelanya pecah, dengan lubang yang besar seperti ukuran pintu. Namun Reyga cukup sopan dengan masuk melalui pintu toko yang mengharuskanya berjalan lebih jauh beberapa langkah. Tidak ada siapa-siapa di dalamnya. Ia berjalan santai sambil membawa keranjang belanjaan, kemudian memasukkan berbagai macam camilan ke dalamnya. Cokelat, roti lapis, keripik kentang, mie instan, sosis serta beberapa air mineral dan juga soda. Langkah Reyga terhenti, ia menengadah ke salah satu lampu swalayan yang berkedip-kedip. Mungkin lampu itu akan segera mati. Terdengar suara geraman. Samar-samar. Reyga yang tersentak kaget segera memalingkan wajah ke arah sumber suara. Ia mundur selangkah, membelalakan mata ke arah sudut ruangan di balik meja kasir yang gelap. Terlihat bayangan hitam bergerak. "Te... terima kasih," gumam Reyga yang segera berlari keluar dari toko. Ia memasukkan semua barang-barang ke dalam ranselnya, lalu melempar keranjang belanjaan ke depan pintu toko. Ia menaiki sepeda, kemudian melaju pergi. *** Reyga telah menunjukkan kenekatannya. Yaitu menjelajah sampai Mesjid Istiqlal. Ia jarang memasuki mesjid itu jika bukan Lebaran bersama keluarganya. Namun ia nekat mencapai mesjid setelah mengamati kondisi selama kurang lebih dua hari. Dan ia berhasil mendapatkan yang ia harapkan. Ia menaiki bangunan sampai ke lantai paling atas, lalu duduk-duduk di sana sambil memakan roti lapisnya. Selama mengunyah ia mengamati keadaan di sekitarnya. Kota Jakarta yang sepi. Reyga menengadah ketika mendengar suara koak burung. Di kejauhan, ia memperhatikan segerombolan burung-burung terbang. Ia beralih melirik arlojinya. Waktu Dzuhur telah masuk. Ia segera meninggalkan tempat duduknya, kemudian melangkah untuk mengambil wudhu. Dalam keheningan bangunan mesjid, Reyga mengumandangkan adzan. Suaranya bergaung terpantul pada dinding-dinding bangunan. Namun tidak ada yang menyahut, dan tidak ada siapa-siapa yang datang bergabung untuk sholat bersama Reyga. Setelah sholat, Reyga menadahkan kedua telapak tangannya. Ia berbisik dalam hati, memberitahu Tuhan jika ia merindukan orang tuanya. *** Reyga mengayuh sepedanya meninggalkan mesjid Istiqlal. Dengan lihai ia melewati mobil-mobil yang terbengkalai di sepanjang jalan raya. Padahal tiga hari yang lalu jalan raya masih padat berpenghuni dan sering terjadi kemacetan yang membuat orang-orang bertemperamen tinggi. Tiba-tiba saja ia menghentikan sepedanya. Ia terdiam sebentar mengawasi sebuah mobil yang pintunya terbuka. Ia turun dari sepeda kemudian melangkah mendekati mobil yang menarik perhatiannya. "Wah," ia mengambil sebuah kotak, lalu membuka isinya. Ia memandang sebuah ponsel pintar dengan mata berbinar. "Hape merek impian," bisiknya sambil mengamati ponsel temuannya itu. Ponsel ini merupakan ponsel keluaran terbaru, baru diluncurkan tepat tiga hari yang lalu. Ia menyalakan ponsel itu, dan lucunya ponsel itu tidak menggunakan kunci sidik jari atau password apa pun. Mungkin pemilik sebelumnya juga baru membeli ponsel ini dan belum sempat mengotak-atik isinya, sayangnya si pemilik terpaksa meninggalkan ponsel baru ini begitu saja. Reyga tidak pernah berniat mencuri, kalau ayahnya sampai tahu, tentu saja ia akan dipukuli untuk membuatnya jera. Tapi barang elektronik di dalam mobil ini sudah tidak ada pemiliknya kan? Jadi tidak akan masalah jika ia mengambilnya. Selain ponsel, ia menemukan headset dan rokok elektrik. Ia ambil saja semuanya, lalu membuka ranselnya untuk memasukkan benda-benda itu. Tiba-tiba saja sekelebat bayangan hitam meloncat keluar dari mobil, menerkamnya. "Uwaa!" Reyga menjerit kaget dengan tubuh terbanting ke belakang. Ia menutup mata, kedua lengannya tersilang melindungi kepala, namun tidak ada yang terjadi. Ia mengira jika ia akan digigit dan dicakar habis-habisan. Tapi ini kan masih terang benderang, seharusnya mereka belum berkeliaran keluar. Dan sesuatu yang menahan dadanya bersuara. "Meong~." Reyga membuka mata, lalu ia menurunkan kedua lengannya. Seekor kucing gemuk berbulu hitam panjang memandangnya dengan pasang mata biru cerah. "Wah," Reyga segera bangkit duduk. "Kucing bule," katanya sambil terkagum-kagum memandang warna mata kucing itu yang biru terang. "Kamu selamat ya?" Si kucing hanya mengeong lemah. "Sudah berapa lama kamu sembunyi di dalam mobil?" tanya Reyga lagi. Ia segera merogoh ransel, lalu mengeluarkan sosis instan. Ia membuka bungkus sosis kemudian memberikannya kepada si kucing. Segera saja si kucing melahap sosis tersebut. Reyga mengamati sekitarnya yang sepi. Ia kembali beralih pada mobil dimana kucing tadi berada. "Pemilik kamu pasti orang kaya," kata Reyga sambil mengusap kepala si kucing. "Aku ambil hape dan berang-barang di dalamnya gak pa-pa ya?" Si kucing tidak merespon, tampak fokus mengunyah sosis. Reyga kembali membuka ponsel temuannya. Ia tidak terlalu berharap. Sejak tiga hari yang lalu komunikasi dan jaringan terputus. Ia membuka aplikasi kamera lalu memotret si kucing. "Keren!" seru Reyga, terpana melihat hasil jepretannya. "Kamu makin ganteng di kamera, Cing! Lihat kualitasnya! Jernih banget! Eh, kamu cowok kan?" ia buru-buru memeriksa dan si kucing mengeong galak. "Ehehe, maaf, cewek ya! Cantik kok, Cing!" kata Reyga sambil tertawa. "Aku kasih nama boleh?" Si kucing kembali mengeong, tampaknya meminta tambahan sosis bukannya merespon pertanyaan Reyga. "Aku kasih nama apa ya?" Reyga berpikir sebentar, pasang matanya berhenti pada bungkus sosis. "Fista!" serunya, memutuskan menggunakan nama merek sosis untuk si kucing. Si kucing mengeong, memaksanya untuk memberikan sosis lagi. "Bagus, suka kan namanya? Keren tuh, Fista! Yuk, ikut. Ntar kukasih sosis lagi!" Reyga bangkit berdiri sambil menggendong si kucing hitam, membawanya mendekati sepeda. Setelah tiga hari berlalu, setidaknya Reyga menemukan teman baru yang merupakan makhluk hidup. *** Reyga mempercepat kayuhan pedal sepeda melihat hari sudah semakin sore. Ia agak sedikit gugup karena baru hari ini ia pergi sangat jauh dari rumahnya. Ia mendadak mengerem sepeda ketika nyaris tertabrak keranjang belanjaan yang tergeletak di tengah jalan raya. Ia mengerjap kebingungan sambil bernafas cepat karena masih terkejut. "Maaf, Fis," bisik Reyga pada kucing barunya yang berada di dalam ransel. Pastinya si kucing juga merasa terkejut di dalam sana. Reyga masih bertanya-tanya mengapa keranjang belanjaan itu berada di tengah-tengah jalan raya. Ia menoleh ke samping, tepat pada swalayan yang ia masuki tadi pagi. Seharusnya keranjang itu berada di depan pintu. Ia ingat sekali jika ia melemparnya ke sana. Namun sore ini keranjangnya berada di tengah jalan raya, sekitar 2 meter dari depan pintu toko. Reyga menelan ludah. Ia menoleh ke sekelilingnya yang sepi. Dan ia merasa ada sinar aneh berkedip-kedip ke arahnya. Ia menolehkan kepala ke sana kemari mencari sumber cahaya, ia menemukannya. Ia menyipitkan mata pada bangunan lima lantai yang berada tak jauh di seberang toko. Sinar itu mungkin berasal dari sana. Atau itu hanya pantulan dari cahaya lampu? "Astaga," desisnya ketika menyadari langit semakin menggelap. Ia segera menaiki sepedanya, mengayuh cepat menuju rumah. *** "Selamat datang di rumah, Fista!" Reyga tidak pernah berbasa-basi seformal ini. Namun ia ingin menyambut kedatangan si kucing dengan resmi di dalam rumahnya. Setidaknya agar dia tidak lupa untuk bersikap waras. Fista duduk manis dengan eskpresi waspada karena mereka berada di dalam kamar kecil yang gelap, hanya berpenerangan lampu elektrik. Sementara jendela-jendela telah ditutup dan dipasangi papan. Reyga tidak terlalu pintar memaku, namun ia berhasil menutupi jendela-jendela di rumahnya dengan kayu-kayu yang bisa ia temukan. Asalkan semuanya tertutup. Maka rumahnya akan aman. Reyga berada di dalam kamarnya sendiri. Dengan kasur kecil untuk ukurannya, dan makanan instan berserakan di sudut ruangan. Ia sudah membereskan beberapa bungkus plastik sisa makanan sebelum magrib sehingga kamarnya jadi terlihat agak bersih. Karena masih agak paranoid, Reyga mengecek pintu kamarnya, untuk meyakini diri jika pintu sudah benar-benar terkunci dengan sempurna. Ia segera menyalakan beberapa ponsel. Ya, ia telah mengambil berbagai macam ponsel yang ditinggalkan, dan menghubungkan ponsel itu dengan kamera pengawas yang ia pasang pada setiap sudut rumahnya. Dengan peralatan ini ia bisa memantau keamanan rumahnya dengan baik. Tentu saja ia mendapatkan semua peralatan itu secara gratis di toko-toko elektronik. Padahal ia tidak pernah berpikir akan menggunakan benda-benda ini. Fista si kucing hanya diam mengawasi kegiatan majikan barunya. "Tuh, mereka sudah mulai muncul," bisik Reyga. Benar saja, suara erangan dan kegaduhan di luar rumah mulai terdengar. Namun suara-suara itu bukan suara tangisan yang meminta pertolongan. Melainkan suara kelaparan dari makhluk yang sudah tak berakal. Fista yang ketakutan segera bersembunyi ke dalam pelukan Reyga. "Gak papa," bisik Reyga. "Yang penting kita diam aja. Mereka gak bakal nemuin kita." Lalu ia mematikan lampu elektriknya sehingga ruangan menjadi gelap gulita. "Yuk, tidur." Satu malam lagi dimana Reyga tinggal sendirian dalam kota yang terkena bencana mengerikan. Setidaknya malam ini ia bersama dengan seekor kucing, teman barunya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Prince Meet The Princess

read
181.9K
bc

Dear Doctor, I LOVE YOU!

read
1.1M
bc

The Perfect You (Indonesia)

read
290.1K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
200.4K
bc

Bukan Ibu Pengganti

read
526.3K
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.8K
bc

True Love Agas Milly

read
197.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook