BELENGGU
Bab 6
Demian menyesap kopi yang disodorkan Daniel, sementara jemarinya mengetuk – ngetuk meja. Terlihat memikirkan sesuatu. Sementara Daniel masih terlihat sibuk membuat surat kontrak milik Zea dan agensinya.
“Demian, apa tidak masalah jika aku tetap membuat surat kontrak antara kau dan agensiku atas nama Zea?”
“Oh, tentu saja. Kau tidak perlu sungkan. Aku adalah klienmu, bisnis tetap harus berjalan, bukan?”
“Oke, kalau begitu aku hanya akan memberi diskon.” Daniel terkekeh, “Tapi kenapa Zea pergi tanpa menungguku? Apa dia tidak ingin melihat berapa feenya?”
“Jangan cemaskan itu, Daniel. Dia pasti setuju.”
Daniel berhenti setelah mengklik tombol save di laptopnya, ia menatap Demian dengan dahi menyatu, “Tidak biasanya dia begitu, dia sering rewel soal fee. Apa yang kau lakukan padanya, Demian?”
“Tidak ada. Aku tidak mengatakan apapun padanya. Mungkin karena kami sudah saling mengenal sebelumnya.”
Daniel mengangguk – anggukkan kepalanya, “mungkin saja, dan ini surat kontraknya. Kau tanda tangan di sebelah sini, dan lembar yang satu untukmu. Kau bisa mentransfer uangnya dalam waktu 24 jam. Jika tidak maka aku tidak menjamin kalau Zea tidak akan datang ke show milikmu.”
Demian membulatkan mata, menatap Daniel yang tersenyum sejak tadi, “tidak kusangka kau kejam sekali, Daniel.”
Daniel tertawa nyaring, menepuk bahu Demian dengan cukup keras, “bukankah bisnis harus berjalan, kawan.”
“Huh, sial.” Demian terkekeh mendengar Daniel mengulangi kalimatnya.
“Tapi Demian, kenapa kau tidak meminta Jovanca untuk menjadi model di acaramu nanti? Bukankah dia juga memiliki tubuh yang ideal? Wajahnya juga sangat cantik. Aku merasa Jovanca sangat pantas untuk tampil di acara show besar seperti itu.”
“Oh, bukan begitu. Hanya saja Jovanca tidak memiliki minat. Dia apoteker bukan model. Dia menyukai hal – hal yang berhubungan dengan ilmu pengobatan. Dia sangat tertarik terhadap sebuah penemuan. Dan karena itulah, aku bangga padanya. Dia wanita cerdas dan sangat mandiri.”
“Kau benar, Jovanca wanita hebat. Tapi Demian, apa kau memang menunda memiliki anak?” tanya Daniel sambil menyesap minumannya.
“Sebenarnya tidak, aku juga tidak mengerti mengapa sampai hari ini Jovanca belum menunjukkan tanda – tanda kehamilan. Kami sudah melakukan banyak konsultasi dan pemeriksaan medis. Semua baik – baik saja, kami sehat dan tidak bermasalah. Padahal aku berharap jika Jovanca memiliki bayi, mungkin dia akan merelakan pekerjaannya dan menjalani hari – hari sebagai seorang ibu.” Demian tampak termenung membicarakan hal itu.
“Mungkin belum waktunya, Demian. Kau harus lebih banyak bersabar lagi. Tapi apa kau menghendaki Jovanca berhenti bekerja?” Daniel meletakkan kopinya, menatap Demian dengan penuh rasa simpati.
“Ya, aku ingin dia berhenti. Aku merasa dia terlalu letih bekerja dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di sana. Dia pulang larut dan pergi pagi sekali.”
“Nah, kurasa itu jawabannya Demian. Istrimu terlalu lelah sehingga membuatnya sulit memiliki bayi. Seharusnya dia mempersiapkan tubuhnya dengan baik untuk bayi itu tumbuh.”
“Apa kau berpikir begitu?” Demian membalas tatapan Daniel.
“Kurasa iya.”
“Kau sendiri? Berapa anakmu sekarang? Aku bahkan tidak kau undang di pesta pernikahanmu.” Demian terlihat kesal. Dan Daniel membalasnya dengan senyum kecut.
“Pernikahan apa? Semua itu hanya formalitas.”
“Apa maksudmu?” tanya Demian.
“Ya, aku menikahi perempuan itu hanya untuk menyelamatkan harga dirinya. Juga nama baik keluarganya. Aku menikahinya karena lelaki selingkuhannya itu tidak mau bertanggung jawab. Kami menikah saat dia mengandung bayi lelaki lain.”
“Wah, itu luar biasa. Tapi bagaimana kau tahu itu bukan bayimu?”
“Jelas saja aku tahu, aku tidak pernah menyentuhnya. Aku sangat menghormati wanita, sekalipun ia kekasihku. Tapi apa yang ia lakukan di belakangku? Pernikahan bodoh itu hanya berlangsung selama lima bulan. Aku menceraikannya karena ternyata aku bukan malaikat pelindungnya. Aku tidak sanggup menerima kenyataan soal bayi itu. Ya, aku menceraikannya saat bayinya berusia satu minggu. Setidaknya bayi itu memiliki namaku di belakang namanya.”
“Astaga, Daniel. Aku tidak menyangka ternyata kau memiliki kehidupan seperti itu. Lalu apa kau tidak ingin menikah lagi?”
“Mungkin suatu saat nanti, tapi untuk sekarang aku hanya ingin fokus pada pekerjaan. Aku merasa menikah bukan perkara yang mudah. Aku menikmati kesendirian, tidak harus meluangkan waktu untuk berkencan. Aku bisa melakukan apa saja yang kusukai. Bukankah kau sendiri merasa begitu, Demian?”
Demian terdiam, merasa jika perkataan Daniel tidak sepenuhnya salah. Pernikahannya memang tidak sebaik yang dilihat orang lain. Demian merasa sedikit gagal mengatur Jovanca. Dia gagal mendirikan otoritas di dalam rumah tangganya sendiri. Buktinya Jovanca tidak mau menuruti keinginannya untuk berhenti bekerja. Demian merasa jika secara tidak langsung Jovanca sudah meninggalkannya.
“Kau benar, menikah membuatku terlibat dalam banyak hal. Aku jadi harus memikirkan soal hubungan kami, memikirkan mengapa dia begitu egois, memikirkan apa yang seharusnya ia lakukan terhadap seorang suami. Aku merasa jovanca bekerja bukan karena dia membutuhkan uang, tapi karena dia ingin dihormati. Itu yang pernah ia katakan, ia malu jika hanya di rumah dan menjadi seorang istri tanpa karier. Ah,benar-benar membuatku kehilangan akal.”
“Demian, kau harus mengalah jika ingin pernikahanmu berlanjut. Tapi bagaimanapun juga, aku bangga melihat Jovanca. Yah, sekalipun aku tidak begitu mengenalnya. Tapi dia wanita yang sempurna, Demian. Cintailah ia dengan sepenuh hatimu.”
“Aku mencintainya, Daniel. Bahkan sangat mencintainya.” Demian tersenyum, menyesap kopi terakhirnya dan meraih berkas yang tadi diberikan Daniel. “Aku akan mentransfer uangnya nanti malam, dan pastikan Zea datang besok ke kantorku untuk latihan di gedung atas. Mara yang akan melatihnya, dia assistenku.”
“Tentu, akan kusampaikan padanya nanti. Sampai jumpa, Demian.”
Demian mengangguk dan meninggalkan agensi Daniel dengan surat kontrak di tangannya.
....................................
Apa kau punya waktu malam ini, Zea? Tanya Demian melalui pesan ponselnya.
Ada apa? Kau ingin makan malam hari ini? Balas Zea dengan cepat.
Di mana kau tinggal? Aku akan datang menjemputmu sebelum pukul enam petang.
Hening...............
Kau mau datang? Baiklah, akan kukirim melalu peta. Kau ikuti saja jalan itu.
Demian menarik napas panjang, tidak menyangka jika Zea akan mengizinkannya datang. Wanita itu juga tidak menolak sama sekali ketika Demian mengundangnya makan malam. Apakah sebenarnya Zea masih menyimpan perasaan untuknya? Ataukah ini hanya dugaannya saja? Mengapa Zea begitu mudah menerima kehadirannya kembali setelah perpisahan yang begitu lama? Apa yang sebenarnya terjadi dengan wanita itu?
Ada begitu banyak pertanyaan di kepala Demian, terlebih lagi ketika Daniel mengatakan jika Zea adalah model terkenal di luar negeri namun kenapa ia kembali dan masuk ke dalam sebuah agensi? Demian merasa sudah terjadi sesuatu terhadap gadis itu. Dan bagaimanapun juga ia harus mencari tahu.
Hari masih belum terlalu sore ketika Demian melajukan mobilnya, ia tidak kembali ke kantor namun ia melajukan mobilnya ke arah yang berlawanan. Demian mengikuti peta lokasi yang dikirim Zea melalui ponselnya.
Rasa penasaran yang begitu besar terhadap Zea membuat Demian lupa, jika ia juga memiliki janji makan malam dengan Jovanca dan Aksa. Demian seolah tidak peduli, yang hanya ada di kepalanya hanyalah secepat mungkin menemui wanita itu. Cinta pertamanya. Ia tidak ingat lagi bagaimana perasaan Jovanca jika mengetahui ia diam – diam menemui mantan kekasihnya.