2 - The first meeting

1069 Words
Suara dentuman terdengar dari luar bangunan itu. Tiff tidak percaya saat ia mengetik nama Harshmead pada mesin pencarian dalam perjalanan pulang siang tadi menuju apartemen dan mendapati bahwa Harshmead adalah sebuah kelab elit di Jakarta. Memangnya dimana lagi cowok berengsek seperti Gilang akan bersarang jika bukan di kelab? Tiff melongokkan kepala ke kamar Em dan melihat kakaknya tertidur dengan kerutan di dahi. Ia lalu menutup pintu dan menuju kamar mandi untuk bersiap mendatangi tempat itu nanti malam. Dress berwarna hitam menjadi pilihannya malam ini untuk menampilkan lekuk indah tubuhnya, ditemani sepasang strap heels berwarna silver yang membuat kaki jenjang Tiff terlihat semakin seksi. Pada awalnya dress ini ia bawa untuk pesta lajang terakhir Em. Karena batal, tidak ada salahnya ia gunakan untuk mengerjai si berengsek itu. Tiff segera masuk dan matanya mencari keberadaan pria itu. Namun sekumpulan manusia yang berdansa di tengah ruangan membuatnya kesulitan. Ia mencari tempat paling strategis untuk memperhatikan semua orang yang ada disana, yaitu sudut ruangan kelab itu. Tiff mendecak kesal karena itu adalah meja VIP dan ia harus merogoh kocek lebih dalam hanya untuk meja itu. Ia menenggak minuman yang sudah ia pesan sampai habis. Vodca and Cranberries membantu pikirannya sedikit tenang. Hampir pukul sebelas dan ia masih juga belum menemukan pria itu. Tiff bahkan sudah mengusir secara halus lebih dari setengah lusin pria yang mencoba mendekati mejanya untuk mengajaknya menari atau hanya sebatas berkenalan. Saat ia hampir putus asa dan bergegas pulang tiba-tiba kerumunan di dance floor itu terbelah dan menampilkan sosok pria paling tampan yang pernah ia lihat. Pria dengan kemeja biru tua tergulung hingga siku dan dua kancing paling atas terbuka memperlihatkan sedikit bulu-bulu halus di dadanya. Pria itu memancarkan aura berbahaya, namun setiap wanita yang berada disana memandangnya dengan tatapan memuja. Termasuk Tiff. Tiff menggelengkan kepalanya menyuruh otak kecilnya fokus. Kemudian ia mengalihkan tatapan pada orang disebelah pria itu. Gilang. Keberadaan Gilang sama sekali tertutupi oleh pria disebelahnya itu. Apa dia yang wanita siang tadi bicarakan? Pria yang bernama Regan yang ingin sekali ditiduri oleh wanita itu. Yah, Tiff saja ingin jika seandainya bisa. Namun ia kembali mengingatkan dirinya bahwa targetnya adalah Gilang. Tiff memanggil waitress dan memesan minuman, kali ini ditemani kentang goreng agar ia tidak terlihat mencurigakan karena hanya berdiam diri disana selama dua jam tanpa memesan makanan apapun. Baru saja ia selesai memesan ketika ia melihat dua pria itu duduk tidak jauh dari mejanya. Well, malah bisa dikatakan sangat dekat karena kedua pria itu duduk di samping kanan mejanya. Tiga orang wanita menghampiri meja Gilang, dua wanita bergelayut di lengan kanan dan kiri pria bernama Regan dan satu wanita memeluk lengan kanan Gilang yang sukses membuat Tiff geram karena pria itu diam saja bahkan menikmati keberadaan wanita itu. Demi tuhan, seharusnya besok pria itu menikah dengan kakaknya! Seorang pria meletakkan pesanannya dan Tiff mulai menenggak minumannya lagi tanpa menyentuh kentangnya sama sekali. Tiff terus menatap Gilang menunggu saat yang tepat untuk mendatanginya. Namun tidak sengaja ia melihat Regan sedang memperhatikannya juga dan sukses membuatnya salah tingkah. Tiff kemudian menunduk dan merogoh smartphonenya dari slingbag. Berpura-pura mengetik sesuatu, dan menyibukkan diri pada timeline di Instagramnya. Sial! Mengapa ia terlihat seperti remaja yang tertangkap basah mencuri lembar jawaban ujian? Tiff lalu menutup aplikasi ** dan mencari informasi tentang direktur utama Blyhtes pada Google dan benar saja, nama Regan Narendra muncul pada halaman paling atas beserta foto yang diambil candid oleh wartawan. Tiba-tiba ia merasa gerah dan tidak tahan lagi duduk disitu karena Regan masih menatapnya saat ia mencuri pandang untuk mengecek keberadaan Gilang. Ia buru-buru memasukkan ponselnya, setelah menghabiskan minuman ia beranjak dari meja menuju toilet untuk memastikan riasannya masih sempurna. Dan riasannya memang masih sempurna, tentu saja, ia kan baru dua jam disana. Riasannya itu tahan untuk 6 jam bahkan seharian jika udara tidak terlalu panas. Itu hanya alasan Tiff untuk pergi menjauh dari tatapan pria itu. Namun betapa terkejutnya Tiff saat ia menemukan sumber kegelisahannya berada didepan pintu toilet wanita. Pria itu bersandar pada dinding  dan melipat kedua tangan di depan d**a. Tiff berpura-pura tidak melihat dan melewatinya dengan santai namun pria itu menarik lengannya. Kakinya terpaksa mengikuti langkah lebar pria itu menuju sebuah ruangan sepi, yang bisa ia simpulkan adalah sebuah kantor karena terdapat meja besar dengan seperangkat computer diatas meja itu. Tiff belum sempat menyuarakan kekagetannya saat tiba-tiba pria itu mencium bibir Tiff dengan kasar dan membuat kepala Tiff pening karenanya. Tanpa sadar Tiff membalas ciuman pria itu, atau mungkin dengan penuh kesadaran. Tiff tidak tahu lagi. Rasanya ini adalah ciuman terbaik yang pernah ia dapatkan dari orang asing. Ketika keduanya menarik diri untuk mengambil napas Tiff mulai mendapatkan akal sehatnya lagi. “Apa yang anda lakukan?” “Menurutmu apa yang aku lakukan?” Regan tersenyum dan mengangkat alisnya. “Bukankah ini yang kamu mau?” Tiff mengerutkan kening tidak mengerti ucapan pria itu. “Kamu berhasil merayuku.” Ucapnya tepat sebelum ia kembali menarik dagu Tiff untuk melanjutkan ciuman panas itu. Kali ini pria itu juga mengelus punggungnya yang setengah terbuka. Tangan yang lain meraba bokongnya dan berusaha menaikkan dress ketat itu. Tiff menarik paksa bibirnya. “Regan..saya tidak berusaha merayu anda.” Pria itu menatap Tiff dengan mata berkabut gairah. “Say my name again with your sweet mouth, babe.” Mata Tiff membulat sempurna karena menyadari kesalahannya.  Ia tidak sengaja mengucapkan nama pria itu. Sialan! Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, Tiff berniat segera kabur dari tempat itu dan meninggalkan Regan. “Oh, ayolah. Setelah kamu berhasil menarik perhatianku, sekarang kamu tidak akan mengambil kesempatan ini?” Tanyanya dengan angkuh. “Aku sangat selektif dalam memilih partner tidurku.” Kali ini Tiff mendengus dan melipat tangan didepan dadanya. “Oh ya? Jadi apa kriteria untuk menjadi partner tidurmu itu?” “Cantik, seksi, dan bukan karyawanku. kau sangat memenuhi kriteria.” Jawabnya dengan suara sedikit parau yang membuat bulu kuduk Tif meremang. Tif menggelengkan kepala, ia harus focus pada tujuannya untuk mendekati Gilang. Bukan pria ini. “Sayang sekali, karena aku tidak memenuhi kriteria ketiga.” “Kau bekerja di Blythes?” Tanyanya kaget. Tiff menggeleng. “Belum, tapi aku yakin akan bekerja disana secepatnya. Jadi kamu tidak bisa meniduriku hari ini.” Regan terlihat kaget sesaat namun dengan santai ia membalas perkataan Tif, “Bukan masalah. Aku yang akan memutuskan bahwa kau tidak akan bekerja disana.” Kali ini Tiff mengangkat bahunya “Kalau begitu, ini akan menjadi terakhir kali kita bertemu, Pak Regan yang terhormat.  Selamat malam.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD