Bab 7 - Pesan Ancaman

1452 Words
Setelah pesanan mereka datang, Devan kembali membuka suaranya. “Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan? Makanannya juga sudah datang 'kan?” “Sambil makan juga gak apa-apa kak. Santai saja dulu.” “Bukan apa-apa, tapi aku harus segera kembali ke kantor.” “Oke. Kalau begitu to the point aja ya sebenarnya aku mau nawarin kamu untuk jadi bodyguardku Kak karena sekarang aku sedang mencari orang untuk direkrut menjadi bodyguardku.” “Hm, sepertinya kamu menawarkan kepada orang yang salah. Aku sudah mempunyai pekerjaan, jadi aku tidak mungkin menerima tawaran itu. Lagipula kamu ini aneh-aneh saja, bagaimana bisa kamu menawarkan pekerjaan kepada orang yang sudah bekerja.” “Bukan begitu maksudku Kak. Huhh ... Aku tahu kamu sudah memiliki pekerjaan, maksudku kamu resign saja dari pekerjaanmu yang sekarang dan kemudian menjadi bodyguardku. Aku ingin sekali kamu menjadi bodyguardku karena kamu telah sering menolongku. Bagaimana?” “Aku tidak mau resign, aku sudah nyaman dengan pekerjaanku yang sekarang. Kenapa kamu tidak cari orang lain saja, yang benar-benar ahli di bidangnya.” “Tapi, Kak aku tidak mudah percaya dengan orang lain.” "Bagaimana denganku? Kenapa kamu bisa mempercayaiku? Kita saja baru beberapa kali bertemu.” balas Devan yang perkataannya ada benarnya. “Hm ... Menurutku kamu terlihat seperti orang yang baik, buktinya kamu selalu menolongku 'kan?” ujar Ara yang masih bersikeras untuk membuat Devan menjadi bodyguardnya. Bahkan mereka sampai melupakan hidangan yang tersaji di atas meja. “Karena itu pekerjaanku, menolong orang-orang yang sedang terancam keselamatannya. Tapi, maaf untuk kali ini aku tidak bisa membantumu. Aku permisi,” Devan sontak bangkit dari kursinya lalu pergi dari sana meninggalkan Ara. “Kak! Kak! Kak Devan! Aishh!! Kenapa dia malah pergi!”seru Ara dengan keras hingga membuat dirinya menjadi pusat perhatian di sana hingga pada akhirnya ia memilih untuk segera membayar semua makanan yang telah di pesan dan meninggalkan Kafe tersebut. *** Sementara itu Devan segera kembali ke kantor dan berniat menemui teman-temannya yang mungkin sedang makan siang di kantin kantor dan benar saja mereka sedang duduk di salah satu meja. “Woi bro! Udah pada makan aja,” sapa Devan dan langsung mengambil duduk di sebelah Arka. “Hei Dev! Kok udah balik? Katanya lagi ngobrol sama seseorang.” “Iya udah selesai kok.” “Sama siapa sih?” tanya James, teman sejawatnya juga. “Ara.” “Ara siapa lagi?” tanya Angga, pria satunya lagi yang paling tertua di antara mereka berempat. “Itu, gadis yang mengalami kecelakaan syuting film beberapa hari yang lalu Bang,” “Oh, yang hampir jatuh dari rooftop itu?” tanya Angga memastikan dan Devan sontak mengangguk. “Kenapa dia ingin bertemu denganmu? Apa yang dia inginkan?” tanya Angga kembali dan dua pasang mata lainnya tampak melirik ke arah Devan, menunggu Devan membuka suaranya. “Nanti ya aku cerita. Mau pesan makan dulu, lapar nih.” Sebelum menjawabnya, Devan bergegas untuk memesan makanannya dulu, pasalnya ia memang belum makan siang. Yang lain pun saling melempar pandangan sebelum akhirnya kembali menyantap makan siangnya. 15 menit kemudian, makanan Devan sudah tersaji di atas meja, dengan wajah yang tak sabaran Devan mengambil sendok dan mulai menyantap makan siangnya dengan lahap. “Dev, jangan lupa dengan ceritamu,” celetuk Arka. Yang disebut sontak mengalihkan pandangannya ke samping dimana Arka berada, “Sabar! aku juga baru makan.” “20 menit lagi selesai istirahat.” timpal James. “Nah, itu makanya aku selesaikan makan dulu.” ujar Devan karena mengingat teman-temannya yang lain telah menyelesaikan makan siangnya lebih dulu. “Oke.” Beberapa saat kemudian, Devan telah menyelesaikan makan siangnya. “Apa kamu bisa cerita sekarang?” tanya Angga. “Dia menawariku sesuatu,” “Menawari apa? Kalau cerita jangan setengah-setengah dong!” “Ya, aku memang belum selesai cerita Arka! Dengar dulu! Jadi, dia sengaja datang ke sini untuk menawariku menjadi bodyguardnya.” “Tunggu, tunggu! Kenapa dia bisa menawarkan pekerjaan itu padamu, sementara kamu 'kan sudah mempunyai pekerjaan tetap.” “Itulah yang aku bingung Bang, dia sangat menginginkanku untuk menjadi bodyguardnya. Dia bahkan menyuruhku untuk resign dari pekerjaanku yang sekarang. Ada-ada saja bukan?” “Terus kamu jawab apa?” tanya James. “Iya ngga maulah. Aku tidak mau resign dari pekerjaan dan teman-teman yang sudah sangat kucintai ini.” “Hm, tapi bukankah gaji bodyguard artis itu sebanding atau mungkin lebih besar dari gaji kita sekarang ya? Apalagi tugasnya ya kurang lebih sama saja menjaga keselamatan orang-orang, Namun, kalau bodyguard bedanya hanya menjaga satu orang saja.” “Iya, kamu benar James. Tapi, aku tidak tertarik.” “Ya, itu terserah kamu sih karena itu hakmu.” “Jadi, setelah kamu menolak tawarannya, kamu langsung pergi meninggalkannya?” tanya Angga dan diangguki oleh Devan sebagai jawaban. “Wah, kurasa kamu sudah keterlaluan. Tadi kata Wahyu dia sudah menunggumu satu setengah jam di sini, bahkan kamu belum bertemu setengah jam dengannya, kamu sudah pergi.” Angga mengangguk menyetujui perkataan Arka. “Tapi Dev! Kenapa kamu ngga terima saja tawaran darinya. Lagipula gadis itu tampaknya butuh pelindung yang selalu berada di sisinya. Dan soal kenapa dia memintamu untuk menjadi bodyguardnya, mungkin karena dia sudah mempercayaimu.” “Itulah yang aku bingung Bang, kami baru beberapa kali bertemu, bagaimana bisa dia mempercayai orang asing baginya begitu saja.” “Mungkin dia menyukaimu.” Tiga pasang mata lainnya sontak mengalihkan pandangannya pada Arka yang baru saja mengeluarkan suara dengan entengnya. “Kamu mulai berkata sembarang. Itu tidak mungkin.” “Bisa saja, semua itu tidak ada yang tidak mungkin.” balas Arka enteng. “Ya udah, sekarang kamu coba pikir ulang saja lagi. Semua keputusan ada di kamu.” Devan mulai termenung, ia kembali teringat dengan Ara yang tampak sangat menginginkan dirinya menjadi bodyguard pribadinya. Sepertinya dia akan memikirkannya kembali nanti. *** Sementara itu Ara telah kembali ke apartemennya, ia membuang tasnya sembarang ke atas sofa lalu menjatuhkan dirinya ke sofa besar nan empuk tersebut. Suara helaan kasar terdengar keluar dari mulutnya. “Huhh ... Dasar pria yang menyebalkan. Kamu pikir aku akan menyerah? Aku tidak akan menyerah. Lihat saja nanti.” gumamnya sembari memjiit dahinya yang terasa berdenyut. Ting! Ara sontak mengalihkan atensinya pada sumber suara yang berasal dari dalam tasnya. Sepertinya ponselnya yang berbunyi menandakan ada notifikasi pesan masuk dari sana. Dengan malas, ia mencoba meraih tasnya yang tergeletak tak jauh dari posisinya sekarang. Setelah mendapatkan tasnya, ia mengeluarkan ponselnya dan mendapati sebuah notifikasi chat masuk dari nomor yang tidak dikenal. “Siapa lagi ini?” gumamnya lalu segera membuka isi chat tersebut. Matanya sontak melebar ketika mendapati isi pesan tersebut lalu sekian detik kemudian, ia kembali menyimpan ponselnya ke dalam tasnya dan bergegas keluar dari apartemennya. Setelah sampai ke tempat tujuannya, ia keluar dari mobil dan menatap gedung MH entertainment, agensi yang menaunginya lalu masuk ke dalamnya dengan langkah cepat. Saat tiba di depan pintu yang bertuliskan 'Manajer Ryan' ia angsung membukanya tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Orang di dalamnya reflek menatap ke arah pintu yang baru saja terbuka. “Ara, kenapa kamu ke sini?” ia berdiri lalu menghampiri Ara. “Aku ingin bicara denganmu kak.” “Oh, ya udah duduklah di sana.” perintah Ryan pada Ara untuk duduk di sofa biru tua yang berada di sudut ruangan. “Kamu mau bicara apa Ra? Apa ini bersangkutan dengan bodyguard yang kamu inginkan?” Ara terlihat membuka tasnya dan mengeluarkan ponselnya. “Hm, sebenarnya tidak juga. Aku baru saja mendapatkan pesan pembunuhan lagi. Lihat ini.” Ara menyerahkan ponselnya yang masih menampilkan chat yang berisi pesan pembunuhan yang dilayangkan kepadanya beserta sebuah foto yang bertuliskan “You will die!” ditulis dengan tinta merah yang seperti menyerupai darah. Ryan tampak membaca isi pesan tersebut dengan saksama. “Mau sampai kapan aku diteror seperti ini Kak? Aku ingin agensi segera mengambil tindakan yang tegas bagi orang-orang yang menyebarkan ancaman gila seperti ini, atau setidaknya aku butuh bodyguard untuk menjagaku.” “Hm, ngomong-ngomong soal bodyguard, apa kamu sudah mendapatkannya? Kalau belum, aku akan segera mencarikannya untukmu. Aku juga akan melaporkan ini pada petinggi agensi agar segera ditindaklanjuti. Jadi, kamu tidak perlu khawatir.” Sontak raut wajah Ara berubah menjadi cemberut. “Aku belum mendapatkannya.” “Jadi, bagaimana sekarang? Apa kamu mau aku yang carikan?” “Hm, jangan dulu deh Kak. Berikan aku waktu beberapa hari lagi untuk mencarinya.” “Kenapa kamu repot-repot mencari sendiri, sementara kamu sangat membutuhkannya sekarang.” “Karena aku sudah mendapatkan orang yang tepat, dan aku hanya tinggal membujuknya.” Ara lalu berdiri dan mengambil kembali ponselnya yang berada di atas meja. “Sudah dulu ya Kak, aku mau pulang.” “Kamu sama siapa ke sini?” “Sendiri.” “Hati-hati ya!” seru Ryan sedikit keras ketika Ara sudah menutup pintu ruangannya kembali.   TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD