Bab 6 - Penawaran

1577 Words
“Halo Ra, ada apa? Kamu ingin keluar? Kalau kamu mau keluar bawa saja mobilmu sendiri atau minta supirin sama Jenny asisten kamu itu. Dia udah pulang 'kan?” “Aduh kak, siapa yang mau keluar. Aku mau bertemu sama kamu, ada yang mau kubicarakan kak.” “Ya, itu artinya kamu akan keluar 'kan untuk ke agensi?” “Kakak aja ke sini bagaimana? Ada hal penting yang ingin kubicarakan.” “Tidak bisa lewat telepon?” “Tidak. Aku tunggu di apartemen ya kak. Byee ....” “Halo! Halo Ara!” seru Ryan ketika sambungan telah terputus. Ia menatap nanar layar ponselnya yang telah menggelap. “Ada apa lagi dengan anak ini? Hmm ....” Ryan pun menutup laptop di depannya lalu segera keluar dari ruangannya. *** Selang beberapa menit kemudian, Ryan akhirnya sampai ke kediaman Ara dan kini ia tampak sedang duduk di sofa yang berbeda dengan Ara di ruang tamu. “Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan? Jangan lama-lama, aku harus kembali ke agensi.” “Iyaa. Hm, ya udah to the point aja ya kak, aku ingin memiliki bodyguard.” “Kamu yakin? Kalau memiliki bodyguard itu artinya kamu bersedia ada yang selalu mendampingi kamu selama jam kerja. Kenapa baru minta sekarang? Aku pikir kamu ngga suka ada bodyguard disekitarmu.” tutur Ryan lalu menyilangkan kakinya menjadi lebih santai. “Aku tidak masalah ada bodyguard di sekitarku. Tapi, kalau boleh aku akan mencoba mencarinya dan bila aku tidak menemukannya, kakak bisa membantuku untuk mencarinya.” “Memangnya kamu ingin bodyguard berapa orang?” “Satu saja kak.” “Apa cukup?” Ara mengangguk ribut sebagai jawaban. “Ya udah, kalau nanti kabarin lagi saja bila kamu sudah mendapatkan bodyguard atau belum.” “Oke Kak. Makasih atas pengertiannya.” “Ya udah aku balik ke agensi sekarang. Kamu jangan lupa istirahat dan pulihkan tubuhmu agar bisa beraktivitas kembali seperti biasa. Sudah mulai ada lagi beberapa tawaran film dan manggung untukmu.” “Siap. Thank you ya kak.” Ryan mengangguk lalu bangkit dari posisinya dan melangkahkan kakinya keluar apartemen bersama Ara yang mengantarnya hingga ke depan pintu luar. Setelah kepergian manajernya, Ara kembali duduk di sofa sembari menimang-nimang ponselnya. 'Aku harus cari bodyguard di mana? Apa aku harus meminta Kak Devan untuk menjadi bodyguardku? Tapi, apa dia mau? Kalau tidak mau, bagaimana ya?’ Ara tampak berdebat dengan pikirannya. Dan setelah berpikir sejenak ia bangkit dari posisinya lalu melangkah ke kamar untuk bersiap-siap. Ia ingin pergi ke kantor BASARNAS hari ini. *** Sementara itu Devan bersama tim SAR 115 lainnya tampak sedang berada di sebuah hotel yang mengalami kebakaran dan mereka bertugas untuk mengevakuasi orang-orang yang masih terperangkap di dalamnya. Devan beserta tim SAR lainnya dengan lihai memasuki hotel dan mencari orang-orang yang masih terperangkap di luar untuk segera di bawa keluar dan diamankan, sementara itu para petugas pemadam kebakaran juga ikut turut memadamkan api yang sumber api tampak berasal dari lantai 8. Setelah dua jam aksi evakuasi dan memadamkan api dilakukan, akhirnya semua orang di dalam hotel selamat dan api bisa dipadamkan, beruntung api belum menjalar kemana-mana dikarenakan tim pemadam kebakaran dan tim SAR yang datang tepat waktu dan cepat menanggani. Sementara itu Ara terlihat sudah menginjakkan kakinya di depan kantor BASARNAS. Ia membuka kacamata hitamnya lalu mengantungkan di leher kaosnya. 'Jadi ini kantornya. Oke, mari temui dia.' Dengan langkah menyilang bak model, Ara memasuki kantor tersebut hingga membuat beberapa pasang mata di dalam tampak memperhatikannya. Ketika ia tiba di dalam, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, berharap bisa menemukan orang yang sedang di carinya. Namun, ketika ia menemukan seorang operator yang sedang bertugas di sana, tanpa basa-basi segera menghampirinya. “Permisi Mas,” “Iya Mbak, ada yang bisa saya bantu?” tanya pria dengan model rambut undercut itu ramah pada Ara. “Oh iya tentu. Ini saya ke sini sedang mencari Kak Devan. Apa dia ada di sini?” “Oh, Devan sedang tidak ada di sini. Dia sedang bertugas di sebuah hotel di jl kasuari.” “Ohh begitu. Kira-kira kapan dia akan kembali ke sini ya Mas? Saya harus bertemu dengannya.” Pria itu tampak memeriksa jam tangannya. “Hm, saya tidak bisa memastikan ya Mbak, karena biasanya upaya evakuasi bisa memakan waktu yang lama tergantung dengan masalah yang di hadapi. Tapi, biasanya setelah mereka selesai, mereka akan segera kembali ke kantor. Mungkin 1 jam lagi tepat saat masuk jam makan siang.” Ara sontak memeriksa ponselnya yang masih menunjukkan pukul 11 siang. “Oh, begitu. Hm, apa saya boleh menunggu di sini?” “Iya boleh Mbak, silakan menunggu di kursi tunggu yang telah di sediakan di sana ya Mbak.” tutur pria itu dengan gesture tangannya yang tampak mengarah ke arah kursi tunggu yang berada di seberang meja operator. Ara mengangguk paham. “Baiklah, makasih ya Mas.” “Iya, sama-sama Mbak.” Ara mengambil duduk di salah satu kursi lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya berniat untuk menghubungi Devan. “Pantesan dari tadi dihubungi ngga di jawab ternyata lagi jalanin tugas. Apa aku harus kembali menghubunginya sekarang? Apakah tugasnya sudah selesai sekarang?” ia menimang-nimang ponselnya hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk kembali menghubungi Devan. “Ih, kok sekarang malah ngga aktif sih. Nyebelin banget. Nunggu satu jam itu lama tahu!” Ara dibuat kesal sendiri jadinya, ia mengerucutkan bibirnya dengan alis yang menukik lalu lebih memilih untuk membuka sosial media, ia bingung harus melakukan apa lagi di sana selain duduk menunggu. Menunggu itu sungguh membosankan. Satu jam kemudian, “Mbak! Mbak!” seorang pria terlihat menepuk pelan bahu Ara. Ara yang sudah tertidur sontak membuka matanya dan mengucek matanya, lalu mendongak menatap pria yang baru saja menepuknya itu. “Oh iya ada apa ya Mas?” tanya Ara dengan mata yang menyipit dan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul. “Maaf mbak saya perhatikan dari tadi mbak menunggu di sini sampai ketiduran. Apa ada yang bisa saya bantu mbak?” “Oh ini Mas, saya sedang menunggu Kak Devan. Tadi saya udah tanya ke operator katanya Kak Devan sedang menjalankan tugas dan mungkin akan kembali saat makan siang. Jadi, saya memutuskan untuk menunggu di sini. Hm, apakah saya menganggu di sini?” “Oh, tidak mbak. Saya justru berpikir bila Mbak sedang membutuhkan pertolongan.” “Oh begitu. Oh iya apa tim yang bertugas belum kembali ke sini?” “Hm, sepertinya belum, mungkin sebentar lagi karena sekarang sudah masuk jam makan siang. Kalau begitu saya permisi ya Mbak,” tutur pria itu sembari berpamitan dengan senyum kecilnya. “Iya Mas, terima kasih." Setelah kepergian pria itu, Ara tak sengaja menatap ke arah pintu masuk kantor. Ia mendapati segerombolan orang yang baru saja masuk, sepertinya tim yang bertugas sudah kembali ke kantor dan dengan cepat Ara menemukan keberadaan Devan di antara orang-orang tersebut. Dengan senyum merekah, Ara menunggu di sana, menunggu Devan melangkah ke arahnya. Dan benar saja saat melewati kursi tunggu Devan berhenti ketika melihat Ara. “Eh, kamu! Ngapain kamu di sini?” tegur Devan. “Aku dari tadi nungguin kamu tahu Kak! Kamu lama banget baliknya.” “Kamu nungguin aku? Untuk apa?” tanya Devan dengan dahi yang mengerut. “Ada yang ingin aku bicarakan. Apa kamu ada waktu?” tanya Ara dengan senyum manisnya menatap pria tampan yang lebih tua dua tahun darinya itu. “Hm, kurasa tidak. Aku akan makan siang sekarang dan setelah itu akan ada rapat dengan rekan lainnya. Jadi, maaf aku harus pergi sekarang.” 'What! Dia langsung meninggalkanku begitu saja?' Senyum manis Ara sontak luntur, “Kak! Kak Devan!” seru Ara dengan keras mencoba memanggil Devan yang sudah berlalu dari hadapannya. “Aishh ... Nyebelin banget sih. Ngga tahu apa kalau aku udah nunggu lama.” Ara menghentak-hentakkan kakinya dengan tangan yang bersedekap di d**a yang menunjukkan kalau dia sedang kesal sekarang. Sementara itu Devan sedang berjalan ke arah dapur kantor dan tak sengaja berpapasan dengan Wahyu, salah satu operator yang sempat berbicara dengan Ara tadi. “Eh, Dev! Sudah balik?” “Iya Bang, barusan.” “Ohh. Oh iya kamu udah bicara sama perempuan yang nunggu di kursi tunggu?” “Maksudmu Ara Bang?” “Hm, aku tidak tahu namanya. Tapi katanya tadi dia mau bertemu denganmu, ada yang mau dibicarakannya. Dia udah nunggu kurang lebih satu setengah jam loh di sini.” “Dia udah datang dari tadi?” “Iya, kalau ngga salah tadi dia datang jam 11 dan sekarang sudah mau jam setengah 1.” “Oh oke. Makasih ya atas infonya Bang,” dengan langkah yang terburu-buru, Devan kembali berbalik arah dan sedikit berlari untuk kembali ke tempat Ara berada. “Ara!” panggil Devan pada Ara yang sedang melangkah menuju pintu keluar. Ara sontak mengehentikan langkahnya ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Dan ia ingat dengan suara ini. Ia pun berbalik dan mendapati Devan yang memanggilnya, dan Devan pun segera berlari menghampirinya. “Kenapa manggil aku? Katanya ngga ada waktu.” “Kenapa tidak bilang kalau sudah menunggu lama?” “Bagaimana aku mau bilang, kalau kamu sudah duluan pergi.” Devan menghela napasnya. “Ya udah aku minta maaf, jadi sebenarnya kamu mau ngomong apa?” “Hm, bagaimana kalau ngobrolnya sambil makan siang aja? Kakak belum makan siang 'kan?” “Belum sih, tapi boleh juga. Mau makan di mana?” “Kafe depan aja yuk.” Devan mengangguk. “Ya udah yuk.” Mereka berdua pun akhirnya keluar dari kantor dan pergi ke kafe di depan kantor untuk makan siang sembari mengobrol. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD