Bab 5 - Bodyguard?

1466 Words
Setelah makan siang, Ara dan Devan mengambil duduk sebentar di ruang tamu. “Duduklah dulu di sini sebentar, jangan terburu-buru untuk pulang. Lagipula sekarang masih jam makan siang.” celetuk Ara. “Sebentar lagi aku akan pergi dan lebih baik kamu juga istirahat, lihatlah kepalamu saja masih diperban, kamu harus banyak istirahat.” Devan berbicara sembari melirik kepala Ara yang masih dililit perban putih. Ara menyentuh perban putih di kepalanya. “Oh iya soal ini, terima kasih ya sudah menolongku untuk kedua kalinya.” “Iya sama-sama, itu memang sudah menjadi tugasku 'kan?” Ara mengangguk-anggukan kepalanya seraya menunjukkan senyum tipisnya. Devan pun berdiri, “Ya udah kalau begitu aku langsung pergi ya, kamu jangan lupa istirahat.” “Iya, aku akan tidur di sini nanti,” jawab Ara dengan sebelah tangannya yang tampak menepuk sisi sofa yang masih kosong. “Jangan tidur di sofa, badanmu bisa sakit-sakit semua nanti.” “Tapi, aku tidak ingin beranjak dari sini. Kamarku ada di atas.” Devan sontak mengikuti arah mata Ara yang menatap ke arah lantai atas. “Bilang saja kamu malas menaiki tangga.” Ara senyum karena tebakan Devan tepat, dan tanpa di sangka, Devan segera memposisikan dirinya berlutut membelakangi Ara, memberikan punggungnya pada Ara. “Ayo naik, biar kuantarkan ke kamarmu.” Mata Ara sontak melebar ketika mendapat tawaran menarik dari Devan. Tanpa berlama-lama Ara langsung naik ke punggung Devan lalu Devan pun membawa Ara yang berada dalam gendongannya menaiki tangga. “Kenapa kamu mau repot-repot mengendongku? Padahal kita belum lama kenal 'kan?” “Aku hanya tidak ingin berdebat dengan orang yang keras kepala, sudah dibilangin jangan tidur di sofa tapi masih juga kekeuh tetap ingin tidur di sana. Dasar keras kepala.” “Siapa yang sedang kamu sindir? Kamu menyindirku?” Devan tak menjawab dan tampak menunjukkan senyum sangat tipis dibalik Ara hingga akhirnya mereka tiba di anak terakhir menuju lantai atas. Devan menurunkan Ara ke atas ranjang lalu Ara mengambil posisi duduk. “Terima kasih ya Devan, oh iya maaf ya kalau aku boleh tahu berapa umurmu? Biar aku tahu harus memanggilmu apa.” “Oh iya umurku 26 tahun, jika aku lebih tua darimu, kamu bisa panggil aku Kak atau Abang.” “Oke, mulai sekarang aku akan memanggilmu Kak Devan. Aku lebih muda 2 tahun darimu.” Devan mengangguk paham. “Oke. Ya udah aku langsung pamit kembali ke kantor ya, jaga dirimu baik-baik, aku tahu kamu publik figur dan aku tahu tidak sedikit juga orang yang tidak menyukaimu dan ingin mencelakaimu. Jika kamu bisa menjaga dirimu sendiri, itu lebih baik.” “Hm, ya makasih atas nasihatnya. Sampai jumpa lain waktu.” Devan mengangguk dengan senyum tipisnya lalu bergegas keluar dari kamar Ara. Sepeninggal Devan, Ara sontak berdiri lalu melangkah ke balkon dan menatap ke bawah di mana Devan terlihat baru saja keluar dari apartemennnya dan terlihat sedang menstarter motor Kawasaki ninja berwarna merah hitam itu. 'Kenapa dia terlihat semakin keren dan tampan ketika menaiki motor itu.’ Tanpa disadari sudut bibirnya terangkat membentuk senyum manis. Setelah Devan meninggalkan kediaman Ara, Ara pun kembali ke atas ranjang dan beristirahat sesuai perintah dari manajernya dan juga Devan. *** Keesokan harinya Ting! Ara tersentak dari kegiatannya mencuci piring bekas sarapannya tadi ketika mendengar bunyi bel apartemennnya berbunyi. ‘Siapa pagi-pagi sudah berkunjung? Apa kak Ryan?’ batinnya dengan sebelah alis yang terangkat dan bibir sedikit mengerucut ke depan. Ting! “Ya, sebentar!” serunya sembari melangkah dengan ceapt hingga ke depan pintu. Ceklek! “Surprise!!!” “Ouu ... Hei guys, surprise apa ini? Kalian mengejutkanku.” tutur Ara ketika mendapat surprise dari teman-teman artisnya yang datang pagi-pagi begini untuk menemuinya. Mereka bertiga terlihat membawa dua buket buah dan dua buah totebag yang dirinya tidak tahu apa isinya. “Kami ke sini untuk menjengukmu, maaf kami baru bisa menjengukmu sekarang.” jawab Riri. “Iya kak, kemarin kami mau ke sini cuma aku ngga bisa karena ada pemotretan. Jadi, Kak Riri dan Kak Vela mutusin untuk ke sini hari ini biar bisa bareng-bareng ke sininya.” tambah Amel, yang paling bungsu di antara mereka. “Ohh, gitu. Ya udah yuk masuk.” Ara mempersilakan teman-temannya untuk masuk ke dalam apartemennya. Setibanya di dalam, Amel langsung mengambil duduk di sofa, sementara Riri dan Vela langsung menuju ke dapur. “Ra, kami ke belakang ya!” seru Vela. “Hm!” Ara hanya menjawab dengan deheman yang keras. “Kak, aku hidupin ya tv nya,” celetuk Amel yang sudah siap dengan remot tv di tangannya. “Iya hidupin aja Mel, aku ke belakang dulu ya.” “Oke kak Ara.” Ara tersenyum lalu melangkah ke belakang menyusul dua teman lainnya. “Hey! Lagi pada ngapain kalian?” sapa Ara seraya merangkul kedua temannya yang sedang berdiri di depan pantry. “Lihat apa yang kami bawa, ta-daa~~” Vela membuka totebag yang mereka bawa tadi dan sontak membuat Ara melebarkan matanya. “Wow! Donat! I like it!” “Kami tahu kamu suka banget sama donat, jadi kami beliin langsung sekali dua kotak. Biar mabok donat hahaha ....” ujar Riri diakhiri dengan tawa besarnya. “Asikkk! aku booking satu kotak ya,” “Ya ambil aja Ra, ini juga sebenarnya buat kamu. Ya udah yuk ke depan, si Amel pasti udah nungguin tuh.” “Oke.” Mereka pun akhirnya membawa sekotak donat dan juga es teh yang telah dibuat Vela dan Riri sebelumnya ke depan. “Mel, nyemil dulu jangan serius amat nontonnya.” celetuk Vela disertai kekehan di akhir perkataanya. “Woahh donat! Aku mauuu ....” Yang lainnya terlihat tersenyum ketika melihat yang paling kecil di antara mereka bersikap kekanakan seperti itu. “Ra, jadi gimana kabarmu sekarang? Kamu tidak memakai perban lagi di kepalamu. Apakah kamu sudah baik-baik saja?” tanya Riri sembari memperhatikan dahi Ara yang hanya ditempel plester. “Oh, ya perbannya memang baru aku buka pagi ini. Aku sudah mulai membaik kok, karena alhamdulilah cedera pasca kecelakaan itu juga tidak terlalu parah.” jawab Ara lalu mengigit donat dengan toping matcha yang sedang di pegangnya. “Oh, syukurlah kalau begitu. Kami bisa lega, aku tuh khawatir loh waktu tahu kamu kecelakaan tapi ngga bisa jenguk langsung karena sibuk.” “Iya sama, kebetulan lagi ada jadwal.” “Iya bener kata Kak Vela sama Kak Riri. Sore ini aja aku ada tanda tangan kontrak dengan salah satu produk skincare.” “Cielahh ... Si bungsu sekarang sibuk banget ya.” goda Vela. “Hahahaha ... Alhamdulillah kak banyak job.” “Kalian ngga perlu khawatir, aku baik-baik saja sungguh.” Ketiga temannya sontak menganggukan kepalanya paham. “Tapi, aku dengar dari kak Ryan kalau yang menolong kakak itu adalah pria dari tim SAR 115 lagi, pria yang sama saat menyelamatkan kakak dari kecelakaan syuting film tempo lalu?” “Iya, benar dia menyelamatkanku lagi untuk kedua kalinya.” “Hm, tapi kenapa dia bisa tahu kalau kamu sedang dalam kesulitan Ra?” tanya Vela. “Ya, dia tahu karena aku sendiri yang menghubunginya untuk minta pertolongan. Saat itu aku tidak tahu harus menghubungi siapa, aku benar-benar tidak bisa berpikir.” “Hm, begitu. Tapi, dia benar-benar datang ya, padahal itu malam banget ya,” “Iya Vel, itu makanya aku merasa sangat tersentuh dengan dedikasinya untuk menyelamatkan orang-orang yang sedang dalam kesulitan.” Yang lain pun mengangguk menyetujui. “Hm, Ra aku mau usulin sesuatu deh sama kamu. Apa kamu ngga ada niatan untuk cari bodyguard gitu? Yang bertugas untuk menjagamu 24 jam atau setidaknya dari kamu berangkat kerja sampai pulang kerja.” tutur Riri setelah beberapa saat. “Nah, benar tuh kata Riri. Soalnya di antara kita semua, kamu yang paling dikenal dan ngga sedikit juga yang tidak menyukaimu 'kan? Ya, namanya juga resiko orang terkenal, ya begitu. Jadi aku setuju banget dengan usulan Riri.” “Iya, aku juga setuju banget kak.” tambah Amel seraya mencomot satu donat lagi. Ara mengangguk-anggukan kepalanya. “Mungkin kalian benar. Tapi, di mana aku bisa mencari bodyguard?” “Minta tolong Kak Ryan carikan aja kak,” jawab Amel memberikan usul. “Iya, atau kamu mau cari sendiri juga bisa Ra dengan cara pasang post lowongan pekerjaan sebagai bodyguard beserta persyaratannya di semua akun sosial mediamu.” timpal Riri. “Atau mau nawarin ke penyelamat tampan yang telah menolongmu dua kali itu juga boleh, hihi ....” usul Vela yang sekaligus berniat untuk menggoda Ara dan Ara sontak menunjukkan reaksi malu-malu kucing, sudut bibirnya sedikit terangkat dengan semburat merah yang muncul di pipinya. “Eiyyy ... Apakah teman kita satu ini sedang jatuh cinta?” “Apaan sih Vel,” yang lain tampak tersenyum seraya menggelengkan-gelengkan kepalanya. “Ya udah nanti aku pikirin deh, makasih ya atas semua usulannya.” lanjutnya. “Oke, sama-sama.” “Yap kakak, pokoknya kakak harus punya pelindung.” TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD