Bab 13. Berbicara Pada Cassie Part. 2

1083 Words
"Ada apa, Lex?" lontar Cassie sambil mengamati raut wajah Alexa yang tampak canggung. "Cas." Alexa menjeda kalimatnya sejenak. "Aku ... sudah tidak ingin menyimpan apapun lagi darimu, tapi aku juga sudah membuat satu kesalahan yang sangat besar. Aku hanya takut, jika Kakek sampai mengetahuinya, maka Kakek akan ...." "Hei!" Cassie menepuk punggung telapak tangan Alexa agar sahabatnya itu sedikit lebih tenang. "Kau bisa mengatakan apapun padaku, oke? Setelah itu kita akan mencari solusinya bersama-sama, bagaimana?" Alexa menatap sang sahabat lalu menarik napas dalam-dalam. Ingin mempersiapkan dirinya atas reaksi Cassie nantinya setelah sahabatnya ini mendengar semua yang ia katakan. Sesaat, ia menghela napas berat sebelum ia membuka mulutnya. "Aku ... sudah tidur dengan seorang pria, Cas." "Apa?!" kedua mata Cassie sontak melotot tak percaya. Meskipun pergaulan bebas tanpa batas yang kadang keluar dari jalur norma sudah terbiasa dilakukan oleh para putra dan putri Milliuner yang tinggal di Kota Glasgow, namun baginya Alexa berbeda. Lagipula sahabatnya ini masih sering bertingkah seperti seorang gadis remaja gara-gara dimanjakan oleh kakeknya. Bahkan, saking polosnya— di saat Alexa baru pertama kali mengalami jatuh cinta, sahabatnya ini sampai tidak menggunakan kepintaran otaknya sendiri dan tetap bertekad untuk mempertahankan cintanya. Hal itu yang membuat Alexa pergi dari Mansion kakeknya dan memblokir nomornya. Karena ia dan kakek sahabatnya ini sudah bisa menilai siapa Davin. Karena ia terus mendesak Alexa agar membuka matanya dengan baik bahwa Davin bukan pria yang tepat untuk sahabatnya ini. Dari segi status keluarga, mereka bak langit dan bumi. Dan dari segi sikap, Alexa terlalu murni. Sementara Davin memiliki sikap manipulatif, baik di depan namun bisa menusukmu dari belakang. Dan sekarang Alexa berkata padanya kalau sahabatnya ini telah tidur dengan seseorang? "Siapa, Lex? Apa pria itu Davin? Apa dia yang telah memaksamu untuk melakukan hal itu?" Alexa seketika tersenyum kecut, kemudian menggeleng pelan. "Bukan, bukan dia!" sanggahnya. "Cas, semalam aku terlalu mabuk. Dan aku membayar seorang pria untuk tidur bersamaku." "Ya, Tuhan." Cassie reflek menepuk jidat mulusnya, sudah tidak bisa lagi berkata-kata pada Alexa. Ia bahkan tidak tahu apakah ia harus menangis atau tertawa setelah ia mendengar kepolosan sahabatnya ini. Well, selama ini ia sangat mengenal siapa Alexa. Bahkan sudah sangat lama mereka bersahabat baik, dan ia sudah menganggap Alexa seperti adiknya sendiri. Dan selama itu pula, ia tahu terkadang tingkah Alexa sama sekali tidak masuk akal. Sahabatnya ini bisa melakukan apapun di luar prediksi seseorang. Tapi membayar seorang pria demi merusak dirinya sendiri? Mem-ba-yar se-o-rang pri-a dan kehilangan vir-ginnya? Cassie termangu selama beberapa saat memikirkan hal itu. "Cas, Cassie!" panggil Alexa demi menyadarkan sahabatnya yang tampak shock. Tersentak, Cassie menoleh dengan tatapan kosong. Tidak, ia tidak bisa terus-menerus seperti ini. Saat ini Alexa sedang membutuhkan bantuannya. "Tung-gu! Tunggu sebentar, oke? Biarkan aku berpikir apa yang harus kita lakukan agar Kakekmu tidak mengetahui hal ini," cetusnya. Sejenak, ia menghela napas sambil menatap Alexa yang terlihat cemas. "Kau ... telah membayar seorang pria? Dan kini kau sudah ...." Cassie menunjuk ke arah pangkuan sahabatnya. Membuat Alexa sontak meringis namun tetap menganggukkan kepalanya. Melihat anggukan sahabatnya itu, Cassie pun menarik napas dalam-dalam. "Jadi kau sudah tidur dengan seorang gi—golo?" Ia lalu membuat isyarat tanda kutip dengan menggerakkan jarinya, "Dan kau tidak bisa meminta pertanggungjawaban darinya? Maksudku— tentu saja kau tidak bisa memintanya untuk bertanggungjawab padamu karena dia seorang gigolo dan dia tidak pantas untukmu." Sekali lagi Cassie menarik napas. Sementara Alexa justru menunduk lesu. "Kakek pasti akan sangat marah padaku jika Kakek sampai mengetahui apa yang telah kulakukan." "Tidak, Lex. Kau tidak bisa mengatakannya pada Kakekmu!" protes Cassie, karena ia tahu apa yang akan terjadi ketika Tuan Besar Arnold Wilson yang sangat berkuasa itu sampai tahu apa yang telah menimpa cucu kesayangannya. Pria berusia senja itu, pasti akan membunuh pria yang telah berani menyentuh Alexa. "Ini gawat, benar-benar gawat," desis Cassie. Ia lagi-lagi diam, namun sesekali melirik ke arah Alexa yang sedang menggigit bibir. "Lex?" Alexa mengangkat wajahnya, menatap Cassie dengan wajah lelah. "Bagaimana dengan pria yang telah mengantarmu pulang?" tanya Cassie. "Dia ... pria yang telah menghabiskan malam denganku," jawab Alexa dengan suara sangat pelan, nyaris tak terdengar. Cassie melongo mendengar jawaban sang sahabat, "Kau membawa pulang seorang gigolo ke Mansion ini?!" lontarnya shock berat. Alexa kembali meringis tanpa bisa menjawab pertanyaan itu. "Mungkinkah dia juga sudah memiliki nomor ponselmu?" Seakan menyadari kesalahannya, Alexa hanya bisa tertunduk di hadapan Cassie. Beberapa saat yang lalu, ia terpaksa memberikan nomor ponselnya pada Razor. Hal itu terjadi sebelum Razor memintanya untuk minum obat yang telah diberikan rumah sakit padanya. "Jadi pria itu telah memiliki nomor ponselmu?" sungut Cassie. "Dan pria itu juga mengetahui kalau kau adalah Cucu dari pria nomor satu di kota ini? Apakah dia mengancammu?" "Mengancamku?" Alexa tertegun sambil menatap pangkuannya. Mencoba mengingat kembali apa saja yang telah Razor katakan padanya sebelumnya. Selain memaksa untuk menjadi pria simpanannya, tidak ada satupun kata-kata pria itu yang terdengar seolah Razor sedang mengancam dirinya. Bahkan, pria itu ingin melindunginya dari Davin, dan Razor telah melakukannya sekali ketika mereka bertemu mantan tunangannya itu di depan unit apartemen yang ia sewa. "Tidak, Cas. Dia tidak pernah mengancamku. Dia sangat baik padaku," ujar Alexa. "Sebelum atau sesudah dia mengetahui kalau kau adalah Cucu pria nomor satu di Glasgow?" "Sebelum!" tukas Alexa cepat. Memang itulah yang ia ketahui dari Razor. Di balik wajah dingin pria itu, dan juga penampilannya yang terlihat mirip dengan seorang berandalan, Razor justru tampak tulus menyayangi dirinya. Persis seperti kakeknya. "Razor tidak mungkin ingin memanfaatkanku, Cas. Karena penghasilannya sebagai pria bayaran saja sudah cukup untuk membuatnya hidup dalam kemewahan. Pria itu bahkan menggunakan Lamborghini keluaran terbaru sebagai mobil pribadinya," imbuh Alexa lagi. "Seorang pria bayaran menggunakan Lamborghini?" kelopak mata Cassie sontak melebar, seolah ia telah salah mengartikan apa yang baru saja Alexa katakan padanya. Setelah beberapa saat ia memikirkan ucapan sahabatnya itu, Cassie kembali membuka mulutnya. "Lex, apa kau yakin kalau pria itu adalah seorang gigolo?" celetuknya. Alexa belum pernah memikirkan tentang siapa Razor sebelumnya, namun karena pria itu tidak menyangkal— ia pikir Razor memang pria bayaran. Seorang pria bayaran yang sangat sukses dalam profesinya. "Aku yakin!" seiring dengan itu ia mengangguk mantap. "Dia juga sudah membantuku menghadapi Davin," lanjutnya lagi. "Davin? Mereka sudah bertemu?" "Dia telah menungguku di depan unit apartemenku ketika aku pulang bersama Razor," terang Alexa. "Dia bertingkah seolah tidak pernah berselingkuh di belakangku selama ini. Dia bahkan menyalahkanku karena aku tidak menemuinya semalam. Tetapi Razor telah menendangnya." "Dia pantas mendapatkannya," dengus Cassie. Namun sesaat kemudian, ia langsung menatap Alexa dengan mata membola. "Pria itu ... maksudku pria yang telah tidur denganmu, dia telah menendang Davin?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD