Keesokan paginya, pagi-pagi sekali, Razor sontak terbangun saat suara nada dering ponselnya yang tergeletak di atas nakas samar-samar menyapa indera pendengarannya. Semalam ia yang telah meletakkan ponsel itu di sana setelah ia menghubungi Seth usai membersihkan tubuhnya.
Saat itu Alexa telah tertidur pulas. Wanita muda itu terlihat sangat kelelahan dan langsung jatuh tertidur begitu saja setelah ia mengakhiri permainannya. Terus tertidur meski Seth dan Ian sempat memencet bel kamar untuk mengantarkan pakaian gantinya begitu juga pakaian yang akan Alexa kenakan nantinya, karena ia yang telah membuat basah setelan yang melekat di tubuh wanita itu sebelumnya ketika ia meminta Alexa yang sedang mabuk untuk membersihkan tubuhnya hanya agar wanita itu bisa sadar sepenuhnya di saat ia akan menyentuhnya.
"Ada apa, Seth?" Razor mengangkat tubuhnya dari atas ranjang sambil menjepit ponselnya dengan telinga dan juga pundaknya. Sementara tangannya berusaha memindahkan tangan Alexa yang berada di atas perutnya. Tadi malam wanita itu terlihat seperti sedang bermimpi buruk, dan ketika ia mencoba untuk membangunkan Alexa, wanita itu justru memeluknya.
Setelah berhasil membebaskan dirinya dan turun dari atas ranjang, Razor bergegas melangkahkan kakinya ke arah balkon kamar. Ia membuka pintu balkon itu dan keluar ke teras balkon. Berdiri dengan bersandar pada pagar balkon hanya dengan mengenakan bathrope di tubuhnya. Mengacuhkan d**a bidangnya yang terpampang begitu saja.
Di bawah sana, beberapa orang sudah terlihat memulai aktifitas pagi mereka. Ia cukup beruntung karena kamar yang ia ambil semalam berada di atas lantai 20 hingga keberadaannya tidak terlalu diperhatikan oleh orang-orang yang sedang berlalu lalang di bawah sana.
"Bos, sesuai permintaan Bos, kami sudah menyelidiki tentang wanita itu yang sedang bersama Bos saat ini. Kecurigaan Bos ternyata benar, wanita itu bukan wanita yang berasal dari kalangan bawah, Bos. Dia ... cucu satu-satunya dari Mr. Arnold Wilson. Pria yang selama ini selalu bersikap buruk pada Bos."
"Cucu pria itu?" rahang Razor sontak mengeras setelah ia memastikan dugaannya melalui jawaban Seth. Semalam ia telah meminta pada bawahannya itu untuk mencari tahu tentang Alexa yang telah berani menawarnya di Klub Malam miliknya sendiri. Jika saja ia tidak tertarik pada wajah wanita itu yang sangat cantik, hanya dengan penampilan Alexa yang buruk—ia pasti akan mengacuhkan wanita itu. Siapa sangka keberanian wanita itu ternyata didukung oleh identitasnya yang tidak biasa.
Tapi ... apa yang Alexa lakukan tadi malam di Klub Malam miliknya? Mengapa wanita itu sengaja menutupi identitasnya sebagai cucu Arnold Wilson dengan mengenakan pakaian murahan?
"Aku sedang patah hati atau tidak, sama sekali tidak ada hubungannya denganmu."
Ucapan Alexa itu tiba-tiba terngiang-ngiang di telinganya. Kini ia ingat kalau wanita itu sepertinya sedang patah hati. Dan pria yang telah menyakiti Alexa kemungkinan tidak disukai oleh kakek wanita itu yang sangat arogan hingga Alexa terpaksa pergi secara diam-diam untuk menemui kekasihnya. Sialnya, wanita cantik itu justru harus menelan kekecewaan hingga membuat Alexa bertindak nekat ingin membalas perbuatan kekasihnya dengan menghabiskan malam bersama seorang pria. Dan ia bersyukur bahwa pria itu adalah dirinya.
"Apa rencana Bos sekarang?" tanya Seth dari seberang panggilan.
Razor tersenyum smirk, "Hmm, jika kujadikan wanita itu sebagai kekasihku, menurutmu kelak apa yang bisa Arnold lakukan padaku ketika dia mengetahuinya?" ujarnya.
"Bos ingin menggunakan Nona Wilson itu untuk membalas dendam pada Mr. Arnold?"
"Mengapa tidak? Akan kuhancurkan kesombongan pria itu melalui cucunya." Tak lama, Razor pun mengakhiri percakapannya dengan Seth setelah bawahannya itu menjelaskan padanya tentang alasan Alexa berada di Klubnya semalam.
Selesai berbicara dengan Seth di sambungan ponsel, ia kembali masuk ke dalam kamar. Meletakkan lagi ponselnya ke atas nakas kemudian merebahkan tubuhnya seperti posisinya sebelumnya di samping Alexa. Sudah lama ia mencari cara untuk membalas perbuatan Arnold padanya, dan sekarang ... tampaknya takdir baik sedang berpihak padanya.
***
"Sa-kit." Waktu telah menunjukkan hampir pukul 10 pagi saat Alexa terbangun dari tidurnya. Ia meringis ketika merasakan perih pada area intimnya, keringat sebesar biji jagung bahkan mulai bermunculan memenuhi keningnya.
Tatkala ia membuka matanya, kelopak matanya seketika melebar, mengetahui jika pria yang sudah memaksanya untuk berhubungan semalam kini sedang tertidur pulas di sampingnya dengan posisi menyamping menghadap dirinya hingga mereka saling berhadapan. Tidak hanya itu, lengan kekar pria itu saat ini sedang melingkar di pinggangnya.
Sesaat, ingatan tentang ia yang telah mencoba menerka usia Razor semalam, tiba-tiba berkelebat di dalam benaknya. Sejak semalam sebenarnya ia sudah mulai menduga-duga jika usianya dan usia pria ini terpaut cukup jauh. Meskipun baru tebakannya saja, namun Alexa merasa sangat yakin akan hal itu. Untungnya Razor tidak mengetahui tentang usianya. Dan Davinlah orang yang telah membuatnya hingga ia harus terjebak bersama pria ini.
"Mengapa hari ini aku harus kembali mengingat si b******k itu? Padahal semalam aku sudah melupakannya," sungut Alexa gemas. Lagi-lagi ia menatap Razor, mengamati wajah tampan pria itu yang terlihat sangat damai di saat Razor sedang tertidur pulas seperti sekarang. "Hebat sekali kau, Alexa Wilson," gumamnya pada dirinya sendiri sembari mengulurkan tangannya. Menggunakan jemarinya untuk mengusap hidung Razor yang ramping dan tinggi. Setelah itu ia memindahkan jemarinya ke bibir pria itu, bibir tipis yang telah menciumnya dengan sangat panas semalam. Ia sama sekali tidak tahu bahwa ciuman pria ini ternyata sangat memabukkan, mampu membuat sekujur tubuhnya seakan terbakar perlahan dari dalam.
"Andai aku tahu akan lebih mudah mencari pria yang tepat di saat aku sedang mabuk, aku pasti sudah lama meninggalkan b******n itu," gerutunya. Yang ia maksud di sini tentu saja Davin. Alexa mengenal tunangannya itu di saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Saat itu Davin masih kuliah, semester akhir. Melihat Razor, kini ia merasa bingung mengapa dulu ia bisa tergila-gila pada Davin hingga ia rela meninggalkan mansion kakeknya?
"Apa sudah puas menyentuhnya?"
"Eh?" Alexa sontak melotot, memperhatikan sepasang mata itu yang masih tertutup rapat. Seakan ia sedang bermimpi bahwa ia baru saja mendengar Razor telah berbicara padanya.
Tanpa ia duga, perlahan-lahan mata pria itu terbuka di hadapannya, membuatnya seketika terpaku. Tubuhnya membeku tanpa tahu harus mengatakan apa pada pria yang berada di sampingnya ini. Apalagi saat ini jari telunjuknya masih berada di bibir pria itu.
"Hmm, kau ingin menggodaku di pagi hari? Apa kau masih sanggup untuk membayarku?"
Alexa langsung menarik tangannya. Bersamaan dengan itu, rona merah mulai muncul di kedua pipinya. Ia memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan Razor yang tertuju padanya.
"Jadi sudah tidak bisa membayar?"
"Kau salah! Aku bisa membayarmu!" tegas Alexa sebal. Tanpa ingin menatap Razor sama sekali.
Razor mencibir sinis, "Sejujurnya aku meragukan hal itu," ujarnya. "Tapi tidak masalah, aku juga tidak membutuhkan uangmu. Sebagai gantinya, aku ingin kau menjadi kekasihku!"
"Apa?!" tanpa sadar Alexa menatap pria itu dengan wajah tak percaya. "Apa semalam kepalamu telah terbentur sesuatu? Dengar, ya? Aku tidak bisa dan tidak ingin menjalin hubungan lagi dengan seorang pria," tukasnya. "Dan juga, Kakekku pasti tidak akan menyetujuinya."
Razor mengangkat tubuhnya untuk duduk di atas ranjang. Lalu menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Ia juga melipat kedua tangannya di d**a dan kembali menatap Alexa yang kini telah ikut duduk bersamanya. Wanita itu menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos.
"Mengapa?" lontarnya, mencoba memancing Alexa agar wanita itu mau mengatakan apa alasannya hingga menolak untuk menjadi simpanannya.
"Aku tidak bisa menjelaskannya padamu." Sekali lagi Alexa menghindari kontak mata dengan Razor. "Lagipula untuk apa? Kau hanya seorang pria yang dibayar untuk memuaskan para wanita," gumamnya seraya menundukkan kepalanya.
"Keras kepala."
Alexa tertegun mendengar ucapan pria itu. Mungkin, kini Razor akan melakukan sesuatu padanya agar ia bersedia berbicara. Tapi ia akan terus menutup rapat mulutnya. Bukankah selama satu tahun ini ia telah berhasil melakukan hal itu terhadap Davin?
"Jika kau tidak bersedia untuk menjadi simpananku, bagaimana kalau aku yang menjadi simpananmu?"
Alexa reflek mengangkat wajahnya, menatap Razor dengan wajah tak mengerti.
"Dengan satu syarat!" Razor melanjutkan, "Hanya aku satu-satunya pria yang boleh menyentuh tubuhmu!"
"What?!"