Alexa mengepalkan kedua tangannya, tidak mengerti mengapa Razor tetap bersikeras ingin menjadi simpanannya.
Suasana di dalam kamar hotel menjadi hening selama beberapa saat hingga suara nada dering ponselnya berbunyi nyaring memecah keheningan itu.
Jantung Alexa langsung berdebar kencang, takut jika kakeknya yang sedang menghubunginya saat ini. Dengan terburu-buru ia turun dari ranjang dan menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia bahkan hampir terjatuh saat menginjakkan kakinya ke lantai. Terdiam sesaat, lalu meneruskan kembali langkahnya menuju salah satu sofa single yang terdapat di samping jendela. Tempat di mana tas miliknya berada.
Ia, merogoh isi tasnya itu. Saat Alexa telah menemukan ponselnya, ia justru tertegun ketika melihat nama seseorang yang terpampang di layar ponselnya itu. Davin, ia ragu untuk mengangkat panggilan dari pria itu. Membaca namanya saja sudah cukup membuatnya merasa mual.
Sebelum Alexa bisa memutuskan apa yang harus dilakukannya, Razor telah merebut ponselnya. Satu alis pria ini terangkat saat ia mengamati nama seorang pria yang tertera di layar ponsel Alexa. Dari ponsel, ia kemudian mengalihkan pandangannya pada wanita yang sedang berdiri termangu di hadapannya saat ini.
"Davin?" celetuknya, bertanya dengan nada datar, namun ada penekanan dalam suaranya. "Apakah pria ini adalah pria b******n yang telah mengecewakanmu semalam?"
Alexa memalingkan wajahnya tanpa ingin menjawab pertanyaan itu.
"Jadi kau patah hati hanya demi pria ini hingga ingin merusak dirimu sendiri?" sinis Razor, suaranya masih terdengar tenang, namun sorot matanya yang tajam terus menatap Alexa.
Alexa tetap bungkam, sama sekali tidak berniat membantah. Ia, tidak bisa mengatakan pada Razor betapa naif dirinya. Betapa bodohnya ia yang telah mempercayai Davin selama ini dan memberikan kesempatan pada pria itu untuk menyakiti dirinya.
Razor berjalan ke arah jendela, punggungnya menghadap Alexa. Memberi waktu pada wanita itu untuk mencerna kata-katanya. Padahal awalnya ia ingin menggunakan Alexa untuk membalaskan dendamnya pada Arnold Wilson, tapi sekarang ia malah bersimpati terhadap wanita itu.
"Apa yang telah dilakukan oleh pria ini? Apa dia sudah berselingkuh di belakangmu? Atau hanya memutuskan hubungan kalian secara sepihak?" tanyanya lagi, kini suaranya terdengar sedikit lebih lembut, hampir seperti bisikan.
Alexa masih bergeming, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia hampir tidak bisa menahan semua rasa sakit yang ia rasakan akibat pengkhianatan Davin padanya. Amarah menggelegak di dalam hatinya yang telah hancur berkeping-keping.
Sejenak, ia menarik napas dalam-dalam lalu memutuskan untuk membuka mulutnya. Ia, menceritakan semua yang terjadi pada dirinya kepada Razor. Dari awal pertemuannya dengan Davin, juga janji-janji manis pria itu yang kemudian terbukti palsu, termasuk perselingkuhan Davin—semua itu membuatnya lepas kendali hingga berbuat nekat dengan menyewa Razor untuk menghabiskan malam dengannya.
Razor mendengarkan tanpa ingin menyela, sesekali ia berdehem, menunjukkan bahwa ia masih memperhatikan. Ketika Alexa telah selesai mencurahkan rasa sakitnya, suasana di dalam kamar hotel kembali menjadi hening.
Razor membalikkan tubuhnya setelah beberapa saat, menatap Alexa dengan tatapan yang lebih lembut dari sebelumnya. "Jadi sekarang kau membencinya?"
Alexa mengangguk. Dengan punggung tangannya ia mengusap kasar air mata yang telah terlanjur membasahi pipinya. "Aku sangat membenci b******n itu," bisiknya.
"Aku mengerti." Razor tersenyum tipis. "Aku tahu perasaan itu." Ia lalu mendekati Alexa dan meraih tangan wanita itu kemudian menggenggamnya dengan lembut. "Aku ingin menawarkan sebuah kesepakatan padamu."
Alexa menatap pria itu dengan ekspresi bingung.
"Aku akan melindungimu darinya, tapi sebagai pria simpananmu. Kita juga tidak perlu melakukannya seumur hidup. Setelah kau merasa bosan, aku akan melepasmu."
Alexa terdiam, mencoba memikirkan tawaran Razor itu. Usulan pria itu terdengar ... gila. Tapi juga ... menarik. Ia membenci Davin, dan Razor telah menawarkan jalan keluar agar ia bisa terbebas sepenuhnya dari pria itu tanpa harus melibatkan kakeknya.
"Tapi bagaimana dengan Kakekku?" tukasnya ragu.
"Kakekmu tentu saja tidak perlu tahu tentang hubungan kita," Razor memotong. "Kita akan merahasiakan hubungan ini dan bertemu secara diam-diam."
Namun Alexa masih tetap merasa ragu. Di sisi lain, ia juga sudah tidak ingin lagi diganggu oleh Davin. "Baiklah," katanya akhirnya dengan suara yang sangat pelan, hampir tak terdengar. "Aku setuju."
"Kalau begitu, sekarang angkat panggilan ini!"
Alexa menatap ponsel miliknya yang disodorkan Razor padanya, "Untuk apa? Bukankah akan lebih baik jika kumatikan saja ponselnya?"
"Menghindar tidak akan pernah menyelesaikan masalah," ujar Razor. Setelah itu, ia lalu memencet tanda menerima panggilan dan segera menempatkan ponsel milik Alexa ke samping telinganya.
Alexa mendelik melihat sikap pria itu yang terlalu berani mencampuri urusan pribadinya. Namun Razor tampak tak peduli meski pria itu tahu bahwa ia tidak suka dengan apa yang pria itu lakukan.
"Kau terus saja berbicara sejak tadi, sebenarnya siapa kau?" kata Razor dengan nada dingin.
"Kau bertanya siapa aku? Kau sendiri siapa, b******k? Aku adalah tunangan Alex, di mana dia? Biarkan aku berbicara dengannya."
"Jadi kau tunangannya?" Razor melirik ke arah Alexa, "Kebetulan sekali, perkenalkan! Aku adalah pria simpanannya. Aku pikir dia sudah bosan padamu, karena itu sejak satu bulan yang lalu dia sering mengajakku untuk bertemu di belakangmu," imbuhnya. Di saat yang sama, ekspresi wajah Razor mulai menunjukkan kemarahan.
Alexa terus mengikuti perbincangan pria itu dengan Davin. 'Apa? Dia berkata kalau dia masih tunanganku? Bukankah semalam dia sendiri yang ingin memutuskan pertunangan kami dan mempermalukanku jika aku sampai masuk ke dalam room itu?' rutuknya dalam hati.
"Kau pria simpanannya? Apa kau bercanda? Wanita itu miskin, bagaimana mungkin dia bisa menafkahi seorang pria?"
"Jika pria simpanannya sepertimu, tidak hanya Alex, bahkan aku sendiri akan berpikir 1000 kali untuk mengeluarkan uangku dan memberikannya padamu. Hanya saja kau berbeda denganku, satu malam bersamaku, Alex berani memberiku 5000 pounds. Di sana perbedaan kita berdua. Jadi ... sebaiknya kau lupakan saja dia."
"Dia memberimu 5000 pounds? Dari mana dia memiliki uang sebanyak itu? Apa dia telah menggadaikan cincin tunangannya? Mana dia? Berikan ponselnya padanya."
'Cincin?' dari wajah Alexa, Razor menurunkan pandangannya ke tangan wanita itu. Di salah satu jari manis Alexa, ia menemukan sebuah cincin mungil tampak masih melingkar di sana. Membuat rasa cemburunya seakan ingin meledak. "Kau masih tidak mengerti rupanya, sebaiknya kau menjauhinya mulai hari ini. Karena jika aku sampai tahu kau masih mengganggunya, aku pasti tidak akan melepaskanmu."
"Hanya pria simpanan? Kau pasti tak lebih miskin darinya, 'kan? Apalagi kau hidup dari uang yang diberikannya padamu?"
"Setidaknya, uang yang ku miliki lebih banyak dari yang bisa kau hitung dengan otak kecilmu itu." Razor langsung memutuskan panggilan. Lagipula ia bukanlah type pria yang suka beradu mulut dengan pria lain. Semua masalah yang ia hadapi biasanya akan ia selesaikan dengan tinjunya. "b******k!" gerutunya kesal.