Bab 5. Razor Berubah?

1039 Words
Razor meremas ponsel Alexa, amarahnya masih membara hingga membuat hatinya seakan terbakar. Ia lalu menatap Alexa, wajah wanita itu juga memancarkan kemarahan, bibirnya bahkan tampak bergetar. Cincin di jari manis Alexa—yang merupakan bukti nyata pertunangan wanita itu dengan Davin—menggelitik sesuatu di dalam dirinya. Bukan hanya rasa cemburu, tapi juga rasa kasihan. Ia telah berjanji akan melindungi wanita ini. Tapi ia juga telah memanfaatkan rasa sakit Alexa. "Aku tidak menyangka kalau dia masih berani memanggilku sebagai tunangannya," ujar Alexa geram. Razor menghela napas panjang. Lalu memberikan ponsel Alexa kepada sang empunya ponsel itu. Alexa menunduk menatap genggaman tangannya, "Dulu aku terlalu percaya padanya," ujarnya kelu. "Sekarang aku justru merasa kalau hal itu sangat bodoh." "Tidak, kau tidak bodoh," bantah Razor. "Kau hanya terlalu baik, terlalu mudah percaya pada orang lain." Ia mengangkat dagu Alexa dengan jemarinya, menatap tepat ke iris mata wanita itu. "Sekarang bersihkan tubuhmu, aku akan mengantarmu pulang untuk mencegah pria itu datang ke tempat tinggalmu. Apa dia tahu di mana rumahmu?" Alexa menatap Razor selama beberapa saat lalu menganggukkan kepalanya. "Dia pernah datang dua kali. Tapi dia tidak menyukai tempat tinggalku yang jelek," katanya sembari tersenyum kecut. "Hmm, tidak masalah untukku. Bagaimana kakimu, dan ...." "Aku harus ke rumah sakit," sosor Alexa cepat, menatap Razor dengan wajah serius. "Ke rumah sakit?" pria itu sontak mengerutkan keningnya. Baru kali ini ia menemukan seorang wanita yang butuh pengobatan setelah menghabiskan malam dengannya. Seingatnya, semalam ia sama sekali tidak menyakiti Alexa. Ia hanya ... sedikit bersemangat di akhir pergulatan panas mereka. "Itu ...." Dengan wajah merona dan sambil meremas jemarinya, Alexa menundukkan kepalanya. Bingung bagaimana harus menjelaskan pada Razor bahwa saat ini area intimnya masih terasa sangat perih. "Sepertinya ... yang di bawah sana telah robek," cicitnya. "Robek?" Razor hampir memuntahkan seteguk darah setelah mendengar pengakuan Alexa itu. Dan demi mengatasi rasa bingungnya, ia menghela napas sejenak. Bersamaan dengan itu, ia mencoba mengingat kembali apa saja yang telah ia lakukan semalam pada wanita ini. Ia ingat, jika milik Alexa memang terlalu sempit dan ia harus bekerja ekstra keras demi bisa menggerakkan miliknya di dalam sana. 'Mungkinkah ....' Ia menurunkan pandangannya, melirik ke arah celananya. 'Sial! Aku lupa jika benda itu memang agak besar,' umpatnya dalam hati. Setelah itu ia mendengus dan memijat pelipisnya. "Baiklah, kita akan ke rumah sakit terlebih dahulu sebelum pulang ke rumahmu," cetusnya pada Alexa dengan nada lelah. Selama ini, Razor tidak pernah berpikir jika miliknya akan melukai seorang wanita. Yang ia tahu, justru benda sialan itu selalu berhasil memuaskan para wanita dan membuat para wanita ketagihan untuk tidur dengannya. 'Tetapi milik para wanita itu tidak ada yang masih tersegel dan tidak juga terlalu sempit seperti miliknya,' batinnya sambil diam-diam mengamati wajah Alexa. "Apa kau ... bisa pergi sendiri ke kamar mandi? Atau ... haruskah aku menggendongmu ke sana?" "Sepertinya Om harus menggendongku," cicit Alexa malu-malu. "Kakiku ... masih gemetar, Om," lanjutnya lagi. Tidak ada yang aneh bagi Razor dari ucapan Alexa itu. Beberapa wanita yang pernah menghabiskan malam dengannya bahkan terkadang juga mengalaminya dan lebih memilih untuk beristirahat sehari penuh di atas ranjang. Sembari tersenyum smirk, ia berpikir bahwa Alexa benar-benar sangat imut. Hanya saja, ia merasa sangat sebal atas panggilan "Om" yang telah diberikan oleh wanita itu padanya. Hello! Usianya baru 32 tahun. Ia masih sangat muda dan bisa memuaskan tujuh wanita dalam satu hari. Setelah mengambil ponsel Alexa dari tangan wanita itu dan meletakkannya ke atas nakas, Razor pun menggendong Alexa seolah wanita itu adalah pengantin wanitanya. Dengan wajah bersemu, Alexa melingkarkan kedua lengannya ke leher pria itu. Razor melirik ketika ia melakukannya, lalu tertawa kecil padanya. Pria itu terlihat sangat tampan di saat Razor sedang tertawa. Tawa lepas yang terlihat tulus dan tidak dibuat-buat. "Buka pintunya," titah Razor. Meski suara pria itu terdengar serak, namun Alexa merasakan ada kelembutan di dalamnya. Membuat hatinya tergetar oleh sikap gentleman Razor padanya. "Sekarang kau harus melepaskan selimut itu agar aku bisa mengisi bathup dengan air hangat," celetuk Razor, sesaat setelah ia menurunkan Alexa ke dalam bathup. Sambil melirik gulungan selimut yang masih menutupi tubuh polos wanita itu. Oh, Please! Alexa sontak tersenyum kecut. Bagaimana mungkin ia bisa memperlihatkan tubuh polosnya lagi di hadapan Razor yang terus menatapnya dengan tatapan lapar? "Bagaimana jika Om keluar dulu? Sisanya bisa kulakukan sendiri," ujarnya canggung. Selama ini, kebanyakan para wanita yang pernah berhubungan dengan Razor, tidak pernah merasa malu memperlihatkan tubuh polos mereka di hadapannya. Bahkan, bisa dikatakan para wanita itu ingin agar ia memperhatikan tubuh mereka. Tetapi Alexa berbeda, membuatnya semakin tertarik untuk mengenal wanita ini lebih dekat lagi. "Aku akan menunggu di depan pintu, kalau butuh apa-apa teriak saja," kata Razor sembari menegakkan tubuhnya. Ia menatap Alexa sesaat, mengulurkan tangannya dan mengusap pucuk kepala wanita itu dengan lembut. "Pelan-pelan saja mandinya, kebetulan aku tidak memiliki kesibukan hari ini," imbuhnya. Setelah itu Razor pergi meninggalkan Alexa. Keluar dari kamar mandi lalu menutup pintunya dari luar. Di dalam kamar mandi, Alexa mengernyitkan keningnya. Bingung atas perubahan sikap Razor yang tiba-tiba berubah lembut padanya. Padahal semalam, pria itu selalu menjawab setiap pertanyaannya dengan nada sinis dan dingin. "Apa yang terjadi? Mengapa dia terlihat aneh?" gumamnya tak mengerti. *** Dua jam kemudian, di sebuah rumah sakit swasta. "Nona itu membutuhkan empat jahitan," tukas Dokter wanita yang baru saja memeriksa Alexa. Dokter ini sengaja berbohong pada Razor untuk menakut-nakuti pria itu sambil menatap Razor dengan wajah tak senang. Merasa marah terhadap pria itu yang menurutnya telah bersikap kasar terhadap wanita yang baru saja ia periksa. Dari hasil pemeriksaannya, juga melihat wajah dan sikap Alexa, ia menebak kalau wanita itu masih kecil. Bahkan mungkin masih di bawah umur. Dan pria bertato yang telah membawa Alexa ke ruangannya tadi, yang kini sedang duduk di hadapannya—meski terlihat ramping, namun tubuh pria itu kekar dan tinggi. Dokter itu bisa melihatnya dari setiap otot yang tercetak di atas kaos oblong yang Razor kenakan di tubuhnya. 'Dasar berandalan!' rutuk sang Dokter dalam hati. 'Bisa-bisanya preman ini memperkosa anak di bawah umur.' "Empat jahitan?" ulang Razor tak percaya, seakan ia telah salah mendengar ucapan Dokter itu. Sambil menatap sang Dokter dengan tajam. "Luar dan dalam, masing-masing dua jahitan," sahut Dokter wanita itu menambahkan. 'Untung saja gadis kecil itu berada di ruangan sebelah, jadi aku bisa berbicara dengan bebas pada berandalan ini,' sambungnya dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD