Bab: 2. Nyonya Elena

856 Words
Di dalam mobil, hening … hanya suara deru mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Elena duduk di samping Damian. Tatapan Elena fokus keluar jendela, seolah sedang menikmati waktu sebelum ia benar-benar hidup dalam siksaan Tuan Damian. Namun tiba-tiba saja Elena memecah keheningan. "Tuan apa tidak sebaiknya Anda menurunkan aku? Aku tidak memiliki keahlian apa pun, aku tidak menguntungkan buat Anda, Tuan." Tuan Damian menatap tajam Elena, namun tak ada suara yang keluar darinya. "Tuan untuk apa Tuan membawaku? Aku benar-benar tidak bisa melakukan apa pun, mungkin aku hanya akan menyusahkan Anda, Tuan!" Elena masih terus merayu Tuan Damian berharap Damian segera melepaskannya. "Diamlah sebelum saya melakukan sesuatu hal yang tidak kau sukai!" sentak Damian dengan suara berat. "Aku hanya mengatakan sesuatu hal yang nyata, Tuan. Aku tidak akan berguna untuk Anda, tetapi… yah sudahlah, terserah Tuan saja." Damian melirik gadis muda itu. Sikap Elena cukup menarik perhatian Damian. "Cerewet," batin Damian. Mobil terus melaju kencang, membelah jalanan yang sepi, melewati hutan dengan pepohonan besar yang menambah seramnya malam itu. Rombongan Damian mulai memasuki area mansion yang sangat megah. Gerbang raksasa yang berdiri kokoh mulai terbuka lebar setelah mobil Damian masuk area mansion. Elena mengerjapkan mata, menyapu area mansion dengan napas tertahan. Pencahayaan kemewahan sungguh sebelumnya tak pernah ia temui. "Megah sekali …!" batinnya. Elena masih menatap penuh kagum milik Damian, hingga tidak menyadari Damian yang sudah masuk lebih dulu tanpa memperdulikannya. "Damian, kamu baru pulang ?" sambut Pretty, wanita yang juga menjadi penjamin hutang. Pretty segera menyambut kehadiran Damian, membantunya melepas jas panjang yang menjuntai. "Siapkan kamar baru untuk Elena di kamar lantai 3," perintah Damian kepada Pretty. Pretty memicingkan mata. Elena tentu saja nama seorang wanita. "Siapa Elena?" Pretty bertanya dengan nada tak suka. Damian menatap tajam Pretty. "Jangan banyak bertanya. Kau bukan siapa-siapa di sini. Kau hanya wanita yang menjadi penjamin utang dari orang tuamu." Pretty menelan ludah dengan susah payah. Kata-kata Damian menusuknya hingga sampai ke jantung. "Yah, aku tahu … tetapi bukan masalah jika aku menanyakan soal gadis yang bernama Elena," jawab Pretty dengan penuh keberanian. "Bertanya sekali lagi, dan saya akan melemparmu dari mansion ini." Pretty panik. Tentu saja ia tidak akan pernah mau keluar dari mansion ini sebelum mendapatkan hati Damian. "Ah, baiklah… aku akan menyiapkan kamar untuk Elena," ucapnya dengan langkah cepat berjalan menuju lantai 3. Tak lama kemudian, Elena masuk dengan mata yang terus menjelajahi setiap ruangan yang ia lewati dalam mansion itu. "Bawa dia ke kamarnya," perintah Damian kepada para pelayan. "Baik, Tuan." Elena semakin bingung ketika para pelayan itu menuntunnya untuk masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju lantai 3. "Kalian akan membawaku ke mana?" tanyanya hati-hati. "Kami akan mengantar ke kamar Anda, Nyonya," jawab kepala pelayan. "Kamar? Lantai 3?" ulangnya. "Bukankah seorang pelayan akan ditempatkan di ruangan sekitaran dapur?" Elena berpikir ia akan dijadikan seorang pelayan di mansion megah ini. "Anda bukan pelayan, Nyonya. Di sini Anda akan menjadi nyonya termuda di antara tiga nyonya lainnya!" jawab salah satu pelayan, membuat Elena semakin bingung. "Tiga nyonya lainnya? Maksudnya?" "Anda akan segera mengetahuinya, Nyonya." Elena memilih diam dan mengikuti alur hidupnya yang belum tahu ke mana akan menepi. Sesampainya di kamar, Elena langsung terkesima dengan nuansa kamar mewah yang begitu menggiurkan. Untuk pertama kali memandang kamar itu, Elena langsung terpesona. "Wow… mewah sekali!" gumam Elena tanpa sadar. Pretty yang sejak tadi melihat gelagat Elena menatapnya dengan tatapan merendahkan. "Sepertinya hidupmu terlalu miskin sampai melihat kamar sederhana ini kau tampak seperti melihat sebuah istana," ucap Pretty dengan penuh keangkuhan. Sontak saja Elena tersadar. Ia menelisik penampilan Pretty yang begitu glamor. "Ini pasti salah satu dari istri Tuan Damian," batin Elena. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau juga tertarik dengan perhiasan yang menempel di tubuhku ini?" Pretty benar-benar memperlihatkan dirinya seolah dialah pemilik yang berkuasa di mansion milik Damian. "Ah … maafkan saya, Nyonya," ujar Elena sedikit menunduk hormat. Pretty tersenyum mengejek. "Oh baiklah, Elena. Perkenalkan, nama aku Pretty. Aku adalah istri pertama Tuan Damian yang sangat disayangi oleh Tuan Damian, dan ini kamar kamu," ucap Pretty memperkenalkan diri. "Apa kau bisu, Elena? Sejak tadi kau hanya diam. Hanya matamu yang terus berbicara." Lagi-lagi Elena tersentak dengan ucapan menohok Pretty. "Ah … maaf, Nyonya. Saya hanya ingin fokus terhadap apa yang Anda katakan," sahut Elena. "Bagus. Beristirahatlah. Besok kau akan memulai tugasmu sebagai seorang pelayan di mansion ini. Dan ingat, jangan coba-coba menggoda Damian, karena dia hanyalah milikku seorang." "B-baik, Nyonya …" Pretty segera keluar dari kamar Elena, sementara itu Elena masih menelusuri kamar mewah yang baru pertama kali ia temui. "Wah … ternyata seperti ini rasanya jadi orang kaya. Rumah mewah, kamar mewah, luas dan indah." "Mungkin aku akan betah tinggal di sin i… itu pun kalau Tuan Damian tidak menyiksaku!" Elena terus berbicara sendiri, meluapkan rasa kagum pada kamar yang ditujukan untuknya. Beberapa detik kemudian, setelah Elena membersihkan diri, Elena hendak berbaring di atas kasur empuk dan lembut dengan pakaian minim yang memang tersedia dalam tas yang ia bawa tadi. Namun belum sempat Elena merebahkan tubuhnya ke atas kasur lembut itu, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan … "Apa yang dia lakukan di sini?" "Oh … jadi dia benar istri Tuan Damian," batin Elena.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD