Bab: 3. Gadis Berani

995 Words
Damian berdiri di ambang pintu, membawa hawa dingin yang semakin mencekam. "Tuan mau apa?" suara tegang Elena mengusik ketenangan Damian. Damian menelisik penampilan Elena dari ujung rambut sampai ujung kaki rambut dicepol ke atas memperlihatkan ceruk leher jenjangnya, baju kaos pendek, dan celana pendek yang hanya menutupi sampai paha. Damian meneguk ludah dengan susah payah. "Kenapa gadis ini membuat jantungku berdebar," batin Damian. "Kenapa dia terus berdiri di sana? Apa sebenarnya dia adalah jelmaan patung? Dia bahkan sanggup berdiri lebih lama tanpa suara," batin Elena. Keduanya saling menatap dalam keheningan. "Dia bahkan berani menatapku," batin Damian. "Ehm … kalau Tuan tidak punya urusan, keluarlah. Aku ingin beristirahat, malam ini cukup melelahkan." Suara Elena memecah keheningan. Tanpa suara, Damian segera keluar dari kamar Elena, membawa perasaan aneh yang mulai menelusup lebih dalam. "Astaga, ada apa denganku," batin Damian. --- Pagi harinya, semua sudah berkumpul di meja makan. Damian beserta ketiga wanita yang mengaku istri Damian juga sudah duduk di kursi, bersiap untuk menyantap sarapan pagi. "Jangan ada yang memulai sarapan." Suara dingin Damian memecah keheningan di meja makan. Maria, Pretty, dan Jenny saling menatap. Biasanya mereka akan sarapan tanpa drama, namun pagi ini terasa berbeda. "Ada apa, Damian? Pagi ini kau terlihat sangat berbeda?" Pretty sebagai istri tertua selalu menjadi dominan di antara Maria dan Jenny. "Pelayan ..." "Iya, Tuan ..." seorang pelayan mendekat kepada Damian dengan kepala tertunduk. "Panggil Elena dan suruh dia untuk sarapan bersama." Maria menatap tajam Damian, begitu pun dengan Pretty dan Jenny. "Em … Damian, bukankah dia hanya seorang pelayan? Jadi rasanya sangat tidak pantas jika seorang pelayan makan satu meja dengan tuan rumah," ungkap Pretty dengan rasa keberatan. "Ah iya, benar sekali apa yang dikatakan Kakak Pretty. Gadis kecil itu hanyalah seorang pelayan, dan jika dia ikut makan bersama kita, maka meja makan ini akan tercemar hal buruk," Jenny ikut menimpali. "Iya, aku setuju dengan apa yang dikatakan Kak Pretty. Damian, harusnya kau lebih mengutamakan kenyamanan kami semua di sini. Kami sudah cukup lama mengerti kepadamu, dan gadis itu tidak akan berarti apa-apa dibandingkan kami. Jadi lebih baik kita segera memulai sarapan, benar begitu bukan Kak Pretty?" Pretty dan Jenny mendelik tajam kepada Maria karena Maria selalu berbicara dengan suara seksi dan terdengar seperti sengaja ingin menggoda Damian. Damian menatap satu per satu. Tatapan tajam dan menusuk membuat nyali Pretty, Jenny, serta Maria hilang begitu saja. "Kalian bukan siapa-siapa di sini. Jangan mengaturku." Pretty menggenggam garpu dan pisau makan dengan sangat erat. Sekuat tenaga ia ingin mengembalikan keberaniannya yang kian menyusut. "Tapi kami sebagai istri pertama, harusnya kau lebih mengutamakan kami dibanding gadis yang baru masuk semalam. Apalagi dia hanyalah gadis penjamin hutang yang tentu saja tidak begitu penting bagi kedua orang tuanya." GUBRAK! Damian menggebrak meja makan dengan begitu keras membuat tiga wanita yang duduk dengan penampilan glamor itu tersentak dan ketakutan. "Panggil Elena sekarang!" suara Damian begitu menggelegar. Belum sempat pelayan beranjak, tiba-tiba saja terdengar suara lembut namun berani. "Kalian berisik sekali," gerutu Elena yang baru muncul dari dalam lift. "Kau... berani berkata seperti itu di depan Tuan Damian?" Maria ingin menunjukkan sisi buruk Elena di hadapan Damian. Namun Elena, yang mereka pikir hanyalah gadis muda dan polos, ternyata mampu membuat mereka meradang. "Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya mengungkapkan apa yang saya dengar. Kalian berdebat dengan suara yang terdengar sampai dalam lift, jadi ya wajar saja jika aku berkata seperti tadi," ungkap Elena santai. Elena berdiri dengan kaos lengan pendek yang melekat di tubuhnya, memperlihatkan tubuh sintal mungilnya yang indah, serta celana pendek yang hanya menutupi sampai di atas paha, dengan rambut dicepol ke atas. Damian memperhatikan Elena. Entah mengapa ia merasa Elena adalah wanita yang berbeda dari yang pernah ia temui keberaniannya, lantangnya, serta ketenangannya membuatnya terlihat lebih unggul dari ketiga wanita yang kini duduk di meja makan bersamanya. "Nyonya, silakan duduk." Pelayan yang tadi hendak memanggil Elena menarik kursi dan mempersilakannya untuk duduk. Sontak saja tindakan tersebut membuat Elena bingung. "Benarkah aku ikut duduk dan sarapan bersama Tuan dan Nyonya ini?" tanyanya sembari menunjuk ke arah meja. Seketika Pretty berdiri dan berjalan cepat ke arah Elena lalu— PLAK! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi lembut Elena, menimbulkan jejak merah di wajahnya. "Kau hanyalah gadis muda yang masih bau kencur. Berani-beraninya kamu berbicara yang tidak sopan di depan Tuan Damian!" ujar Pretty dengan nada angkuh serta tajam. Elena mendelik menatap tajam Pretty. "Memangnya apa yang aku lakukan? Aku hanya bertanya. Bukankah kau sendiri yang mengatakan kepadaku bahwa aku di sini hanyalah seorang pelayan? Wajar saja jika aku bertanya seperti tadi," jawab Elena penuh keberanian. Hal itu semakin membuat Pretty, Maria, dan Jenny terbakar. Ketiganya menatap penuh benci kepada Elena. "Dasar kurang ajar ..." Pretty hendak memberikan tamparan susulan tetapi beruntungnya suara Damian menghentikannya. "Berhenti atau saya akan menyeret kalian dan memberikan kalian hukuman berat," ujar Damian dengan suara tajam nan dingin. Pretty menoleh dan menatap Damian. "Tetapi Damian, dia sudah terlalu kurang ajar! Dia berani menjawab kami, kau harus menghukumnya!" ujar Pretty penuh percaya diri. Elena sedikit panik saat mendengar ucapan Pretty yang meminta Damian menghukumnya, karena setahunya Pretty adalah istri pertama Damian. Sementara Maria, Jenny, dan Pretty menatap Elena dengan penuh kemenangan seolah mengatakan bahwa sebentar lagi hal buruk akan menimpa Elena. "Berhenti mengaturku atau kau akan ku singkirkan dari mansion ini, dan ku hancurkan keluargamu sebelum hutang ayahmu lunas." Pretty melebarkan mata, tak menyangka Damian akan berkata seperti itu di hadapannya dan Elena. Padahal semalam ia sudah dengan percaya diri memperkenalkan dirinya kepada Elena bahwa ia adalah salah satu istri Damian. "Hem ... ternyata sama sepertiku, jaminan hutang." Kekehan kecil keluar dari bibir lembut Elena, bahkan Elena menatap Pretty dengan senyum mengejek, tanpa rasa takut sedikitpun. Geram dan semakin emosi, Pretty menatap Elena, tetapi memilih untuk menahan semua itu sebelum kemarahan Damian semakin memuncak. Dengan hentakan kecil, Pretty melangkah kembali ke kursi untuk melanjutkan sarapan. Sementara Damian, sejak tadi tatapannya tak pernah putus dari Elena bahkan saat Elena membalas tatapannya, keduanya sama sama berperang dengan isi pikiran sendiri. "Gadis yang berani," batin Damian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD