" Kamu apa-apaan sih??" tanya Hana sambil mencoba melepaskan rangkulan lengan Erkan di pinggangnya.
" Kita bicara di dalam" ucap Erkan yang seperti berbisik.
" Oke, tapi lepasin tangan kamu dulu." pinta Hana.
Erkan pun langsung melepaskan pelukannya pada Hana dan dibalas dengan tatapan sinis dari mata bulat indah milik Hana.
Keduanya lalu berjalan memasuki ruang baca yang nampak aman untuk mereka bisa berbicara berdua.
" Sekarang jelasin maksud kamu apa tadi?." serang Hana begitu Erkan menutup pintu.
" Ya seperti yang kamu dengar tadi. Saya setuju kita menikah. Dan itu berarti kamu calon istri saya." jelas Erkan kemudian duduk di salah satu sofa yang ada di situ.
" Bentar, kenapa tiba-tiba? Bukannya kemarin kamu nolak?"
" Saya udah mikirin hal ini. Nggak akan mungkin untuk merubah keputusan eyang. Kita melakukan ini demi eyang. Demi kesehatan dan kebahagiaan eyang. Kecuali kamu punya ide lain untuk merubah kemauan eyang." jelas Erkan mencoba mencari alasan yang masuk akal akan keputusan mendadaknya.
" Saya nggak ngerti. Bukannya kita udah sepakat untuk nyari jalan lain?. Bukannya kamu tahu ini nggak akan berhasil?"
" Saya punya solusinya. Dan kamu harus bekerja sama. Silahkan duduk dulu."
Hana tidak menghiraukan perkataan Erkan barusan, ia tetap berdiri dan menyilangkan kedua tangan di depan dadanya dan menatap serius pada pria tampan di hadapannya.
"Oke, kalau gitu biar saya jelaskan sedikit." Erkan lalu bangkit dari sofa yang didudukinya dan berdiri tepat di hadapan Hana dan menyadari jika mata gadis itu sangat indah. Bola matanya berwarna coklat dengan iris mata hijau samar, bulu mata yang panjang dan lentik menghiasi mata bulatnya. Segala yang ada di wajahnya nampak sangat sempurna di rahang yang hanya sedikit lebih besar dari telapak tangan milik Erkan.
" Kenapa? Kok diam?." tanya Hana heran karena pria itu hanya terdiam menatapnya.
Erkan yang tersadar sedikit berdehem untuk menghilangkan salah tingkahnya.
" Kita hanya akan berpura-pura. Jangan potong dulu !. Maksud saya gini, kita akan menikah selama setahun, dan tentu saja saat ini akan sulit membantah eyang, tapi setelah kita menikah kita bisa bilang kalau kita nggak cocok. Dan eyang pasti nggak bisa melarang kalau akhirnya kita akan bercerai. Kamu bisa kembali ke kehidupan kamu, sama hal nya saya. Setahun bukan waktu yang lama. Apalagi kita akan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Kita juga nggak akan saling mengganggu kehidupan pribadi. Kalau ada yang mau kamu tambahkan, silahkan saja." jelas Erkan.
" Kamu sehat?"
Kening Erkan berkerut mendengar pertanyaan singkat dari Hana.
" Maksud nya?"
" Kamu kira eyang bodoh?. Nggak akan sadar kalau kita cuma pura-pura?. Nggak saling suka."
" Tentu aja eyang akan sadar kalau kita nggak saling suka. Eyang kan udah tahu kalau kita sedang mencoba. Kita hanya perlu terlihat akur di hadapan semua orang."
Hana memicingkan matanya menatap curiga pada Erkan.
" Kamu mau pamer punya istri? Kamu malu kalau di anggap nggak laku?."
Erkan tertawa mengejek mendengar pertanyaan Hana yang ada benarnya. Bahwa ia hanya ingin menunjukkan pada Lara jika ia pun telah akan berbahagia dengan Hana.
" Kamu kira saya nggak laku?. Andai eyang ngasih saya pilihan untuk pilih sesuai kemauan saya, tentu akan sangat banyak pilihan buat saya." ucap Erkan sedikit sombong.
" Oh yeah?. Jadi bener kamu lagi nunggu seseorang?. Atau kamu belum bisa move on dari seseorang?." ucap Hana dengan nada mengejek.
" Jadi bagaimana?." tanya Erkan kesal.
" Maaf apa saya mengganggu?" tanya Lara yang tiba-tiba membuka pintu dan membuat Erkan sedikit terkejut.
Erkan nampak sedikit gugup sedangkan Hana yang dapat membaca gerak-gerik kedua orang tersebut langsung tahu jika ada sesuatu diantara mereka.
" Nggak. Ada apa?" tanya Erkan berusaha nampak santai namun wajahnya masih nampak serius.
" Om Ervan sama ibu Miranti nyari kamu. Aku yakin kamu pasti disini." ucap Lara sambil berjalan mendekati Hana dan Erkan.
" Oh iya, kamu nggak mau kenalin calon istri kamu ke aku, Er?." sambung Lara yang melirik Hana dengan tatapan yang seolah ingin mencari kekurangan dirinya.
" Tentu saja. Lara, kenalin ini Hana calon istri aku. Hana, kenalin ini Lara, keponakan tante Velly." jelas Erkan sambil berjalan berada diantara kedua wanita tersebut.
Hana yang melihat kekakuan dalam diri Erkan saat ini, sudah dapat mengetahui jika wanita inilah alasan mengapa pria itu bisa tiba-tiba setuju dengan pernikahan mereka. Dan satu ide usil tiba-tiba terlintas di pikiran Hana untuk membalas kedua orang dihadapannya ini karena telah mempermainkan emosinya sejak tadi. Terlebih dengan tatapan meremehkan dari Lara tadi.
" Ahhh, iya aku baru ingat. Ini Lara yang kamu ceritain kan?. Mantan teman dekat kamu?." tanya Hana seolah mencari pembenaran dari Erkan lalu kemudian ia kembali menoleh pada Lara.
" Hai, senang ketemu kamu. Erkan pernah cerita soal kamu juga gimana kalian berpisah. Dan makasih, berkat hal itu, aku sama Erkan akhirnya bisa ketemu sekarang." ucap Hana sambil mengulurkan tangannya yang disambut Lara dengan raut wajah yang tidak karuan. Ia tahu selama ini Erkan pernah bersama wanita lain, namun hal itu hanya sebatas teman kencan. Namun melihat bagaiman gadis itu sangat akrab dengan wanita-wanita penting dalam hidup Erkan, yang selama ini bahkan sangat sulit di dekatinya, hal itu membuat ia tidak percaya jika Erkan telah benar-benar melupakannya.
" Oh ya?. Erkan cerita?. Aku harap kamu ceritain yang baik-baik." ucap Lara dengan senyuman yang ia paksakan kemudian menatap tajam pada Erkan.
" Tentu saja. Han, ayo ke papa, aku mau kenalin kamu." ajak Erkan pada Hana lalu mengulurkan tangan untuk menggandeng tangan milik Hana.
" Kalian duluan aja. Aku mau ke toilet dulu. Aku nanti nyusul." ucap Hana.
Erkan mengangguk lalu berjalan hendak keluar dari ruangan tersebut bersama Lara namun kemudian kembali membalikkan tubuhnya kepada Hana.
" Jangan lama ya." ucapnya lembut.
Hana hanya mengangguk hingga kemudian sosok Erkan hilang dari balik pintu itu dan ia langsung meluruhkan tubuhnya di atas sofa yang tadi Erkan duduki.
" Ya Tuhan, gue kok gini sih. Jangan baper Hana... Jangan baper." ucapnya sambil memegang jantungnya yang tanpa sepengetahuan Erkan telah berdetak cepat sejak Erkan berdiri tepat di hadapannya dan hanya menatap wajahnya.
Ia tidak bisa memungkiri jika Erkan adalah pria yang tampan. Bahkan sangat tampan. Garis wajah dan rahangnya tegas, matanya coklat dengan bibir tipis yang sangat seksi. Dan tubuhnya, tidak perlu di ragukan lagi jika pastinya pria itu sangat rajin berolah raga hingga bisa menghasilkan postur seperti itu.
***
" Jadi kalian setuju kan?" tanya Miranti bahagia.
Hana mengangguk pelan.
" Iya eyang. Kami setuju untuk mencoba jalanin pernikahan sesuai kemauan eyang. Tapi apa... Apa boleh Hana minta sesuatu?" tanya Hana ragu.
Erkan dan Ervan ikut mendengarkan.
" Tentu saja sayang. Kamu mau apa? Kamu mau pestanya eyang bikin sangat meriah? Kamu boleh merancang sesuai keinginan kamu. Kamu bilang aja kamu mau gimana dan kapanpun kamu siap." ujar Miranti antusias yang juga ikut di dengarkan oleh Erina dan Yuni yang juga nampak senang.
" Emmm.... Bukan eyang, bukan gitu. Aku nggak mau kayak gitu-gitu. Aku... Aku justru mau, pernikahan ini hanya pesta kecil untuk keluarga dan nggak ketahuan orang lain."
Kelima pasang mata yang berada di kamar Miranti itu saling menatap dan keheranan dengan apa yang baru saja didengarnya.
" Maksud kamu? Kamu nggak mau orang lain tahu kamu menantu kami?." tanya Ervan sedikit tegas.
" Bukan om. Bukan gitu. Sama sekali bukan maksud saya menghina keluarga kalian." ucap Hana cepat dengan kedua tangan yang ia lambaikan di depan dadanya.
" Justru saya mau pernikahan ini di rahasiakan supaya saya nggak merusak nama baik kalian. Saya masih kuliah, saya juga butuh pekerjaan nantinya. Saya takut kalau saja nanti begitu orang tahu saya sudah menikah, saya akan susah dapat kerjaan. Hanya itu." jawab Hana polos.
" Lho? Bukannya kalau mereka tahu kamu menantu kami, malah bisa lebih mudah buat kamu untuk dapat kerjaan apapun?." tanya Ervan lagi.
" Maaf om, tapi saya mau berusaha cari kerja dengan usaha saya sendiri. Dengan kemampuan saya sendiri." ujar Hana menunduk.
Ervan lalu berjalan mendekati Hana yang duduk di sisi Miranti. Kemudian sedikit menunduk agar bisa berbicara lebih dekat dengan gadis tersebut.
" Mulai hari ini, panggil saya papa. Saya bukan Om kamu, saya papa mertua kamu"
Sungguh ucapan Ervan barusan diluar harapan semua orang. Termasuk Hana yang langsung tersenyum mendengarnya.
" Ya udah, karena semua sudah setuju, gimana kalau minggu depan kalian menikah? Toh kita nggak perlu ngundang banyak orang. Di hotel aja gimana?"
" Eh om... Pak... Maksud aku papa, gimana kalau di rumah aja? Kalau hotel, takutnya di liat sama karyawan lain" ucap Hana.
" Tapi Hana..." Miranti mencoba menyela.
" Eyang, eyang kan tadi bilang mau sesuai kemauan Hana, kalau dia maunya gitu, kita ikutin aja. Ya eyang?" Erina menengahi.
" Ya sudah. Terserah Hana aja. Yang jelas, kalian menikah. Eyang sangat bahagia.
" Erkan, kamu antar Hana pulang ya. Biar dia bisa istirahat dulu." sambung Miranti.
" Baik eyang"
Hana lalu mengambil tas tangan yang dibawa nya tadi lalu kemudian pamit pada semuanya.
" Hana, boleh ngobrol sebentar?" tanya Erina.
Hana menoleh pada Erkan dan Miranti bergantian, dan Miranti mengangguk menyetujui.
" Saya tunggu di depan" ujar Erkan.
Hana lalu berjalan di belakang Erina dan memasuki sebuah ruangan yang mungkin adalah kamar tamu.
" Duduk sini" ucap Erina sambil menepuk kasur disisinya
" Kamu baik-baik aja kan?" tanya Erina sambil menggenggam punggung tangan Hana dengan lembut.
" Saya baik kak. Emang kenapa?" tanya Hana kembali.
" Maksud aku pernikahan ini. Kamu tentu nggak mencintai Erkan. Bahkan disini kami seperti mempermainkan masa depan kamu." ucap Erina dengan nada lirih.
" Makasih udah mikirin Hana kak. Tapi, Hana juga nggak akan punya masa depan andai nggak ada eyang yang membantu. Apapun akan saya lakukan untuk eyang. Menikah dengan supir eyang pun aku mau. Apalagi sama cucunya eyang. Malah dia yang rugi kayaknya nikah sama aku. Aku sih untung, Erkan udah ganteng, kaya, arogan, nggak pernah senyum lagi! " canda Hana mencoba menutupi gundah hatinya.
" Kamu bisa aja. Aku tahu kamu anak yang baik. Dan aku berharap kalian suatu hari bisa saling mencintai. Erkan sebenarnya baik, hanya sedikit serius aja. Nggak terlalu praktis. Tapi aku harap kamu bisa menganggap kami keluarga kamu. Kami sayang sama kamu."
Hana langsung memeluk tubuh Erina dengan erat, hal yang membuat Erina terkejut awalnya, namun langsung mengelus lembut punggung Hana ketika merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar.
" Makasih kak. Aku tadinya nggak punya keluarga. Tapi lihat sekarang, aku punya eyang, papa, kakak, adik, ponakan, bahkan suami sekaligus. Aku nggak rugi apapun kan?"
Erina mengangguk masih dengan Hana dalam pelukannya. Mencoba menenangkan perasaan gadis rapuh itu. Dan tanpa mereka ketahui, Erkan melihat dan mendengar semua itu dari balik pintu Erina yang terbuka.