Pengantin Baru

1749 Words
Seminggu setelah percakapan singkat antara Hana dan keluarga Erkan, kini tibalah mereka di hari yang telah mereka tentukan. Tidak ada pesta mewah meskipun ini adalah pernikahan putra tunggal dari seorang konglomerat seperi keluarga besar Miranti. Dan seperti permintaan Hana sebelumnya, pesta ini tidak mengundang orang lain. Para tamu yang datang hanyalah beberapa orang kepercayaan keluarga mereka. Hana pun tidak meminta gaun mewah. Ia hanya mengenakan sebuah gaun malam berwarna putih milik mendiang ibu Erkan, yang diberikan oleh Erina. Hal itu menepis anggapan Velly yang mengatakan gadis itu hanya mengincar harta milik keluarga Erkan. Kini setelah semuanya telah siap, mereka semua nampak antusias dan beberapa dari mereka cukup penasaran dengan gadis yang akhirnya menjadi pendamping hidup Erkan. Erkan seperti biasa nampak gagah dan tampan dengan setelah jas mahalnya yang berwarna hitam. Ia nampak sedang bercakap dengan Erina yang memberinya beberapa wejangan. " Kalau kamu menyakiti Hana, kakak adalah orang kedua yang harus kamu hadapi setelah eyang. Ngerti?" tanya Erina tegas sambil merapikan dasi milik adiknya. Erkan hanya menggumam dengan malas. " Dia gadis baik, setidaknya kalau kamu belum mencintai dia, atau kamu nggak suka sama dia, tolong jangan sakitin dia. Dia nggak meminta apapun dari kamu. Dia hanya mau membahagiakan eyang" Baru saja Erkan ingin berkomentar lebih jauh, namun di saat yang sama, Hana nampak memasuki ruangan tersebut dengan wajah yang jauh lebih cantik dari malam itu. Riasannya sempurna namun tidak tampak mencolok, gaun milik mendiang ibu Erkan nampak sangat cocok dengan tubuhnya. Dan Erkan pun baru menyadari jika tubuh gadis ini sangat indah. " Cantik ya istri kamu?" tanya Erina menggoda Erkan yang nampak terkesima menatap Hana saat ini. " Not bad" jawab Erkan yang terdengar seperti bergumam. Dan itu membuat Erina tersenyum simpul. Dan kini saatnya untuk akad nikah mereka di laksanakan. Erkan nampak serius dan datar seperti biasanya. Namun siapa sangka jika jantungnya saat ini sedang berdebar hebat. Dan sama halnya dengan Hana yang duduk disisinya dengan kedua tangan yang terlihat saling menggenggam erat mencoba menahan kegugupannya. Setelah seluruh prosesi pernikahan mereka selesai dan mereka telah dinyatakan resmi sebagai pasangan suami istri yang sah dimata hukum dan agama, kini Hana diminta untuk mencium punggung tangan Erkan sebagai tanda baktinya sebagai seorang istri. Dan ada perasaan yang mereka berdua sulit untuk jelaskan saat ini. Meskipun mereka tidak menginginkan pernikahan ini, namun suasana khidmat dan haru tetap dapat mereka rasakan di dalam hati mereka. Erkan pun dapat merasakan jika telapak tangan gadis yang baru dikenalnya itu terasa sangat dingin saat ini. *** " Kamu ngapain disitu?" tanya Erkan yang melihat Hana berdiri di balkon luar kamarnya dengan pandangan kosong. " Ah? Saya... Saya lagi nunggu kamu." " Kenapa?" tanya Erkan kembali sambil membuka jas yang di pakainya dan melemparkannya asal di atas tempat tidur. Ia kemudian membuka kancing lengan bajunya lalu menggulungnya hingga siku. " Saya tidur dimana?" ucap Hana to the point. " Disini" " Trus kamu?" " Disitu." Tunjuk Erkan dengan dagunya pada sebuah sofa panjang di salah satu sisi kamarnya. Hana mendengus kesal lalu masuk kedalam kamar dan mengambil bantal dari atas tempat tidur kemudian berjalan menuju sofa yang tadi Erkan maksudkan. " Kamu ngapain?" tanya Erkan ketika Hana duduk dan mempersiapkan tempat tidur untuk dirinya di sofa. " Mau tidur. Kenapa?" " Kamu nggak denger saya bilang apa?" " Saya tahu maksud kamu sebenarnya adalah saya yang mestinya tau diri untuk tidur di sofa. My bad... Saya mestinya nggak perlu bertanya" jelas Hana. " Sejak kapan saya bilang kamu yang mestinya di sofa?. Atau kalau kamu mau, kita bisa tidur di ranjang" jawab Erkan santai. Hana membelalakkan matanya namun di detik selanjutnya ia langsung menarik selimut menutupi wajahnya. " Saya ngantuk" Erkan hendak melanjutkan argumen mereka namun ponselnya tiba-tiba berdering dan ia tahu jika Miranti yang meneleponnya. " Halo eyang, iya kenapa?" " Halo sayang, eyang ganggu nggak? Hana udah tidur?" tanya Miranti. " Nggak ganggu kok eyang. Tapi iya nih, dia udah tidur. Mau aku bangunin?" " Nggak... Nggak usah. Dia mungkin kecapean. Tadi eyang liat dia kelihatan pucat. Kalian baik-baik aja kan?" tanya Miranti yang terdengar khawatir. " Nggak kok eyang. Kami baik-baik aja. Eyang istirahat aja ya" " Ya udah. Kamu juga ya sayang. Selamat malam" ucap Miranti. Baru saja Erkan akan menyimpan ponselnya, panggilan lain kembali masuk di layar benda pipih tersebut. Menampilkan nomer yang tidak ia kenal. Biasanya Erkan tidak akan menjawab panggilan dari nomor telepon asing seperti itu, namun kali ini ia menjawab panggilan tersebut karena berpikir itu mungkin telepon dari rekan bisnisnya yang sejak tadi ia tunggu. " Ya Halo" Terdengar suara isak tangis dari sang penelepon dan ia bisa langsung tahu itu suara siapa. " Halo" ucap Erkan kembali. " Erkan... Apa benar tadi kalian sudah menikah?" tanya Lara sendu. Erkan berdehem. " Iya benar. Kami sudah menikah" ada sedikit rasa perih mendengar suara sengau dari Lara saat ini. " Kenapa Er? Kenapa kamu menikahi dia? Aku sedang dalam perceraian. Kenapa kamu harus menikah?" " Maksud kamu apa? Apa hubungan antara kamu ingin bercerai dan pernikahan kami? Aku udah tahu kamu ingin bercerai. Dan aku rasa, ini nggak ada hubungannya sama pernikahan kami" " Tapi kamu nggak mencintai dia" tukas Lara. " Kata siapa? Kamu nggak tahu apapun, jadi jangan asal bicara" Erkan lalu memutuskan panggilan dari Lara dan menerima sebuah panggilan yang menunggu di ponselnya. " Ya Halo, oke tunggu sebentar" ucapnya sambil berjalan meninggalkan kamar tidurnya. Begitu pintu kamar tersebut tertutup, Hana lalu membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh dan kepalanya dan menatap ke arah pintu tersebut dengan tatapan sendu. " Kok rasanya kayak gini ya? Kok nggak enak banget." Ucap Hana sambil memegang d**a sebelah kirinya. "Dia kan bukan suami beneran, aku juga nggak suka sama dia. Tapi kok gini sih rasanya" *** Erkan membuka matanya ketika alarm di ponselnya berbunyi. Ia lalu mendudukkan tubuhnya dan melihat ke arah sofa yang berada tepat di hadapannya telah kosong dan rapih. Ia lalu bergegas untuk membersihkan diri dan bersiap untuk pergi bekerja karena ia sudah terlewat dari jadwal biasanya. Begitu sampai di ruang makan, Ervan dan Miranti sudah sedang menyantap sarapan mereka sedangkan Erina juga baru saja bergabung dengan mereka. " Pagi semua" sapa Erkan. " Eh pengantin baru. Cepat banget bangunnya. Istri kamu mana?" goda Erina dengan senyum di tahannya. " Nggak tahu" jawab Erkan santai dan membuat Erina menoleh ke tempat Erkan duduk. " Hana udah berangkat sejak tadi." celetuk Ervan. " Kerja ya Pa? Emang Hana kerja dimana? Kok cepet banget perginya" " Katanya dia kerja di tempat Gym gitu. Dia sengaja datang lebih cepat biar bisa sekalian sedikit olah raga sebelum tempatnya dibuka." Erina mengangguk mendengarkan penjelasan ayahnya sedangkan Miranti menoleh pada Erkan yang nampak tidak mendengarkan. " Kamu nggak tahu Hana udah berangkat?" tanya Miranti pada Erkan. " Nggak eyang. Aku ketiduran. Semalam aku tidurnya malam banget. Aku terima telepon dari5 client" Miranti mengangguk mengerti namun lain halnya dengan Erina yang menatap Erkan dengan sinis. " Kamu nggak nyakitin dia kan?" Erkan terkejut dengan pertanyaan saudarinya tersebut. " Selamat pagi semuanya" sapa Velly yang baru saja masuk ke ruang makan. " Pagi sayang. Erya belum bangun?" tanya Ervan membalas kecupan dari sang istri. " Belum kayaknya. Wah, pengantin baru sepertinya belum bangun juga" ucap Velly mencoba berbasa basi. " Hana sudah berangkat kerja sejak tadi" jelas Erina. " Oh ya? Rajin banget pengantin baru kita. Padahal mestinya mereka bulan madu loh. Ya tapi susah sih soalnya kan mereka nggak saling kenal" " Paling tidak dia bisa menghasilkan uang sendiri dan bukan hanya sibuk belanja. Saya permisi" Erkan lalu berjalan mengecup pipi Miranti dan meninggalkan semua orang yang tiba-tiba terdiam dan kembali sibuk dengan makanan mereka masing-masing. Hana Point of View Aku membuka mata dan segera duduk sambil merenggangkan otot leher ku yang sedikit kaku karena tidur di sebuah sofa semalaman. Aku lalu menoleh pada sosok pria yang tertidur di tempat tidur berukuran besar tepat di hadapanku. Ia tidur tengkurap dengan selimut menutupi sebagian tubuhnya. " Ganteng banget sih." itu isi kepalaku saat ini. Dan dengan segera ku pukul kepalaku sedikit keras untuk menyadarkan alam bawah sadarku. " Pacar orang... Pacar orang" ucapku dalam hati. Aku lalu bangkit dengan perlahan untuk segera menuju kamar mandi dan ku temukan koper milikku sudah berada di balik pintu entah sejak kapan. Dengan langkah dan gerakan sepelan mungkin bagai maling yang takut ketahuan, aku mengangkat koperku ke sudut ruangan dan membukanya untuk mencari pakaian gantiku kemudian berjalan menuju kamar mandi sesegera mungkin. Setibanya di kamar mandi, aku segera menghembuskan napas lega dan membasuh wajahku. " Tiba-tiba gue kangen sama kost-an berisik gue" ucapku pada pantulan wajahku di cermin. Aku lalu mandi secepat mungkin dan memakai pakaian ku untuk segera berangkat bekerja seperti biasa. Yah, meskipun aku sekarang menantu orang kaya, tapi aku malah bekerja jadi cleaning service di hotel milik suami ku, dan lebih mirisnya lagi, suamiku pergi bersama kekasihnya di malam pengantin kami. "Sudahlah, toh nggak ada yang tahu juga, jadi nggak akan ada yang ketawain. Jangan lebay Hana!" Aku lalu mengikat rambut ekor kudaku dan memakai sedikit lip tint agar aku tidak seperti orang yang sedang anemia dan bisa membuat orang percaya bahwa aku baik-baik saja. Saat keluar dari kamar mandi dan mencari tas ku, aku melihat suamiku ( cieee) Erkan maksudnya, masih terlelap. Aku sendiri tidak tahu ia tidur jam berapa atau bahkan kemana. Dengan segera aku mengambil tas dan ponsel ku dan kemudian meninggalkan kamar tidur ini. Aku baru menyadari jika rumah ini sangat besar ketika aku turun dari tangga menuju ruang makan karena seorang pelayan memberitahukanku bahwa eyang menungguku disana. " Selamat pagi cantik" sapa seseorang yang tiba-tiba berjalan di belakangku. Saat aku menoleh, pria itu tersenyum hangat padaku dan tentu saja aku balas tersenyum padanya. " Pagi om... eh pa" " Erkan?" " Hah? Oh, dia masih tidur" Dan ayah mertuaku tersenyum mengejek padaku sambil menaikkan jari telunjuknya. " Saya salah ngomong ya pa?" tanyaku heran. Ia kemudian merangkulku dan kami pun memasuki ruang makan. " Pagi cucu eyang" sapa eyang padaku seraya mengulurkan tangannya meraih ku. " Pagi eyang. Kok cepet banget eyang bangunnya?" " Eyang biasanya juga begitu Han, mama sama Erkan selalu paling pertama di meja makan untuk sarapan. Makanya papa heran Erkan belum bangun. Maklum lah,pengantin baru" lagi-lagi papa menggodaku tapi tidak mungkin juga kan aku bilang kepada mereka jika suamiku bertelepon ria bersama pacarnya bahkan keluar dari kamar entah kemana. Aku hanya geleng kepala sambil menyantap sarapan ku di meja makan bersama keluarga baruku. Sudah 20 tahun lebih aku tidak merasakan sarapan di meja makan dengan makanan lengkap 4 sehat 5 sempurna seperti ini lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD