PART 3 - SIAPA LEBIH PINTAR?

1143 Words
Jam sudah menunjukkan pukul tiga. Berulang kali Freya melirik ke depan pintu masuk. Berharap lelaki itu lenyap di sana, tapi sayang doanya tidak terkabul. Masih saja terlihat, lelaki dengan kaca mata hitam itu, berdiri menunggunya. Bahkan sesekali mata mereka saling beradu pandang. Bahunya lemas. Benaran ya, dia berasa ditunggu calon suami. Ah, tentu saja ia akan sangat bahagia tak terkira jika memang lelaki itu menunggunya sebagai calon suami yang khawatir akan keselamatan istrinya jika ia pulang sendiri. Sudah gagah, tampan dan pastinya bukan orang sembarangan. Sekali lirik, Freya sudah bisa menilai lelaki itu sungguh bisa dijadikan kandidat sebagai calon suami idaman, yang bisa membawanya ke negeri eropa sana untuk naik ke Menara Eiffel. Sayang sungguh disayang, Freya yakin ia hanya bermimpi. Alih-alih menjadikannya calon istri, lelaki itu terlihat ingin sekali mencincangnya. Ia masih ingat tatapan mautnya tadi. Freya mengerang dalam hati. Ia harus mencari akal. “Kiki, lo tahu gak jalan keluar dari gedung ini selain pintu keluar dari sana.” Freya berbisik pada temannya. “Kenapa emang? Lo gak mau lewat depan? Tumben.” Freya tersenyum. “Lagi malas aja sih, bosen gitu lewat sana terus.” Kiki mengernyit heran. “Oh ada sih, lewat jalan lain.” Mata Freya berbinar. Sungguh? “Hah serius? Lewat mana?” Kiki yang tengah mengoles wajahnya menoleh ke arah Freya yang terlihat kalut sekali. “Lo naik ke escalator ke atas,” unjuk Kiki. Freya ikut menatap ke mana arah jari Kiki menunjuk. “Ya, terus?” Freya bersemangat. Ia baru tahu jika ada jalan lain keluar dari super market ini, selama ini ia selalu lewat pintu depan. “Nah lo pilih deh mau lantai berapa. Lantai dua, tiga, em-“ “Jadi tiap lantai ada jalan keluar?” tanya Freya sambil memotong ucapan Kiki. “Iya dong ada, terserah lo mau ambil lantai berapa, bebas kok.” Kini menutup bedak padatnya, Kiki sudah selesai berdandan. “Lewat mana?” Mata Freya berbinar cerah. “Lewat jendela, lo loncat!” “Aduh!” Kiki mengusap kepalanya yang kena toyoran jari Freya. “Dodol, gue tanya serius.” Kiki tergelak. “Lagian pertanyaan lo lebih aneh. Sudah tahu jalan keluar cuma satu, pake tanya lagi! Kecuali lo bisa tembus dinding baru lo bisa ke arah belakang.” Mulut Freya bersungut-sungut. Otaknya berputar dan mencari solusi. Ayo, Freya berpikir! Ah, tiba-tiba matanya berbinar. Freya menemukan sebuah ide. Setelah selesai tugas, ia ke ruang ganti. “Ki, lo bawa hoodie?” tanya Freya. Jangan salahkan otaknya yang biasa disebut lola oleh Jamal, kini sudah berubah. Lo emang smart Yaya! “Bawa, kenapa emang? Lo mau pinjem? Memang hujan di luar?” Freya nyengir. “Gak sih, gue pinjem aja ya.” Kiki mengangguk. “Ambil gih, gue lagi malas pakai hoodie.” Beruntung lagi kan gue! Dengan pakai ini, tuh orang gak akan kenal sama gue! Apalagi ini ada tutup kepalanya kan! Gue tinggal jalan, dan tutup kepala gue pake ini. Dan taraaa gue akan selamat sampai luar. Kiki menoleh dan tercengang. “Serius lo mau pake hoodie? Panas-panas begini?” Pasalnya Kiki memakai hoodie kalau turun hujan, atau dijemput kekasihnya naik motor. Kali ini Kiki naik angkot. “Iya gue pinjam ya.” Kiki mengangguk. “Eh Yaya, lo tahu gak, ada berita hot news.” “Apa?” Freya masih bercermin sambil mengenakan hoodie. Tubuhnya tenggelam di hoodie. Cocok! Sesuai maunya. “Di depan pintu masuk ada cowok ganteng banget! Ya ampun, bikin ngiler!” Freya mematung. Jangan-jangan! “Makanya kita semua yang pulang hari ini mau dandan abis. Siapa tahu dia lirik.” Andai Kiki tahu Freya bukan hanya dilirik tapi dipelototin! “Lumayan kalau ada yang nyangkut. Kayaknya tajir itu cowok. Beneran deh.” Freya menatap temannya. “Lo bukannya udah pacar ya Ki?” Kiki tersenyum malu. “Kalau ada yang lebih kenapa gak ya? Masih pacaran kan masih bebas pilih-pilih.” Freya memutar bola matanya. “Yuk ah kita balik.” Jadi sore ini, Freya akan berjalan keluar dengan Kiki dan Meta. Dia sudah mengenakan hoodie dan akan berjalan paling kanan, mengingat lelaki itu berdiri di sebelah kiri. Freya akan berjalan sambil menunduk. Reifan berulang kali menatap lagi jam di lengannya. Ini sudah jam tiga sore lewat lima belas menit. Sudah beberapa karyawan dengan seragam karyawan super market ini keluar, tapi ia belum melihat wanita yang ia incar tadi. Padahal kasirnya sudah kosong. “Hmm Pak, ini jalan keluar super market ini, cuma pintu ini kan?” Pasalnya Reifan gak mau kehilangan wanita nakal itu lagi. “Cuma ini sih pak. Tenang saja, sebentar lagi juga Freya keluar kok.” Mendengar itu Reifan mengangguk, pura-pura senang. Padahal rencana iblis sudah bersarang di otaknya. Lihat saja Freya, kamu akan tahu siapa aku. Hingga beberapa saat, tampak tiga orang wanita berjalan ke arahnya. Dua wanita dengan dandanan menor, dan satu lagi gak begitu kelihatan wajahnya karena pakai hoodie, kepalanya agak tertunduk. Dua wanita itu tersenyum pada Reifan, tapi Reifan hanya balas sekedarnya, sambil menoleh lagi ke belakang. “Itu anak kemana ya? Masa belum keluar juga sih?” Hingga ia bertemu seorang wanita yang berpakaian pelayan super market keluar lagi dari dalam gedung. Takut salah, Reifan memutuskan bertanya. “Maaf Mbak, Freya sudah keluar belum ya?” Wanita itu berhenti. “Freya? Freya Ivanka?” Wanita itu balik bertanya. “Iya benar, yang tadi jaga di kasir nomer lima. Kok belum keluar-keluar ya.” “Lho Freya udah keluar kok tadi barusan.” “Belum ah, ini saya tunggu dia lho.” Reifan jadi bingung. Sejak tadi matanya awas menatap sekecil apapun penampakan manusia yang keluar dari super market ini. Gak ada wanita itu lewat depan matanya. Ya kali wanita itu punya ilmu menghilang. “Freya sudah keluar Mas, bareng Kiki sama Meta tadi. Yang pake hoodie itu lho.” Reifan tersentak. Astaga! Dia kecolongan! Wanita b******k! Bisa-bisanya dia perdayai aku! “Oke Mbak, terima kasih infonya.” Sementara di sebuah jalanan yang terlihat sepi. Freya tertawa terpingkal-pingkal karena usahanya berhasil. “Akhirnya gue bisa kadalin tuh orang. Selamat-selamat.” Freya mengusap dadanya dengan senyum penuh kemenangan. Tapi hanya sepersekian detik. Karena tiba-tiba saja, langkahnya terhenti ketika sebuah mobil sedan jenis Mercedes Benz S-Class berhenti tepat di depan tubuhnya. Menimbulkan decitan yang mengejutkan. Bahkan mobil itu posisinya seolah menghalangi jalannya yang sudah dilajur sebelah kiri. Bagai slow motion, pintu bagian depan mobil itu terbuka. Dan keluarlah lelaki yang sejak tadi berdiri di depan pintu masuk supermarket. Napas Freya tercekat. Mata melotot. Ia tak menyangka ketika usahanya gagal total. Wajahnya pias teramat sangat, bagaimana tidak? Kini lelaki itu berdiri, dan dengan gerakan yang lamban ia melepas kaca mata hitamnya. Dengan senyum yang nyaris merenggut asupan udara di dalam tubuh Freya, lelaki itu berucap. “Mau kabur kemana kamu, Freya Ivanka?” Tak lupa senyum amat mematikan Reifan sematkan di sana. Seolah menyampaikan pada Freya jika ke lobang semut pun wanita ini tak akan bisa bersembunyi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD