PART 4 - WANITA BERISIK.

1505 Words
Freya mengumpat dalam hati sejadi-jadinya. Ia tak percaya baru saja bertemu lagi dengan lelaki ini, di saat ia pikir sudah berhasil memperdayai. Freya mundur perlahan, tapi tubuhnya sudah menabrak dinding tembok rumah orang, entah rumah siapa! Oh, andai kata ia punya ilmu menghilang, ingin sekali ia menembus dinding ini. Barangkali bersembunyi dulu barang sesaat. “Kamu pikir, kamu bisa perdayai aku?” Reifan berdesis kesal. Mata Freya melirik kanan dan kiri. Berusaha mencari celah untuk melarikan diri. Sial! Ini jalan komplek sepi banget lagi! Kalau gue teriak, gak bakalan ada yang nolongin juga. Gue kudu gimana ini? Melihat musuhnya sudah tak bisa lagi menghindar, Reifan tersenyum puas. Kini wanita di depannya nyaris seperti anak kijang yang tak lagi bisa lepas dari cengkraman binatang buas. Anak kijang? Hah! Terlalu manis untuk w*************a seperti dia. Lebih pantas disebut musang! Ya, musang yang jelek dan buruk rupa! Tapi kalau dia buruk, gak mungkin Edwin menjadikannya wanita simpanan kan? Berbagai macam pikiran jelek sudah masuk ke dalam otak Reifan, beserta semua idenya untuk membuat wanita ini jera. Ia baru saja akan menutup pintu mobil ketika matanya melihat Freya berlari menjauh. “Ah sial, dia lari lagi!” “Hey tunggu!” Reifan bergegas menutup kasar pintu mobilnya. Tidak ada jalan lain bagi Freya, ia harus berlari. Bodo amat masalah besok, dan dia gak peduli jika harus mencari pekerjaan lain. Terserah Jamal mau mengutuknya dan memusuhinya. Freya benar-benar takut berurusan dengan lelaki ini. Jika bengkel Jamal saja bisa hancur lebur, apa daya dia yang mungil begini. Freya tak berani membayangkan. Tapi Freya salah perhitungan. Jika selama ini ia bisa berlari dari orang yang mengejarnya, kali ini tidak bisa. Tubuhnya terkejar. Tangannya dicekal dan secara tiba-tiba ia merasakan bumi berputar. “Argh …! Turunkan aku!” Tubuh gadis itu kini sudah pindah ke bahu Reifan. Pantas bumi seolah berputar, kepala Freya kini sudah berbalik ke bawah. “Lepaskan aku lelaki b******k!” Freya berusaha mengamuk. Beruntung ia memakai celana panjang. Tetap saja ia pusing tujuh keliling. “Aww!” Freya melotot ketika dengan mudahnya tangan lelaki itu menampar pantatnya. Astaga! Tubuhku sudah tercemar! b******k! “Diam, atau kutampar lagi bagian tubuhmu yang lain.” Freya menutup mulutnya. Astaga! Mau apa dia? “Turunkan aku!” protesnya keras. “Kau mau diam, atau aku benar-benar akan melakukannya?” Entah setan mana yang merasuki Reifan kali ini. Mau-maunya ia menggendong wanita ini. Sungguh, aslinya ia tak suka sekali. Tapi kalau gak begini, posisi apalagi yang pantas? Tak mungkin ia gendong ala bridal style. Kebagusan! “Kau tak akan berani!” Freya menantang. Oh, setelah tubuh bagian belakang tercemar, kini matanya ikutan pula tercemar. Ia bisa melihat dengan jelas bagian belakang tubuh lelaki ini. Haruskah ia balas memukul. Sayang, Freya tidak berani. Ketakutannya kali ini tidak main-main. “Jangan menantangku! Daerah ini sepi, tidak akan ada yang akan menolongmu! Aku bahkan bisa melakukan lebih dari yang aku lakukan tadi.” Freya meringis. Benar juga! Ia mengaduh ketika tubuhnya diturunkan dan dimasukan paksa ke dalam mobil. “Duduk di situ!” Reifan memberi perintah dengan tegas. Lalu menutup pintu mobil dengan kencang. Freya berusaha membuka pintu mobil, tapi sulit. Pintu itu terkunci. Brengsek! Kenapa terkunci! Ya Tuhan! Tak lama pintu sebelah terbuka. Lelaki itu masuk ke dalam mobil. Napasnya ngos-ngosan. Dia pasti keberatan gendong aku. Syukurin! Melihat itu Freya memundurkan tubuhnya hingga mendesak ke pintu. “Si-siapa kau? Ka-kalau kau mau menculikku, percuma!” Masih mengais sisa-sisa keberanian yang sudah hampir menipis, Freya mengangkat dagunya. Reifan mengangkat satu alisnya. Wanita ini masih saja berani menantangnya. Hebat! Ia mendekat sambil menelusuri setiap sudut wajah Freya, tak mempedulikan tatapan Freya yang tidak nyaman. “Tidak akan ada orang yang bisa memberimu uang untuk menebusku,” desis Freya. “Aku bisa jual ginjalmu.” Mata Freya melotot horor. Apa? “Atau ….” Mata Reifan melirik tubuh Freya, membuat gadis itu seketika menyilangkan kedua lengan ke depan d**a. “Aku bisa menjualmu ke mucikari.” “Kau ….” Wajah Freya berubah merah. Amarahnya membeludak. “b******k! Lepaskan aku!” Freya berusaha memukul Reifan, tapi lelaki itu menangkap kedua tangannya. Napas keduanya sama memburu. “Tidak akan aku lepaskan.” Rahang Reifan mengetat, membuat Freya bergidik. “Ada dendam apa kau padaku? Aku gak pernah mengenalmu.” Tampang Freya sudah tampak mengenaskan. Reifan terkekeh pelan. “Serius kau tidak mengenalku?” Dengan penuh keyakinan Freya menggeleng. Ya iyalah, dia kan pura-pura gak kenal, masa mengangguk. “Sebulan lalu di klub malam, kau mencuri ciuman pertamaku.” Mata Freya melotot dan lalu- ia terbahak. “Kau apa? Ha ha ha.” Melihat itu Reifan kembali emosi. Raut wajah wanita ini bisa berubah dalam sekejap. “Apa yang lucu?” Spontan Freya menutup mulut dengan tangannya. Ia lupa, kenapa tertawa. Padahal posisinya tidak menguntungkan saat ini. Hadeh, kenapa gue ketawa ya? Kan gue lagi disekap. Freya garuk kepala. “Maaf, tapi apa kau bilang tadi? Ciuman pertama?” Lalu Freya menatap secara mendetail wajah Reifan. “Ya ampun wajah setampan ini ternyata gak laku,” bisik Freya, tapi ternyata mampu terdengar di telinga Reifan. “Kau bicara apa?” “Ah gak. Gak ngomong apa-apa kok. Beneran.” Mereka sama menghembuskan napas bersamaan. “Dengar ya, eh siapa namamu?” tanya Freya lagi. Reifan mendelik. “Ck, ayolah. Kau tahu nama aku, masa aku gak tahu namamu. Atau perlu kita jabat tangan?” “Tak sudi.” Freya melotot. Lalu ia mendecih. “Kalau begitu aku menyebutmu apa? Hai cowok arogan!” Reifan menoleh. “Dimana Edwin?” “Hah! Apa?” “Dimana lelaki b******k si Edwin itu sekarang?” Mengerjapkan mata sekali, Freya berpikir. “Edwin? Edwin siapa?” Jelas Freya bingung. “Ck, jangan pura-pura tidak tahu. Dimana dia sekarang?” “Beneran deh, kayaknya ini salah alamat. Aku gak kenal dengan orang yang kau sebut itu.” “Kalian bahkan bermesraan di klub malam itu.” Kening Freya mengeryit. Klub malam? Hanya satu klub malam yang pernah Freya datangi dulu, satu-satunya klub malam yang mempekerjakan Freya sebentar atas anjuran Jamal dan yang membuat ia bertemu lelaki ini. Ia tentu ingat ke kejadian sebulan lalu. “Maksudmu … lelaki yang kau hajar itu?” “Oh jadi kau sudah ingat denganku sekarang?” Ah sial! Kenapa justru gue membongkar penyamaran? “Jadi nama orang itu Edwin?” “Jangan pura-pura kau tidak mengenalnya! Kau tidak bisa membohongiku. Sekarang katakan dimana Edwin?” “Memang si Edwin kemana?” “Kalau aku tahu, aku tak akan bertanya padamu.” Iya juga ya! Dia kan nanya ama gue, berarti dia gak tahu kemana si Edwin itu. Lah terus kalau dia nanya sama gue, gue nanya ama siapa dong? Gue aja gak kenal itu orang. “Jangan coba-coba membohongiku lagi.” Mata Freya mengerjap. Ia menggeleng. Kini ia bingung. “Aku gak bohong, aku gak tahu dimana si Edwin itu.” Reifan berdecak. “Aku sumpah demi Tuhan.” Freya mengatupkan kedua tangan di depan d**a. “Kita akan lihat apakah kamu bicara jujur atau tidak.” Reifan menjalankan mobilnya. “Eh kamu mau kemana, turunkan aku!” Freya jelas kaget ketika mobil yang ia naiki berjalan. Ponsel Reifan berbunyi. “Diam, jangan bersuara.” Perintahnya pada Freya. Lalu lelaki itu mengangkat teleponnya. “Hallo.” “Maaf Pak Rei, satu jam lagi ada tamu dari PT Multi Anugerah. Minta mengadakan pertemuan.” “Oke, aku ke kantor sekarang.” Mobil terus berjalan, dan Freya pasrah pada nasibnya. Ia hanya berharap lelaki ini bukan orang jahat. Mata Freya membola ketika mobil yang ia tumpangi memasuki parkiran gedung bertingkat. Terlihat elegan sekali. Kali ini Reifan masuk ke dalam kantornya tidak melalui loby. Pasalnya ia tidak membawa supir dan pengawal, niatnya hanya ingin mengunjungi Marsha, siapa sangka ia jadi putar haluan kembali ke dalam kantor. Mobil Reifan berhenti di parkiran bawah gedung perkantoran miliknya. Ia memutar mobil dan membuka pintu. Kembali meraih lengan Freya untuk keluar secara kasar. “Lepaskan aku! Kau mau bawa aku kemana?” Tak mempedulikan protesan Freya, Reifan terus membawa Freya ke depan lift. “Sore pak.” Satpam menyapa Reifan dan memandang heran pada Freya. “Pak Satpam pastikan wanita ini tidak kabur. Ingat baik-baik wajahnya,” titah Reifan. “Baik Pak.” Ketika Reifan lengah, kaki Freya menginjak sepatunya, dan lagi-lagi wanita itu kabur. “Argh ....! Kejar dia!” titah Reifan pada satpam. Ah, sial! Injakannya sakit sekali. Dua satpam itu kembali berhasil meringkus Freya. “Lepaskan aku!” Freya kembali berhasil ditangkap satpam. Demi Tuhan, ia tak mau diperlakukan seperti ini. Apa salahnya? Kedua lelaki petugas keamanan itu kembali membawa Freya kehadapan Reifan. “Kau gak bisa perlakukan aku seperti ini! Aku tidak bersalah, aku-hmppph.” Wajah Reifan sudah memerah menahan emosi. Terpaksa ia membungkam mulut Freya dengan sapu tangannya. Pusing kepalanya mendengar suara wanita ini sejak tadi. Wanita ini berisik sekali. “Bawa dia ke ruanganku!” Mata Freya melotot ngeri. Ia bertanya lewat matanya. "Kau akan kujual ke mucikari!" Seakan mengerti arti tatapan Freya, Reifan berbisik di depan wajah wanita itu. Ia tersenyum puas saat melihat Freya tampak shock luar biasa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD