PART 8 - KLUB MALAM

1276 Words
Awal kisah kemelut hidup Freya. Tak pernah terbersit dalam benak seorang gadis bernama Freya Ivanka, jika ia akan bekerja di tempat seperti ini. Klub malam. Sesuatu yang sungguh ia hindari. Bukan apa, walau ia bukan orang kaya, tapi ia seorang gadis yang menganut paham jika kita ingin menjadi orang baik, maka hindari tempat-tempat yang tidak baik. Jelas tempat yang kini ia injak ini tidak baik untuknya. Asap rokok, minuman keras sudah pasti banyak di tempat ini. Tapi sekali lagi, ia teringat perkataan sahabatnya sejak mereka masih sama sekolah pakai seragam merah-putih. “Lo cuma jadi pelayan doang. Antar pesanan, gak macam-macam.” Begitu pesan Jamal ketika ia bertanya lebih lanjut lagi tentang pekerjaan yang Jamal berikan. “Daripada lo nganggur, nanti nenek lo marah-marah lo gak ada duit. Lo mau dikawinin sama juragan tanah yang udah tua itu?” Masih dengan asap mengepul di mulut, Jamal seolah memberikan opsi. Freya bergidik. Membayangkan kumis juragan itu yang mirip dengan kelabang atau makhluk menjijikan itu. “Kenapa? Lo lagi bayangin dikecup sama itu juragan ya, geli-geli gimana gitu?” “Lo pengen bibir lo kena jahitan lagi?” Mata Freya mendelik marah. Jamal langsung menutup bibirnya. Pasalnya dulu pernah ia mendapatkan jahitan beneran saat kena bogem bakiak Freya. Dulu mereka pergi ke sungai berdua. Lelaki itu tak sengaja membuat Freya nyemplung ke kali. Awalnya mereka bercanda di pinggir kali, saling dorong-dorongan. Tapi tenaga Jamal kuat dan Freya beneran nyemplung ke kali. Untung Jamal segera menolong hingga nyawanya selamat, tapi tidak dengan bibirnya. Begitu selamat dari arus sungai, bukan ucapan terima kasih yang Jamal dapatkan, tapi Freya memberikan pukulan bakiaknya sekuat tenaga hingga Maknya Jamal harus membawa putra kesayangannya itu ke klinik dan mendapatkan lima jahitan. Tapi menurut para gadis, bibir Jamal sekarang sexy. Haruskah Jamal berterima kasih pada Freya atau pada bakiaknya? “Beneran ya cuma antar minuman? Gak macam-macam? Awas lo,” ancam Freya. “Masa lo gak percaya sama gue sih.” Sudah ditolong masih ancam-ancam. Cewek gila. Eh, teman gue deh gila-gila juga. Aduh ikutan gila kan gue jadinya. Jamal menoleh pada lelaki yang tengah duduk senyum-senyum mengira wanita di depannya ini kekasih Jamal. “Jeff, inget nih cewek gue jangan sampai dimacem-macemin ya. Anak baik-baik ini.” Lelaki bernama Jeff hanya memberi jempol. “Lo mau balik sendiri, apa gue jemput?” tanya Jamal pada Freya. “Taxi banyak kali. Percuma minta lo jemput. Kan ada pertandingan bola.” “Cakep!” Setelah itu Jamal pergi begitu saja. Dan di sinilah Freya berada. Di ruang ganti. Ia diminta berganti pakaian, dan mengerjap saat menyaksikan tubuhnya di cermin, dengan pakaian yang super minim. “Sialan si Jamal, kenapa dia gak ngomong pake baju minim gini sih? Ampun dah.” Seberapa keras pun Freya menarik baju agar bisa menutupi pahanya, tetap saja sia-sia. Pahanya yang mulus dan putih yang selama ini ia tutupi dengan celana panjang terlihat sudah. Ketukan di pintu membuat Freya menghela napas. Belum lagi lengannya terlihat indah dan putih bersih terpampang dengan jelas. “Yaya, sudah belum?’ Itu suara Jeff. “Bentar Jeff.” Dengan malu-malu Freya membuka pintu ruang ganti. “Wow? Jamal benar-benar ya.” Jeff memutar badan Freya dan mengangguk. Saat ia melihat ke wajah Freya, ia melihat gadis itu meringis. “Kenapa Ya?” “Jeff, sorry nih. Bukan gue cerewet ya. Tapi, emang gak ada baju yang lebih tertutup gini?” Jeff terkekeh. Memang semua pelayan di sini wajib mengenakan baju yang hanya sampai bahu. Lengan mereka terbuka, begitu juga dengan rok minimalis di atas lutut. Jeff bersiul. Cantik juga cewek si Jamal. “Ini baju wajib Yaya.” “Ck, udah kayak lagu aja, pake wajib-wajib.” “Tapi asli lo cantik kok.” Jeff harus mengerahkan salah satu karyawannya memoles Freya. Dan hasilnya cukup memuaskan. “Iyalah kan gue cewek! Udah, mana yang mau gue kerjain. Biar cepet beres.” Jeff mengangguk. “Yaya, kok lo mau sih pacaran sama si Jamal?” tanya Jeff. “Hah! Pacaran?” Sialan Jamal, main ngaku-ngaku aja. Tapi bagus juga sih. Biar gak ada yang macam-macam di sini. “Lo cantik gini, gak nyesel jadi pacar si Jamal?” Nyesel banget sih, tapi amit-amit kalau beneran si Jamal pacar gue! “Ya, namanya juga cinta bang.” Aslinya Freya mau muntah. “Ini minumannya, antar ke ruang VIP. Tar lo anterin ke sana, terus tanya mau nambah apa lagi ya? Inget senyum saat antar.” “Oke sipp, anter-tanya-senyum. Mudah!” “Semangat Yaya.” “Oke Jeff.” Untung di rumah biasa melayani nenek yang cerewet. “Yaya, ambilin minum.” “Yaya, matiin kompor.” “Yaya, sapu depan rumah.” Masih dengan mulut bersungut Freya melangkah dengan wajah riang. Anggap aja sekarang juga nenek yang suruh. Tiba di depan pintu ruangan VIP, Freya menghembuskan napas. Oke, Freya! Pekerjaan di mulai, rupiah menunggu, cicilan lipstik dari Lola kudu lo bayar. Angkat wajah, senyum, terus tanya mau pesan apa lagi jangan lupa. Dengan pelan Freya mengetuk pintu. Lalu ia membuka dengan perlahan. Wajahnya melongok ke dalam. Cuma ada satu orang? Seorang lelaki yang tengah memainkan ponsel mengangkat wajah. Ruangan dengan lampu temaran dan layar yang menampilkan lagu melow ini tampak romantis sekali. Mungkin lagi tunggu pacarnya nih orang. “Selamat malam Pak, ini minumannya.” Freya tersenyum semanis mungkin. “Masuk.” Lelaki itu meletakkan ponselnya dan menatap Freya dengan mata yang tidak berkedip. Freya meletakkan dengan hati-hati gelas yang ia bawa di atas meja. “Ini ada yang mau ditambah?” tanya Freya lagi dengan sikap masih berdiri dan tersenyum. “Duduklah dulu.” Duduk? Oke, mungkin dia mau mikir pesan yang mana. Masih dengan senyum Freya duduk tak jauh dari lelaki itu, tapi masih satu sofa. “Siapa nama kamu?” tanyanya lagi dengan mata menatap pada lengan dan paha Freya. Putih dan mulus. “Na-nama saya?” “Ya, nama kamu.” Secara perlahan lelaki itu mendekat. “Yaya.” “Nama yang cantik secantik orangnya.” Tubuh itu kian mendekat, hingga secara perlahan Freya bergeser. Ia jengah, pasalnya lelaki yang dekat dengannya itu hanya Jamal, dan Jamal pun tak pernah seperti ini. “Ba-bapak mau pesan apa? Biar sekalian saya antar lagi kemari.” “Aku pesan kamu bisa gak?” Senyum jahil dan mejijikkan tampak dihadapan Freya. Jamal sialan! Dia bilang cuma antar makanan! “Ta-tapi saya bukan minuman.” “Memang bukan, kamu makanan yang cukup menggiurkan buat saya.” Lelaki itu memerangkap Freya. Bukan tak bisa melawan, tapi Freya mengingat pesan Jamal. Lo gue masukin kerja, jangan aneh-aneh. Jamal, kalau dia macam-macam jangan salahin kalau gue buat kepalanya pecah. “Kamu mau gak temani aku malam ini?” bisik lelaki itu sambil membelai lengan Freya. Segera Freya menepisnya. “Maaf saya wanita baik-baik.” “Ayolah jangan jual mahal, sebutkan saja angkanya.” Kembali Freya menepis tangan yang sudah mulai mendarat ke pahanya. Kampret Jamal! “Kamu berapa digit dalam semalam?” “Maaf tapi saya gak bisa disewa dalam semalam.” Menepis lagi tangan yang membelai pipinya. “Oke kalau gak mau semalam, seminggu juga boleh.” Gila! “Tolong ya bapak jangan dekat-dekat! Saya bisa berbuat kasar!” Keluar sudah taring Freya. Bodo amat mau dipecat, mau diusir, mau ditendang. Memangnya gue sabun, sembarang colek-colek! “Hey, jangan kurang ajar kamu ya sama saya!” Lelaki itu mulai marah. “Yang kurang ajar itu bapak, kan situ yang colek-colek sejak tadi.” “Hey jangan sok suci kamu ya.” “Saya gak sok suci, tapi-“ Belum sempat Freya berucap, tubuhnya sudah dipaksa rebah di sofa. “Bapak mau apa?” Jantungnya bertalu, baru kali ini mendapatkan perlakuan kurang ajar seperti ini. “Saya mau kamu, Yaya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD