PART 6 - SAHABAT ATAU CALON ISTRI?

1566 Words
Baskoro Gerald Delvaro berdiri dengan wajah terpaku tidak percaya. Pasalnya ia baru kali ini menemukan cucunya dalam keadaan posisi yang sungguh menggelikan. Seorang Reifan Gerald Delvaro yang bahkan terlihat dingin pada wanita, kini terciduk dengan posisi yang sangat intim sekali. Menyadari kesalahannya, Reifan segera menjauh dari posisi semula. Freya pun membenarkan letak duduknya. Sungguh, Freya malu sekali. Wajahnya bahkan sudah memerah. Reifan sudah duduk dengan santai, begitu juga Freya. Mereka berdua berusaha menjaga sikap di depan lelaki yang berstatus kakek Reifan ini. "Kamu gak mau kenalkan sama kakek?" Baskoro melirik ke arah Freya. Freya bingung, dan ia menoleh ke arah Reifan. "Oh, ini ... ini adalah ...." Reifan mengerjap, antara bingung harus mengenalkan sebagai apa wanita ini. Tak mungkin sebagai simpanan Edwin, yang ada kakeknya kena serangan jantung. Kakek gak boleh tahu mengenai rumah tangga adiknya yang tidak harmonis. "Ya, siapa dia?" Baskoro tampak tak sabaran. Matanya kian menyelidik. "Dia sahabatku." Reifan tersenyum manis pada Freya. Sahabat? Freya hampir terjengkang ketika mendengarnya. "Sahabat? Yakin?" Freya yang menganga kembali terkejut ketika bahunya dirangkul tiba-tiba oleh Reifan. "Ya, kami sahabat. Tadi, kami bertengkar dan bercanda. Itu hal biasa terjadi pada kami." Meringis ketika menerima remasan dibahu. Seolah Reifan memberi tanda jika Freya harus mengangguk. Lelaki ini bahkan tersenyum dengan mimik wajah yang aneh sekali. "Ya, benar kek. Kami sahabat." Mau gak mau Freya ikutan bersandiwara, pasalnya remasan Reifan di pundaknya lama-lama menyakitkan. Sial! "Tuh kan, dia bahkan panggil kakek, karena kami memang sudah lama kenal. Kan kakek gak hapal semua sahabat aku." Baskoro mengangguk. Oke, anggap ia percaya. "Kenapa kakek tidak mengabari dulu, kedatangan kakek?" tanya Reifan lagi sambil bangkit ke arah kursinya. Tampaknya rencananya berantakan. "Kakek sengaja ingin membuat kejutan, tapi siapa sangka kakek yang terkejut." Baskoro terkekeh sambil melirik ke arah Reifan dan Freya bergantian. Tampak Freya berulang kali membenarkan rambutnya yang berantakan. Sepintas pikiran mampir di benak Baskoro, apa yang akan terjadi jika ia telat datang? Jangan bilang ia akan mendapat cicit sebelum ada pesta pernikahan. Tidak, ia tak akan biarkan hal itu terjadi. Tidak akan ada, dalam garis keturunanya ada anggota keluarganya yang memberikan cela seperti itu. "Bukankah kau ada rapat dengan PT. Multi Anugerah?" Baskoro mengingatkan cucunya. Ditanya begitu, Reifan tersadar. "Iya benar kek." Tapi ia bingung bagaimana dengan wanita ini? Urusannya belum selesai. Ia belum mendapatkan alamat Edwin. Dan kakeknya tidak boleh tahu urusan mereka berdua. "Ya sudah, kau pergilah. Biar kakek di sini dulu, ada Freya kan yang bisa menemani kakek." Justru itu! Reifan jadi tak berminat ikut meeting. "Tapi kek-" "Eh, mereka klien penting kan? Awas ya sampai klien penting pada hilang karena kamu lalai." Oke, Reifan tak bisa membantah. Ia mendekat ke arah Freya, melihat itu Freya langsung siaga satu. "Aku pergi dulu, kamu jaga kakek aku," titah Reifan pada Freya. Eh, serius? Freya merasa aneh. Jangan bilang lelaki ini sudah melepasnya. Kepala Reifan mendekat ke arah Freya. "Jangan bicara mengenai Edwin, mengerti?" bisik Reifan dengan penuh penekanan. Freya mengangguk. "Oke." "Bagus." Reifan menepuk puncak kepalanya, hingga Freya melotot ngeri. "Tunggu aku selesai meeting, urusan kita belum selesai." Kembali Reifan berbisik. "Hmmmm." Baskoro kembali berdehem. Reifan yang merasa itu teguran, segera meraih jasnya dan memakainya. "Kek, aku titip sahabat aku. Tolong jaga dia sampai aku selesai meeting." "Iya, kau pergilah sana." Baskoro mengibaskan tangannya tanda mengusir Reifan untuk segera pergi. Sekali lagi Reifan menatap Freya dengan tatapan seolah berkata, jangan berbuat macam-macam. Tapi Freya hanya mengangkat alisnya satu. Saat tubuh Reifan hilang dibalik pintu, Freya bernapas lega. Hufff, akhirnya aku bebas. "Desi, tolong kemari sebentar." Freya menoleh dan menemukan si Kakek sedang menelpon sekretaris Reifan. Tak lama pintu diketuk dari luar. "Masuk." Pintu itu terbuka dan masuklah Desi, sang sekretaris. "Saya mau minta minuman hangat Des, kamu Freya mau minum apa?" Baskoro menoleh ke arah Freya. Freya mengerjap menoleh ke arah Desi. "Aku boleh buat sendiri gak minumnya? Aku gak biasa dibuatkan oleh orang lain." Desi tersenyum. "Boleh, mbaknya bisa ikut saya ke pantry." Freya mengangguk. "Saya tinggal sebentar ya kek." Dengan bersorak, Freya bangkit dan ikut Desi ke arah pantry. Letak pantry gak jauh dari ruang kantor Reifan. Dan mata Freya menjelajah ketika beranjak ke pantry. Di ujung ia melihat Reifan berdiri tengah berbincang dengan beberapa orang yang entah siapa. Iseng Freya melambaikan tangan pada Reifan. Sementara Reifan melipat kening. Tapi ia tidak akan khawatir, ia sudah menitipkan pesan pada sekretarisnya terkait Freya. "Saya sebenarnya bingung. Mbak Freya ini siapanya Pak Rei sih? Jujur saya gak percaya kalau Pak Rei bilang Mbak Freya ini mencuri dompetnya Pak Rei." Freya terkikik. "Saya memang pencuri kok." "Hah, serius?" Desi menatap horror. "Iya, tapi yang saya curi hati Reifan." Bola mata Desi melotot. "Jadi ... jadi Mbak Freya ini ...." "Perkenalkan, saya calon istri Pak Reifan." Freya mengulurkan tangannya ke hadapan Desi. Bodo amat, biar saja sekalian gue kerjaiin tuh orang. "Beneran Mbak? Tapi setahu saya Pak Reifan itu sudah punya kekasih." "Ah itu mah hanya selingan, yang jelas dia pasti akan kembali pada saya. Kamu tahu kenapa tadi dia sampai tutup mulut saya? Bagaimana saya gak marah, saya itu lagi kerja. Eh dia marah-marah, katanya bikin malu. Punya calon suami pengusaha muda, tapi kerja kok jadi kasir supermarket. Padahal kan suka-suka saya ya. Saya bukan tipe wanita pengeretan. Saya mau cari uang sendiri, hasil keringat sendiri. Eh dia gak mau. Makanya dia culik saya dari tempat kerjaan." Freya mulai melancarkan drama kebohongan. Jika Reifan saja bisa, kenapa ia tidak? "Wah, so sweet amat sih Pak Rei." Desi sungguh tidak menyangka. "Lho memang kamu gak tahu dia romantis?" Romantis dari hongkong! Desi menggeleng. "Pak Rei kadang dingin bu, jarang senyum." "Ah itukan karena sama kamu," ucap Freya lagi, yang tiba-tiba mendapat ide brilian kembali. "Kalau sama saya mah dia agresif dan ganas. Kamu tahu kenapa saya pakai hoodie ini?" tanya Freya sambil menyentuh hoodie bagian leher. Desi menggeleng. Seolah mendramatrisir, Freya menoleh ke kanan dan kiri, takut ada yang dengar bisikannya nanti. "Ini leher saya banyak banget hasil kerajinan dia." "Hah! Yang bener mbak?" Desi menganga tak percaya. Syukurin! Mampus lho Rei! "Lah, kan tadi kamu lihat sendiri pas masuk sama si kakek. Aduh, aku beneran jadi malu." Freya pura-pura tersipu. "Kancing baju saya nyaris lepas tadi." Entah mengapa hari ini Freya mendadak pinter. Ucapkan selamat tinggal pada Freya si lola! "Wah Pak Rei seperti itu toh?" Tanpa sepengetahuan Freya dan Desi, ada office boy yang mendengar semuanya. "Wah hot gosip nih. Gak nyangka pak Rei seganas itu sama calon istrinya." Freya tersenyum mendengar curhatan dari lelaki yang kini bebas ia panggil kakek. "Reifan itu laki-laki yang dingin. Kakek gak tahu kalau dia memiliki sahabat seperti kamu. Sejak kedua orang tuanya gak ada, dia menjadi sosok yang mandiri. Reifan menjadi pelindung buat Marsha, adiknya. Itu sebabnya kakek sudah percaya, Reifan bisa menjaga Marsha dengan baik. Bahkan kakek belum mengunjungi Marsha yang kabarnya tengah mengandung." Oh, jadi s**u hamil itu buat adeknya? Batin Freya. Baskoro berdiri. "Mumpung kakek ada di kota ini, kakek mau mengunjungi Marsha dan Edwin, suaminya." Jadi Edwin itu suami si Marsha. Terus kenapa dia nuduh gue ngumpetin si Edwin. Jangan-jangan si Edwin itu memang lelaki b******k. Sudah punya bini hamil masih ganjen. Aih, amit-amit. Freya rasa ia sudah lama juga ada di sini. Ya kali dia nunggu itu orang balik. Buat apa coba? "Kek, aku numpang bisa gak." Sambil garuk kepala yang tidak gatal, Freya mencoba peruntungan. "Lho kamu gak tunggu si Reifan?" Dengan cepat ia menggeleng. Ogah amat! "Gak deh, nanti aku kemari lagi gampang." Amit-amit jangan sampe deh. "Oke, kalau kamu mau ikut kakek pulang, kita jalan sekarang." Lalu Freya bersorak dalam hati. Ia melangkah keluar ruangan dan bertemu Desi. "Desi, saya dan Freya akan pulang." Baskoro bicara pada Desi yang langsung berdiri dari duduknya. "Lho mbak Freya gak tunggu Pak Rei, soalnya tadi Pak Rei bilang supaya memastikan Mbak Freya menunggunya." Freya tersenyum pura-pura merona. "Gak usah Des, bilang aja sama dia kapan-kapan aku mampir kemari. Atau kalau dia gak tahan kangen sama aku, suruh ke rumah aja. Dia tahu kok, kan sudah sering ke rumah aku." Freya terkikik penuh kemenangan. Sedang Baskoro hanya tersenyum. Ia yakin hubungan Reifan dan gadis ini lebih dari sekedar sahabat. "Oke deh mbak kalau begitu." Desi tersenyum penuh hormat. Gak apa kali ya, masa Pak Rei marah sama aku sih? Kan calon istrinya mau pulang. Kalau dia kangen bisa ke rumahnya kan? Freya pun berjalan di samping Baskoro dengan mengangkat wajahnya. Menunjukkan kesan jika ia bukan wanita sembarangan. Sepanjang perjalanan suara bisik-bisik terdengar di telinga Freya. "Wah ini toh calon istri Pak Bos." "Terus yang kemarin gimana?" "Yah, namanya juga bos bebas kali mau banyak pacar." "Iya ya, ini mah jalannya saja sama kakek si bos. Pasti bener ini calon istri." Entah bagaimana ceritanya sampai drama yang dia buat berhasil. Freya semakin tersenyum puas. Dagunya semakin terangkat. Untung ia sering nonton drakor. Jadi tahu seperti apa model jalan istri seorang pengusaha. Syukurin lo Reifan. Semoga ini terakhir kalinya kita bertemu. Freya mengerang dalam hati. Saat tahu, tak mungkin lagi bekerja di supermarket itu. Bisa ketemu lagi dia dengan si Reifan ini. Ia menyesal besok harus jadi pengangguran lagi. Sungguh, andai bisa diputar lagi ke malam satu bulan yang lalu, ia tak akan pernah mau bekerja di klub malam itu. Itu awal perseteruannya dengan laki-laki tampan nan arogan bernama Reifan Gerald Delvaro. Sudah, cukup sampai sini saja mereka bertemu. Selamat tinggal Reifan, semoga kau berhasil menemukan lelaki bernama Edwin-Edwin itu. Freya tidak pernah menyangka perjumpaannya dengan Reifan dulu berakibat fatal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD