Part 2 - Suasana Baru

1425 Words
Suara sorak sorai dan jerit kekaguman di kelas X IPA 2 masih menggema hingga saat ini, hingga pada saat kak Zidan kembali mencoba menetralkan suasana dengan suara beratnya sebagai interupsi agar kelas kembali kondusif. "Tolong perhatikan saya, dan jangan ramai sendiri. Jika kalian tetap ramai, maka kami akan keluar dari kelas kalian dan menyerahkan tugas pengambilan suara kepada anggota OSIS yang lain." Mendengar penuturan tegas yang diucapkan oleh kak Zidan di depan, sontak membuat para murid perempuan kembali duduk di bangku mereka masing-masing meski mereka tetap tidak melepaskan pandangan mereka pada sumber kehebohan beberapa saat yang lalu. Nila yang mendengar suara tegas kak Zidan menjadi ikut tersenyum, karena menurutnya kak Zidan adalah tipikal cowok yang tegas dan mampu berpikir realistis disaat yang tepat. Berbeda dengan cowok yang telah menjadi sumber keributan di kelas barunya saat ini, Nila justru membenci cowok tersebut. Karena menurutnya tidak ada yang menarik dari sesosok cowok resek dan b******k yang sudah membuat mood-nya hancur di hari pertamanya sekolah. Kenapa harus cowok b******k itu yang menyandang gelar sebagai idola sekolah? Mengapa bukan kak Zidan saja? Jika dilihat dari segi mana pun, jelas kak Zidan lebih memenuhi syarat sebagai seorang idola sekolah. Meski secara tampang, memang cowok b******k itu lebih unggul sedikit dari kak Zidan. Tapi tetap saja setampan apa pun cowok b******k itu, tidak akan merubah pandangan Nila bahwa kak Zidan jauh lebih baik dari pada Nelan. Lamunan Nila tentang dua sosok cowok tampan di depan kelasnya seketika buyar, saat ia mendapati bahwa ada seseorang yang tengah menatapnya dengan intens sedari tadi. Perlahan Nila mengangkat kepalanya, hingga akhirnya kedua bola matanya bertumbukan dengan iris mata cowok yang menatapnya sedari tadi. Bagai terhipnotis, tatapan Nila seolah terkunci pada sepasang iris segelap malam itu. Bahkan sampai saat cowok tersebut mulai melangkahkan kakinya ke arah tempat duduk Nila saat ini, tatapan Nila tetap tidak bisa terlepas darinya. Hingga pada saat jarak mereka hanya terpaut 2 meter, barulah Nila memalingkan wajahnya ke sisi lain. 'Bodoh! Ngapain sih gue ngeliatin dia tadi, entar dia ke-GR-an lagi!' Nila kembali merutuki dirinya yang sempat terhipnotis oleh tatapan kedua iris kelam Nelan dan ia kembali bersikap acuh seolah tidak ada yang terjadi, dan berharap agar Nelan segera kembali ke depan agar tidak ada yang berpikir yang tidak-tidak tentang mereka. Tapi harapan Nila harus pupus saat kini Nelan bahkan telah berdiri tepat di samping bangkunya dan memberikan sebatang coklat di atas mejanya, yang dimana hal tersebut justru kembali membuat heboh hampir seluruh murid yang ada di kelasnya saat ini. Tidak terkecuali empat anggota OSIS yang ada di depan. 'Oh Tuhan! Ngapain sih ini cowok nyamperin gue segala. Gue pindah sekolah karena gue butuh ketenangan, bukan nambah masalah kayak gini.' "Maaf kak.." "Gue tertarik sama lo, istirahat makan bareng." Ucap Nelan dengan mengedipkan sebelah matanya. "Tapi kak.." Nila yang masih terbengong mendengar perkataan Nelan mencoba untuk menolak, tapi Nelan sudah keburu pergi meninggalkan kelas tanpa berpamitan dengan senyum miring yang selalu tersungging di sudut bibirnya. "Nil.. tadi itu ilusi kan? Ajaib banget sampai Kak Nelan ngajakin lo makan bareng!" Sani adalah orang pertama yang angkat suara setelah kepergian Nelan dari kelas mereka. Masih dengan tatapan terkejut dan pandangan tak percaya memandang Nila. "Lo kenal sama Kak Nelan?" "Atau lo pacarnya Kak Nelan?" "Sebenernya hubungan lo sama Kak Nelan itu apa?" Nila yang di berondong dengan berbagai pertanyaan dari teman sekelasnya terutama para cewek-cewek rempong cuma bisa meringis kecil sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal bingung harus menjawab apa. "Emm.. gue, gue nggak kenal sama Kakak tadi." Jawaban Nila yang terkesan jujur dan polos tadi seketika mengundang tatapan tak percaya dari seisi kelas. "Jangan bercanda, lo bohong kan!" Brakkk Seketika perhatian seluruh siswa kembali terarah ke depan saat Kak Zidan kembali memukul papan tulis dengan penghapus. "Jika kalian memang tidak serius mengikuti proses pengambilan suara ini, lebih baik kami para anggota OSIS keluar dari kelas kalian dan memanggil Pak Marhen agar kembali melanjutkan pembelajaran." Para siswa siswi yang mendengar perkataan Kak Zidan di depan seketika langsung gelagapan kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Ancaman untuk memanggil Pak Marhen kembali mengajar di kelas memang benar-benar ampuh untuk menertibkan anak-anak X IPA 2 ini. Akhirnya proses pengambilan suara itu pun berjalan dengan lancar, hingga kini suasana kelas telah kembali ramai setelah para anggota OSIS meninggalkan kelas mereka. Dan tentu saja Nila tak luput dari serbuan para anak cewek di kelasnya yang seketika langsung mengerubungi bangku Nila. Sedangkan para anak cowok kini tampak asik sendiri dengan dunia mereka, ada yang kumpul di pojokan sambil senyum-senyum gak jelas, ada yang main ponsel, bahkan ada yang asik ngobrol sambil duduk di atas meja. "Eh.. eh Nila itu tadi seriusan Kak Nelan ngajak lo makan?" "Lo yakin nggak kenal sama dia?" "Atau jangan-jangan lo pelet dia ya? Sampai Kak Nelan ngajakin lo makan bareng?" Untuk pertanyaan yang terakhir sontak membuat Nila yang pada awalnya memegangi kepalanya pusing langsung mendongak dengan wajah cengo. "Heh udah stop.. stop! Lo semua nggak kasian apa liat wajah Nila yang udah pusing dengar pertanyaan lo semua?" Lerai Sani yang kasian waktu lihat wajah Nila yang bingung mau jawab apa. "Hehe sorry deh Nil, kita kan kepo hehe... oh iya kenalin gue Rina." "Gue lidya." "Gue Vani." "Gue Sela." "Dan yang paling lemot ini namanya Andara." Nila menyalami satu per satu teman-temannya yang rupanya tidak seburuk pemikiran awalnya. "Ihh apaan sih lo San.. gue nggak lemot tau, cuman gue butuh waktu aja buat memproses omongan kalian." "Sama aja kali!!!" Balas mereka kompak yang langsung membuat Andara atau yang biasa dipanggil Dara itu mengerucutkan bibirnya sebal. "Tau ah, kalian nggak asik." Andara berdecak sebal sebelum akhirnya beranjak pergi ke bangkunya. "Yah.. dia marah." "Biarin ajalah, entar dibujuk juga bakal balik lagi." "Oh iya Nil, lo belum jawab pertanyaan kita tadi." Tudung Sani dengan yang serempak langsung diangguki semuanya. "Eh.. itu.. gue.." "Gue apa?" Nila menghembuskan napasnya pelan. "Sumpah gue nggak tau apa-apa." "Hmm gitu ya.." Sani yang mendengar jawaban Nila mulai mangut-mangut dengan ekspresi serius. "Akh gila bohay..." "Seksi uyy.." "Gak nahan!!" Kontan kepala para cewek yang tadinya mengerubungi meja Nila kini kompak menoleh pada kumpulan anak cowok di pojok ruangan yang tampak senyum-senyum gaje dengan tampang mupeng. "Heh lo pada nonton apaan tuh, gue bilangin Bu Masitoh baru tau rasa lo pada." "Apaan sih yayang Sani, bilang aja lo pengen." Sahut Rendy yang langsung disahuti gelak tawa teman-temannya. "Sini-sini kalo lo emang pengen liat. Duduk dipangkuan gue juga boleh." Ujar Reno seraya menepuk-nepuk pahanya seoalah menyiratkan pada Sani dengan tatapan mata jenaka sambil menaik turunkan kedua alisnya. Sementara Sani dan para cewek yang melihat itu semua malah langsung memasang ekspresi jijik bercampur mual. "Apaan sih lo, jijik banget gue." "Ya elah gak usah sok jual mahal deh, ya nggak Nil?" Ucap Akas sambil mengedip genit sama Nila. "Nggak usah ditanggepin Nil, mereka cuman hama di kelas ini." Sahut Rina, yang langsung diangguki semua cewek di kelas itu. "Biar dibilang hama kayak gini juga, yang penting tetep ganteng." Sahut Bobby yang ikut membela Reno. "Yo'i bro!" Sontak Reno, Bobby, Rendy, Akas, dan Ical ber-tos ria dengan tampang-tampang tanpa dosa mereka. Nila yang dari pertama kali mendapati kondisi kelas kayak gini cuman bisa meringis pelan. "Emang tiap hari kayak gini ya?" "Iya Nil, lo harus kuatin iman aja buat ngadepin cowok-cowok astral kayak mereka." Jawab Vani menggebu. Nila yang mendengarnya kontan menganggukkan kepalanya. Dan obrolan mereka pun berlanjut sampai tak terasa jam istirahat pun telah berbunyi. "Wahh udah istirahat aja, lo mau ngantin nggak Nil?" "Em boleh..." Nila menyetujui ajakan Vani, karena jujur saja perutnya udah keroncongan minta diisi. "Ya udah yuk!" Sani, Vani, Sela, Dara, dan Nila memutuskan ke kantin bersama. Sementara Lidya dan Rani pergi ke toilet dulu sebelum nyusul ke kantin. Saat baru beranjak, mereka lagi-lagi dibuat terperangah saat Nelan tiba-tiba muncul di ambang pintu kelas mereka dan langsung menarik sudut bibirnya sebelum beranjak mendekati Nila. "Nil, kayaknya kak Nelan mau nyamperin lo deh." Bisik Vani saat Kak Nelan kini sudah berhenti dalam radius dua meter dari mereka. "Kayaknya lo mau ke kantin. Yuk bareng, kebetulan gue juga laper." Dan kini Nila dibuat terbengong saat tanpa diduganya Nelan langsung menarik tangan Nila menuju ke kantin. Setibanya di lorong kelas, tak jarang banyak para murid cewek yang menatap ke arah perginya Nila dan Nelan. Bahkan banyak yang memandang kagum pada Nelan, tapi justru memandang sinis saat mendapati tangan Nelan yang menggandeng tangan Nila. Sementara Nila hanya bisa menundukkan kepalanya sepanjang perjalanan menuju kantin, tak jarang tangannya meronta agar Nelan melepaskan tangannya yang justru semakin digenggam dengan erat oleh Nelan. "b******k! Riwayat gue bakal tamat bentar lagi." Batin Nila ketika melihat tatapan menusuk yang ditujukkan padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD