Part 1 - Kejadian Langka

1673 Words
Jika ada cowok yang memperlakukan lo beda dari yang lain, itu tandanya ada sesuatu dalam diri lo yang bikin dia tertarik. *** Koridor sekolah kini telah ramai didesaki para siswa-siswi yang berhamburan memasuki kelasnya, karena bel pelajaran pertama telah berdenting memekakkan telinga. Nila yang pada dasarnya memang baru pertama kali berada di sekolah barunya, mencoba meminggirkan tubuhnya agar tidak tertabrak banyaknya siswa-siswi yang berhamburan memasuki kelasnya. Sebenarnya ia ingin bertanya mengenai dimana ruang kepala sekolah untuk menyelesaikan masalah kepindahnnya ke SMA Tunggal Bangsa ini. Tapi melihat kondisi saat ini, sepertinya itu mustahil dilakukannya. Tidak akan ada yang mau mengantarnya menuju ruang kepala sekolah, sehingga Nila harus berusaha sendiri untuk mencarinya. Setelah suasana koridor menjadi lumayan sepi, akhirnya Nila memutuskan untuk berjalan menyusuri koridor sekolahnya sambil sesekali melihat ruangan-ruangan yang dilaluinya. Entah sudah berapa menit Nila berjalan menelusuri koridor sekolah barunya, tapi ia tetap tidak menemukan ruang kepala sekolah. "Huh.. Ini sekolah luas amat sih, sampai nyari ruang kepala sekolah aja nggak nemu-nemu!" Nila menggerutu sebal karena sejauh dia melangkah, tapi tetap saja tidak menemukan ruang kepala sekokah. "Ngapain lo disini?" Nila yang baru saja duduk di salah satu bangku yang ada di koridor sekolah, sontak langsung refleks menolehkan kepalanya pada sumber suara. Dan ketika mendapatinya, Nila kembali memelototkan kedua bola matanya saat mendapati siapa orang yang mengajaknya bicara saat ini. "Nyantai aja kali, lo kira gue hantu sampe mata lo mau keluar gitu?" ujar orang itu yang ternyata adalah Nelan. "Ngapain lo disini? Jangan bilang lo nge-stalk gue!" tuduh Nila sambil berdiri dan langsung menununjuk wajah Nelan dengan jari telenjuknya. Cup-- "Ih apaan sih, pakai cium-cium punggung tangan gue!" Bentak Nila tak terima. Bagaimana tidak, karena sewaktu Nila menunjuk wajah Nelan, justru Nelan bukannya marah. Tapi Nelan justru mengambil tangan Nila dan mencium punggung tangan Nila dengan bibirnya. "Loh, bukannya maksud lo nunjuk muka gue biar gue bisa nyium tangan lo kan?" "Cowok gila! Lo emang nggak bisa bedain mana orang marah sama enggak ya!" "Emang tadi lo marah? Kok nggak keliatan ya?" ujar Nelan dengan berpura-pura memasang wajah seriusnya sambil bertopang dagu. "Terserah lah, lama-lama gue stress ngomong sama orang kayak lo!" balas Nila ketus dan langsung berbalik badan berniat pergi dari hadapan Nelan. "Eits__ tunggu, lo belum jawab pertanyaan gue!" ucap Nelan sambil memegang pergelangan tangan Nila, agar Nila tidak pergi begitu saja. "Emang penting gitu, gue harus jawab pertanyaan lo?" Ctakk "Aww apa-apaan sih...," "Udah, mending lo ikut gue." Nelan langsung menarik pergelangan tangan Nila agar mengikutinya, tentunya setelah ia berhasil menyentil kening Nila dengan ujung jari tengahnya. Nila yang diperlakukan seperti itu lantas terus berontak dan berupaya melepaskan cekalan tangan cowok gila di depannya, cowok yang dengan seenak jidatnya main tarik tangan Nila. 'Dasar Cowok b******k!' "Nih udah sampai." Nelan berhenti di depan sebuah ruangan, dan perlahan ia melepaskan cekalan tangannya pada tangan Nila. "Ngapain sih lo narik-narik tangan gue..," "Mending lo diem dan liat ke atas." Perlahan ia menuruti perkataan Nelan dengan sedikit kesal dan mendongakkan kepalanya ke atas. Tepat di atas pintu ruangan yang ada di depannya, kini tertulis dengan jelas 'RUANG KEPALA SEKOLAH'. Mendapati hal itu Nila seketika menoleh pada Nelan dan dia mendapati bahwa Nelan telah berjalan lumayan jauh dari hadapannya kini, tak lupa senyum miring tersungging di sudut bibirnya sambil Nelan mengedipkan sebelah matanya pada Nila yang masih terbengong di depan ruang KEPALA SEKOLAH. "Gue bingung! Itu cowok sebenarnya baik, cuman sayangnya b******k!" gumam Nila pelan, sebelum akhirnya mengetuk dan memasuki ruang kepala sekolah. --- Suasana kelas yang tadinya ribut dan ramai kini perlahan mulai sunyi senyap saat pintu kelas perlahan terbuka. Kemudian muncullah sesosok pria paruh baya yang menjadi alasan mengapa mereka memilih bungkam. Pak Marhen, guru yang menyandang gelar sebagai guru killer bagi para siswa siswi di SMA Tunggal Bangsa ini. Membuat masalah dengan Pak Marhen ini, sama saja dengan mencari mati. Terutama bagi para cowok. Entah kenapa, kalau sudah berhubungan dengan para murid cowok, pak Marhen itu bawaannya marah terus. Membuat masalah sedikit saja, langsung dihukum. Entah itu tidak boleh mengikuti pelajarannya, keliling lapangan, berdiri dengan satu kaki sambil hormat ke bendera, atau bahkan disuruh mengepel seluruh toilet cowok. Dan anehnya kalau murid cewek yang melakukan kesalahan, dia justru memaklumi dan tidak menghukumnya. Aneh bukan? Tapi itulah kenyataannya. Menurut sebagian para siswa sih, mungkin itu disebabkan karena Pak Marhen sudah lama menjadi perjaka tua. Atau mungkin efek dari bujang lapuk? Suara gema langkah kaki pak Marhen seolah menjadi pertanda buruk bagi sebagian siswa di kelas X IPA 2, mereka dengan segera menyiapkan buku tugas mereka dan memastikan bahwa PR yang diberikan oleh pak Marhen telah selesai mereka kerjakan. "Ehem! Sebelumnya saya akan memberitahukan, bahwa hari ini kita kedatangan murid baru." Penghuni kelas X IPA 2 yang tadinya bingung mengenai PR mereka, kini berganti dengan wajah-wajah penasaran mengenai sosok murid baru di kelas mereka. "Memangnya siapa pak?" "Silahkan masuk!" pak Marhen mengabaikan pertanyaan salah satu murid yang bertanya tadi dan langsung mempersilahkan murid baru tersebut agar memasuki kelas. Dengan sedikit gugup, Nila melangkahkan kakinya memasuki kelas X IPA 2 dengan perlahan. "Perkenalkan nama kamu." "Saya Nila Amelia, murid pindahan dari Surabaya. Salam kenal." Nila membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai salam perkenalan. "Baiklah Nila silahkan kamu duduk di bangku nomer 2 dari belakang." Pak Marhen mempersilahkan Nila untuk duduk di bangku nomer 2 dari belakang, dan untungnya bangku yang ditempati Nila saat ini dekat dengan jendela yang menghadap langsung pada lapangan basket di bawahnya. Karena memang peraturan di sekolah ini, kelas X memang berada di lantai 3, sedangkan kelas XI berada di lantai 2, dan yang terakhir kelas XII berada di lantai bawah. Alasannya sih simpel, agar para murid kelas XI dan XII tidak ada yang suka ngecengin adik kelasnya. Apalagi kelas XII kan sedang sibuk-sibunya untuk persiapan Ujian Nasional. Jadi para dewan guru tidak ada yang mau repot-repot naik turun tangga untuk memberikan jam tambahan, sehingga disepakati agar kelas XII berada di lantai paling bawah. "Baiklah anak-anak mari kita bahas PR kalian." Sontak suasana kelas yang semula diam itu kembali menjadi ramai saat Pak Marhen mengeluarkan instruksinya. 'Mampus, gue belum ngerjain PR!' 'Gue baru ngerjain separuh.' Suara kasak kusuk para siswa yang mengeluh dapat didengar Nila saat ini, sementara dia sendiri hanya bisa diam dan bingung harus melakukan apa. Karena dia kan masih murid baru, jadi tentu saja dia tidak mengetahui PR seperti apa yang di maksud oleh Pak Marhen. "Hei gue Sani, nama lo Nila kan?" Nila menolehkan kepalanya pada teman sebangkunya yang menyapanya saat ini, tak lupa ia menyunggingkan senyum manisnya pada Sani. "Iya, gue Nila. Salam kenal." "Lo bisa panggil gue Sani, mulai sekarang kita temenan oke! Oh iya, lo pasti nggak tau kan PR yang dimaksud Pak Marhen?" Nila hanya bisa menganggukkan kepalanya saat mendapati pertanyaan dari Sani. "Udah lo tenang aja, lo nggak bakal dihukum kok. Lagian kan lo murid baru." "Iya juga sih, oh iya nanti gue pinjem catatan lo boleh?" "Boleh, kalo lo butuh apa-apa lo bilang aja ke gue." "Thank's!" Tokk Tokk Tokk Eksistensi mereka kembali teralihkan saat mereka mendapati suara pintu kelas mereka tengah diketuk dari luar. "Maaf permisi pak, sehubungan dengan pemilihan calon ketua OSIS kami meminta waktunya sebentar untuk memberikan pengumuman." "Silahkan masuk." Tampak masuk beberapa siswa siswi yang sepertinya dari angkatan kelas XI dan kelas XII memasuki ruang kelas X IPA 2 yang terdiri dari 2 siswa dan 2 siswi. Sementara Pak Marhen sudah membereskan peralatan mengajarnya dan keluar dari kelas X IPA 2, membuat sebagian siswa siswi di kelas X IPA 2 memekik girang karena tidak akan ada pelajaran selama proses pemilihan calon ketua OSIS di SMA Tunggal Bangsa ini. "Ehemm! Mungkin sebagian dari kalian sudah mengenal kami berempat sewaktu MOS, tapi untuk lebih jelasnya lagi kami akan kembali memperkenalkan diri kami." "Saya Zidan Agustino dari kelas XII IPA 3, sekaligus ketua OSIS angkatan 2016, dan di sebelah saya Jovan Fernando dari kelas XI IPS 2. Sementara kakak yang berambut panjang di sebelah saya Kina Anatasari dari kelas XI IPA 2, dan yang berambut pendek Gina Angelina dari kelas XII IPA 1 sekaligus wakil ketua OSIS angkatan 2016. Kami disini ingin memberitahukan mengenai tata cara pengambilan suara untuk memilih calon ketua OSIS tahun angkatan 2017 dan..," Brakkk "Sorry ganggu!" Suara pintu kelas yang dibuka cukup kuat membuat seluruh siswa siswi kembali mengalihkan eksistensi mereka pada sumber suara, dan seketika suara jeritan tertahan langsung keluar dari para murid siswa saat mereka mendapati bahwa saat ini pangeran ICE BOY mereka tengah memasuki kelas mereka. "Aaa gila! Ganteng banget" "Gue mau jadi pacarnya!" "Ya ampun pangeran gue." Berbagai gumaman dan pujian seketika memenuhi kelas X IPA 2 saat Nelan secara tiba-tiba masuki kelas X IPA 2. Nila yang tadinya hanya diam menyimak perkataan kakak kelasnya di depan, menjadi terheran saat hampir seluruh murid perempuan seketika berdiri dan hampir menjerit histeris saat tampak seseorang memasuki kelasnya. "Siapa sih? Kok heboh banget." Nila yang dilanda penasaran akhirnya ikutan berdiri untuk melihat sumber kehebohan di kelas barunya. "San, Sani! Siapa sih?" Nila mencoba menepuk bahu Sani yang juga tengah heboh dengan sosok yang baru saja memasuki kelas mereka. "Eh Nila, lo belum tau ya kalo sekarang pangeran ICE BOY kita lagi ada di kelas ini. Ya ampun, ganteng banget!" "Pangeran ICE BOY?" dahi Nila semakin berkerut bingung mendapati jawaban dari Sani. 'ICE BOY? Apaan sih, nggak jelas banget!' "San, gue serius!" "Iya, gue juga serius! Kalo lo nggak percaya, lo liat aja sendiri ke depan!" Nila hanya bisa geleng-geleng kepala dengan heran dan memutar bola matanya saat mendapati tingkah teman-teman barunya. Dengan sedikit malas, akhirnya Nila mencoba sedikit menjinjitkan kakinya untuk melihat sesosok yang dikatakan Sani sebagai pangeran ICE BOY mereka. Karena pada dasarnya, Nila memang bukan cewek yang cukup tinggi sehingga dia harus menjinjitkan badannya. Dan pada saat itulah kedua bola mata Nila terperanjat saat mendapati orang itu. Tampak tatapan mata mereka beradu selama beberapa saat, dan saat itulah suasana kelas kembali heboh ketika Nelan menarik sudut bibirnya membentuk seulas seringai yang ditujukan pada Nila. 'Gila! Jadi cowok b******k itu yang mereka sebut sebagai pangeran ICE BOY mereka? Nggak salah?' To be Continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD