2 (Revisi)

1036 Words
Kedua mata yang semula terpejam itu terbuka perlahan. Terganggu oleh sinar matahari yang mulai naik ke tempatnya berada. Kaca yang ia kira terbuka itu nyatanya tertutup rapat. Bagaimana bisa cahaya masuk ke dalam kamarnya seterang ini? Ia melipat kakinya seraya berusaha duduk. Mengabaikan rasa pusing yang menjalar di kepalanya setiap ia akan berusaha bangkit. Matanya mencari keberadaan jam dinding. Dan ketika kedua netra itu terfokus pada angka-angka yang terletak pada jam digital di dinding, ia mengangguk kecil. Pantas saja matahari bisa masuk seterang ini ke kamarnya. Ternyata sudah jam sebelas siang. "Sudah bangun?"  "Lo liat gua masih tengkurep?" Sarkas David. Lelaki itu mengambil bantalnya dan menutup wajahnya agar sinar matahari tidak mengenai matanya lagi. "Minum dulu. Sikat gigi, abis gitu minum s**u hangatnya." "Hmm." "Gua sama yang lain ada di bawah. Kalau udah selesai ke bawah aja." David kembali menjawab dengan gumaman. Sepeninggal wanita yang tak lain adalah Anita, David menghela napas. Ia mengambil sebuah foto di dalam laci. Mengelusnya perlahan seraya mengecup kening wanita pada gambar tersebut. "Selamat pagi, sayang," sapanya. Bibirrnya mengusung senyum miris. "Dave kangen Ega." Sapaan pagi yang rutin David lakukan. Harus dan wajib ia lakukan. Karena jika sehari saja terlewat, maka jangan harap hari David akan baik-baik saja. Lelaki itu bagai sosok yang gila. Gila hati, gila otak dan gila mata. Tidak ada sosok yang menarik baginya kecuali Alm. Megan. Tidak ada wanita ataupun gadis manapun yang bisa menemani hari-harinya. Karena David cukup dengan foto Megan saja. Cukup dengan foto dan kenangan wanita itu. "Dave mau kerja kaya biasanya. Selamat pagi." David kembali menyimpan foto itu dan mulai bangkit dari kasur. Aktivitas pertama yang ia lakukan adalah meminum air mineral sesuai anjuran Anita. Lalu membereskan kasurnya yang cukup berantakan dan terakhir menggosok gigi. Ia tidak mungkin mandi pagi ini. Ah, ralat, siang ini. Selain tubuhnya yang lelah kemarin, ia juga sudah meminum terlalu banyak alkohol. Walau kenyataan sangat baik agar kepala kembali segar. Namun David enggan pagi ini. Ia tidak mau kembali jatuh sakit hanya karena dirinya yang mandi pagi. "Ck! s**u putih!" Decak David kesal. Tangan lelaki itu mengusap wajahnya seraya mengambil gelas di nakas. Memutar gelas panjang yang berisi s**u putih asli. Demi kesehatan dan anak-anaknya. David duduk dan mulai menegaknya sampai habis. Tidak butuh waktu banyak.  Empat kali tegukan, s**u itu sudah habis. David kembali menaruh gelas itu ke tempatnya semula. Mengusap ujung bibirnya dan mulai turun ke bawah. Ia ingat kedua anaknya. Bersyukur karena ia tidak sempat mendatangi kamar sang anak atau kehancuran akan kembali datang. David tidak tau bahkan tidak pernah ingat apa yang terjadi semalam. Namun mengingat ada Anita dan wanita itu mengatakan ada yang lain di bawah, menguatkan asumsi David jika anaknya baik-baik saja. Suara gelak tawa khas bayi dengan nada lagu yang dibuat-buat itu mampu membuat David menarik ujung bibirnya. Kedua anaknya sedang bermain dengan Anita dan Baby sitternya. David menghampiri kedua anaknya terlebih dahulu sebelum ke meja makan. Mengusap kepala anaknya satu persatu lalu menyematkan kecupan singkat di masing-masing keningnya. "Selamat pagi anak Daddy." "Pagi jugaa." David tersenyum. Walau yang menjawab Anita, setidaknya kedua anaknya itu tersenyum manis padanya. Awal pagi yang baik. *** "Gak ada niatan ke rumah sakit? Bukannya sekarang lo ada jadwal operasi, ya?" Tanya Graha yang sekarang sedang memakan hidangan di depannya. "Gak tau." David hanya membalas singkat. Hal itu membuat Graha mendengkus. Lelaki yang sibuk dengan mie instan dan tidak menyantap makanan sehat di meja itu mendapat toyoran keras di kepalanya. Tak mengindahkan apa yang Graha lakukan padanya, David kembali menyeruput mie menggunakan sumpit. Terlalu malas membahas masalah rumah sakit dan orang-orang yang membutuhkannya. Sebab bukan mereka saja yang sakit. Tapi David juga. "Mending lo keluar aja dari dunia kedokteran kalau emang udah kagak mau kerja jadi dokter," celetuk Anita. Wanita yang saat ini menjadi istri sah Graha itu menatap David yang tidak menunjukan respon apapun. Selain tegas, David juga mengesalkan dan kalem. Hanya saja terkadang kekalemannya itu menimbulkan rasa kesal pada orang yang berada di dekatnya. Anita menggelengkan kepala tak tahu harus melakukan apalagi agar David mau membahas hal ini. Sebab bukan sekali dua kali David tidak datang ke rumah sakit. Dan alasannya selalu sama. Karena lelaki ini mabuk semalaman. "Dave.." "Gini ya, Mama Nita dan Papa Graha yang bawel dari jaman purba. Gue masih mau kok jadi dokter. Tapi buat sekarang, gua mau rehat dulu. Mau is, ti, ra, hat. Mau membenarkan letak otak gue yang udah copot ini. Ntar, kalau udah sembuh ... gua ke rumah sakit.  Ya? Paham kalian?" David bangkit setelah mengatakan serentetan kalimat yang membuat Graha dan Anita menatap malas lelaki itu. Keduanya hanya bisa menghela napas lelah. Mau diberitahu sebanyak apapun, David ini terlalu batu dan sulit diberi pendapat. Dan cara yang paling ampuh hanya dengan Kakeknya David saja. Penakluk sesungguhnya setelah Almh. Meganㅡ istri David. "Terserah lo deh!" Putus Graha sebal. David mengajungkan ibu jarinya seraya menaikkan kedua halis. Suka dengan keputusan Graha yang akhirnya menyerah juga. David rasa ia punya kehidupan sendiri, dan tidak perlu semua orang mengetahuinya. "Untung rumah sakit punya Kakek lo, Dave. Kalau bukan, gua yakin lo dipecat." David hanya menunjukkan senyum andalannya. Ya. Beruntungnya rumah sakit itu adalah milik Kakeknya. Dan sebagai pemilik rumah sakit itu juga, David akhirnya takut pada Kakeknya. Hanya bisa mengiyakan jika sewaktu-waktu pria paruh baya itu datang dan memarahinya. Kehidupan David tidak sulit. Tidak juga ribet. Tapi, cukup membuat mental David sekuat ini. Walau terkadang oleng juga dan berakhir pasrah. David adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, seharunya. Sebab kembarannya, Diana Ringgana Archer, sudah meninggal sembilan belas tahun yang lalu. Akibat tabrakan hebat yang terjadi di depan rumahnya. Ya, depan rumahnya. David terbiasa tinggal besama Kakek dan Neneknya sejak kecil. Dan hal itu salah satu alasan kenapa David lebih takut pada Kakeknya daripada sang ayah kandung. "Emang Kak Dave kagak ada niatan kerja di perusahaan? Mama Kak Dave juga punya perusahaan, kan?" Tanya Alex. Lelaki yang bersama Graha ketika datang malam tadi adalah Alex. Ya, Alex yang pernah.. ralat! Baru akan mau meminang Meganㅡ istri David, dulu. Lelaki itu sekarang cukup dekat dengan David karena beberapa hal. Dan salah satunya karena Alex koas di rumah sakit Kakeknya. "Gak tau. Gua harus belajar lagi tentang bisnis. Males. Umur gue yang sekarang harusnya tenang sambil santuy. Bukan belajar lagi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD