Prolog
“Tolong diamlah jika kamu ingin menikmati tubuhku ini, aku tidak ingin lagi mendengar suaramu yang sudah merebut kesucianku dengan paksa, buatlah aku tuli. Biarkan aku hidup tanpa mendengar suara apapun lagi di dunia ini. Aku sudah tidak mempunyai harapan untuk hidup lagi. Menjadi pemuas hasratmu adalah pekerjaanku saat ini,” ucap Exelin dengan bibir bergetar menahan rasa pedih dihatinya.
“Kamu adalah mimpi burukku Amar, aku benar-benar membencimu. Jika kamu sudah bosan dengan tubuhku ini, lebih baik kamu bunuh aku saat ini juga, aku sudah tidak ingin hidup lagi.” Exelin menangis menahan sakit di area kewanitaannya karena ulah dari Amar yang semalaman menyiksanya. Hidupnya sudah benar-benar hancur karena keserakahan laki-laki yang berada di depannya saat ini. Seorang laki-laki yang mampu membeli apapun dengan uang yang dia miliki. Kehidupan yang naas harus dia alami demi pengobatan sang Mama yang terkena sakit keras.
“Aku sudah membelimu, Exelin. Ingatlah itu,” ucap Amar sambil tersenyum sinis ke arah Exelin.
“Kamu sudah menjebakku Amar, kamu sudah mempermainkanku. Kamu bilang padaku kalau kamu memberikan uang itu secara cuma-cuma untuk operasi mamaku,” ucap Exelin.
“Di dunia ini tidak ada yang gratis, Exelin. Aku memang memberimu uang untuk pengobatan mamamu. Kamu tahu apa alasanku sebenarnya? Alasanku cuma satu, yaitu untuk bisa menikmati tubuh indahmu yang dielukan setiap pria yang melihatmu dengan tatapan lapar. Seperti saat ini aku menyukaimu tanpa memakai sehelai pakaian. Terlihat jelas bagaimana indahnya tubuhmu yang bisa memuaskan hasratku yang sang besar,” ucap Amar sambil tersenyum simpul menatap tubuh polos Exelin yang ada di depannya saat ini.
Akankah Tuhan memberikan kesempatan untuk Exelin bahagia, atau malah sebaliknya. Exelin harus menjadi pemuas nafsu Amar seumur hidupnya.