Part 1

1057 Words
Pagi yang cerah di kota Bandung, setelah semalaman kota bunga Bandung di guyur hujan. Masih terdengar bunyi katak yang saling bersahutan, membuat suasana rumah semakin terlihat asri. “Exelin, kenapa kamu melamun dipagi hari?” tanya sang ibu ikut duduk di sebelah Exelin. Exelin menatap wajah sang ibu yang terlihat pucat. Seharusnya minggu ini ibunya harus kontrol kerumah sakit. Namun Exelin masih belum bisa membawa ibunya kerumah sakit, karena ia baru gajian besok lusa. “Kenapa ibu keluar tidak memakai mantel, udara terlalu dingin. Nanti kondisi ibu semakin buruk. Exe minta maaf, Exe belum bisa bawa ibu kerumah sakit,” ucap Exelin dengan rasa bersalah. Ia merasa gagal sebagai seorang anak tidak bisa memberikan pengobatan yang terbaik untuk ibunya. Satu-satunya keluarga yang ia miliki, setelah ayahnya dengan tega meninggalkannya demi wanita simpanannya. “Ibu baik-baik saja, jangan terlalu memikirkan ibu. Sudah saatnya kamu memikirkan kebahagiaanmu sendiri,” ucap sang ibu dengan tutur kata yang sangat lembut. “Kebahagiaanku cuma satu, aku ingin ibu bisa kembali sehat lagi,” ucap Exelin sambil mencium tangan wanita yang sangat ia kasihi. “Ibu, Exe mau berangkat kerja dulu. Ibu baik-baik dirumah. Kalau ada apa-apa langsung telphone Exe,” ucap Exelin sebelum ia berangkat kerja. Exelin Carla, seorang wanita pekerja keras yang tidak pernah malu dengan pekerjaannya sebagai seorang bartender di club malam kota Bandung. Exelin bekerja mulai pagi sampai malam hari dengan dua pekerjaan. Pagi hari ia bekerja sebagai pelayan di tempat makan siap saji dan setelah pulang dari pekerjaan pertamanya, dia langsung menuju ke club malam sebagai bartender. Meskipun dia banyak yang mencibir pekerjaannya, Exelin tidak terlalu peduli. Karena bagi Exelin, kesehatan ibunya yang terpenting. ???? “Informasi apa yang kamu dapat hari ini,” ucap Amar Pradipta dengan suara datar. Amar duduk di kursi kebesarannya sambil menatap salah satu anak buahnya yang ia suruh mencari tahu tentang Exelin. Seorang wanita yang biasa saja saat bertatapan dengannya. Amar merasa tertantang untuk mendapatkannya, terlebih lagi saat ia melihat tubuh Exelin yang sangat menggoda. Ia ingin menikmatinya, menjadikan Exelin pemuas nafsunya. Membayangkan saja membuat junior Amar mengeras. “Dia sekarang sedang berusaha untuk mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan ibunya yang terkena kanker darah stadium 2. Anda mungkin tahu kalau biaya pengobatan kanker tidak murah, karena alasan itu Exelin bekerja keras dari pagi sampai malam,” ucap Martin dengan tegas. Amar menyunggingkan senyum, terbersit rencana licik yang bersarang di otaknya untuk menjebak Exelin. “Siapkan mobil, aku mau ketempat Exelin bekerja sekarang,” perintah Amar. Martin menganggukkan kepala dan pergi meninggalkan ruangan Amar. “Kamu harus bisa menjadi milikku bagaimanapun caranya,” batin Amar. Amar berjalan keluar dari ruangannya, ia ingin melakukan rencananya sendiri, tanpa ada campur tangan orang-orangnya. Amar memasuki lift yang telah terbuka, menekan tombol lantai bawah tempat parkiran mobil. Tak berselang lama setelah pintu lift tertutup, pintu lift terbuka kembali. Amar melangkahkan kakinya menuju mobil yang sudah di siapkan Martin. Martin membukakan pintu untuk Amar, Amar duduk di kursi kemudi dan mulai menghidupkan mobilnya. Martin menutup pintu mobil Amar, dan mobil mulai melaju meninggalkan parkiran perusahaan. ???? Flashback Suara alunan musik Dj terdengar di setiap sudut ruangan. Exelin dengan gayanya yang khas saat menyajikan minuman ke pengunjung, membuat Exelin dikenal para pengunjung cafe. Terlebih lagi para tamu VIP yang selalu ingin di racikkan minuman spesial oleh Exelin. Sang bartender cantik yang mempesona. “Exe, bentar lagi kita kedatangan tamu istimewa, buatkan minuman terbaik untuk menjamunya,” ucap Rio sang pemilik club malam. “Memang siapa yang mau datang, Bos?” tanya Exelin penasaran. “Dia teman baikku yang baru kembali dari Ausie,” ucap Rio terlihat bahagia. Tidak berselang lama kekasih Rio yang bernama Nathan datang. “Hey, Baby!” ucap Nathan sambil mencium pipi Rio. “Hey, Honey. Baru datang, dari mana saja,” ucap Rio mengintrogasi kekasihnya yang datang terlambat. Exelin yang melihat pasangan gay yang ada di depannya saat ini cuma bisa geleng-geleng kepala. Karena sudah pemandangan biasa yang sering dia lihat semenjak pertama kali dia bekerja di club malam ini. Exelin tidak ingin ikut campur urusan sang pemilik cafe, meskipun Rio sering kali curhat padanya. Exelin sangat menghargai perbedaan yang ada di dalam diri Rio yang berbeda seperti laki-laki pada umumnya. Perdebatan-perdebatan Rio dan Nathan berhenti saat Amar datang. Rio sangat bahagia saat melihat sahabat kecilnya ada di depannya saat ini. “My Sweety Boy...” teriak Rio sambil memeluk Amar. Amar yang terlihat risih dipeluk Rio langsung melepaskan pelukan Rio pada tubuhnya. “Hey, apa-apaan kau ini, Rio. Dasar laki-laki jadi-jadian,” ucap Amar dengan sinis. “Jahat sekali kau ini. Baru datang sudah mengatahiku laki-laki jadi-jadian. Meskipun itu memang kenyataan, tapi ya gak gitu juga kali Mar,” ucap Rio dengan gayanya yang lebay. Exelin yang melihat pemandangan yang ada di depannya saat ini tidak bisa menahan tawanya. “Exe, kasih minuman terbaik kita untuk b******n ini,” ucap Rio. “Baik, Bos!” ucap Exelin sambil memberikan minuman ke hadapan Amar. Amar langsung mengambil minuman yang ada di depannya dan meminumnya. Amar berdecak kagum dengan minuman yang dibuat Exelin terasa sangat lezat dan hangat di tubuh. “Bagaimana rasa minuman terbaik cafeku, apa membuatmu ingin mencobanya kembali,” ucap Rio dengan sombong. “Aku ingin mencicipi tubuh bartendermu yang sangat menggoda itu,” ucap Amar pelan di telinga Rio. Rio yang mendengar perkataan Amar tiba-tiba marah. “Jangan berani macam-macam dengan Exelin, dia wanita baik-baik,” ucap Rio dingin. Rio menganggap Exelin seperti adiknya sendiri. Kisah hidup Exelin membuat Rio sangat bersimpati pada Exelin. Wanita pekerja keras yang baru pertama kali Rio temui. “Dia sangat seksi dan menggoda, aku ingin memilikinya, menjadikannya teman tidurku,” ucap Amar tanpa rasa bersalah sedikitpun. Rio yang mendengar perkataan Amar semakin geram. Ia tak menyangka bahwa sahabatnya benar-benar sudah berubah. “Kau berani menyentuhnya, aku tak akan segan-segan membunuhmu dengan tanganku sendiri,” ucap Rio penuh penekanan disetiap katanya. “Bukannya kau tidak suka perempuan, kenapa kau sekarang malahan marah kepadaku,” ucap Amar penasaran dengan tingkah Rio yang tiba-tiba berubah. “Aku sangat menghormati Exelin, dia sudah aku anggap seperti adikku sendiri, jadi jangan sekali-kali kau mengganggunya dan berani-berani menyentuhnya,” ucap Rio dengan tegas. “Kau ini sungguh aneh, seorang pelayan di anggap adik. Nanti seorang tukang parkir malahan kau anggap sebagai ayahmu,” ucap Amar santai sambil tetap menatap Exelin yang sedang membuat minuman untuk pelanggan cafe. Amar semakin penasaran dengan Exelin, kenapa sampai sahabatnya rela membelanya. Terlebih lagi Exelin seperti biasa saja saat memandangnya. Padahal banyak wanita yang tergila-gila karena ketampanan yang dia miliki. Yang rela menyerahkan tubuhnya secara cuma-cuma untuk menjadi teman tidurnya. ????
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD