Part 2

1064 Words
Malam sudah menunjukkan angka 02.00 dini hari, sudah waktunya Exelin pulang kerumah. Setelah membereskan barang-barangnya dan berganti pakaian, Exelin bergegas keluar dari ruangannya. Exelin menemui Rio yang sedang bercengkrama dengan Nathan dan Amar. “Boss, saya pulang dulu,” ucap Exelin pada Rio. Rio menganggukkan kepalanya dan tersenyum pada Exelin. “Hati-hati dijalan, Exe. Sampai rumah langsunglah istirahat,” ucap Rio penuh perhatian. “Baik, Boss!” ucap Exelin sambil tersenyum hangat pada Rio, Nathan dan Amar. Exelin berjalan keluar meninggalkan cafe, saat di depan cafe, Exelin menunggu taksi pesanannya yang tak kunjung datang. “Lagi menunggu taxsi?” tanya Amar mengagetkan Exelin. Exelin menoleh ke asal suara yang bertanya padanya. “Iya, pak! Taxsinya masih belum datang,” ucap Exelin dengan sopan. “Biar aku antar pulang, sudah malam. Tidak baik wanita malam-malam masih di jalan,” ucap Amar dengan lembut. “Tidak, pak! Terima kasih. Saya tidak mau merepotkan bapak, biar saya tunggu saja taxsinya. Mungkin sebentar lagi datang,” ucap Exelin. Amar berjalan ke arah mobilnya dan mulai menjalankan mobilnya. Amar berhenti tepat di depan Exelin. Amar membuka kaca mobilnya dan menyuruh Exelin masuk kedalam mobil. “Masuklah ke dalam! Aku akan mengantarmu pulang,” ucap Amar penuh perintah. Exelin mau tidak mau masuk kedalam mobil Amar. Setelah Exelin masuk kedalam mobil, Amar melajukan mobilnya kembali menembus jalanan Bandung yang sudah terlihat lenggang. “Rumahmu dimana, Exelin?” tanya Amar sambil tetap berkonsentrasi pada mobilnya. “Di Lembang Bandung, pak,” ucap Exelin. “Apa kamu tidak salah, jarak antara cafe Rio dan rumahmu itu lumayan jauh. Bisa-bisa memakan waktu satu jam,” ucap Amar tidak percaya. “Saya biasanya lewat jalan tikus pak, jadi tidak terlalu jauh juga ke tempat kerja saya,” ucap Exelin. Amar yang yang mendengar Exelin mengucapkan jalan tikus, tidak bisa menahan tawanya. “Memang ada jalan tikus bisa dilewati sama manusia?” tanya Amar sambil tetap tertawa mendengar perkataan Exelin yang menurutnya sangat lucu. Amar melajukan mobilnya dengan kecepatan standar menembus jalanan Bandung. Saat ia melihat kesamping, ternyata Exelin sudah tertidur dengan pulas. Amar membiarkan Exelin tidur. Karena perjalanan menuju rumah Exelin masih lumayan jauh. Amar menatap wajah cantik Exelin yang terlihat sangat lelah. Ia merapikan rambut Exelin yang terlihat berantakan. “Aku akan mendapatkanmu bagaimanapun caranya, aku sudah tidak sabar membawamu ke atas ranjangku, menikmati tubuh indahmu,” batin Amar. Tak berselang lama, mobil Amar berhenti di depan sebuah gang kecil. “Apa dia benar-benar tinggal di tempat ini?” tanyanya dalam hati. Amar membangunkan Exelin yang masih tertidur. Saat Exelin merasa badannya ada yang memegang, Exelin membuka matanya. “Maaf, pak. Saya sudah ketiduran di mobil bapak,” ucap Exelin. Ia merasa sangat malu, karena sudah numpang malahan dia ketiduran. “Santai saja, tidak apa-apa. Aku tahu pasti kamu capek kerja seharian,” ucap Amar. Exelin turun dari mobil Amar. “Terima kasih pak sebelumnya, karena sudah merepotkan anda untuk mengantarku,” ucap Exelin sebelum ia turun dari mobil Amar. Amar menganggukkan kepala. Exelin berjalan ke arah gang rumahnya tanpa menoleh ke arah belakang lagi. Karena ia sudah benar-benar capek seharian bekerja. Amar yang masih belum menjalankan mobilnya, menatap punggung Exelin yang masuk ke gang arah rumahnya. Amar dengan mudah mengetahui tempat tinggal Exelin. Karena tadi saat di perjalanan, Exelin memberi tahu arah rumahnya. Amar pun menyalakan GPS mobilnya. Jadi dengan mudah Amar bisa cepat sampai ke rumah Exelin. ???? Exelin setelah sampai di rumah, ia langsung merebahkan tubuhnya yang terasa sangat capek. Untung besok hari minggu. Ia bisa bermalas-malasan seharian di rumah. Exelin menatap langit-langit kamarnya, memikirkan biaya untuk pengobatan ibunya yang sangat besar. Terlebih lagi setelah ini ibunya harus rutin melakukan cuci darah dan kemoterapi. Karena sel kankernya sudah menyebar ke tubuh. d**a Exelin terasa sesak jika memikirkan keadaan sang ibu. Exelin benar-benar membenci ayahnya. Karena gara-gara sang ayah, ibunya tidak bisa berobat dengan baik. “Kenapa kau tega membuat kami menderita seperti ini, terlebih lagi ibuku. Satu-satunya orang yang menemanimu saat kau terjatuh dan bangkit lagi. Sampai akhirnya kau bisa sesukses sekarang. Kenapa kau tega mencampakan ibuku demi wanita sialan itu. Wanita yang tidak tahu diri yang merebutmu dari sisi ibuku. Kau penyebab semuanya, aku benar-benar sangat membencimu,” ucap Exelin lirih. Tangisnya tak bisa terbendung lagi. Hatinya benar-benar hancur jika mengingat keluarganya yang dulu sangat harmonis dan penuh cinta. Sekarang telah hancur karena orang ketiga. Semenjak ibunya di campakan sang ayah, ibunya menjadi sosok yang sangat pendiam. Kesehariannya ia gunakan untuk berjualan nasi uduk kalau pagi di depan rumah. karena semenjak ayahnya pergi, semua aset keluarganya diambil alih oleh simpanan sang ayah. Dan mau tidak mau sang ibu memakai uang tabungannya untuk membeli rumah kecil yang berada di Lembang Bandung. Semenjak dia dan sang ibu pindah ke Lembang Bandung, kehidupannya di mulai lagi dari awal. Exelin yang sekarang bukan lagi Exelin yang seperti dulu yang bergelimang harta dan hidup layaknya tuan putri. Semuanya telah berubah. Waktu 10 tahun sudah merubah diri Exelin menjadi pribadi yang mandiri dan pekerja keras. Ia sudah melupakan masa lalunya. “Ibu harus sehat demi bisa menemani Exe. Ibu satu-satunya semangat Exe. Exe akan berusaha lebih keras lagi, supaya ibu bisa sembuh,” ucapnya dalam hati. ???? Setelah mengantarkan Exelin pulang, Amar tidak bisa memejamkan matanya, ia benar-benar menginginkan tubuh Exelin untuk menemaninya tidur. Menjadikan Exelin b***k seksnya, yang setiap saat bisa dia pakai sesuka hatinya. Amar tidak peduli dengan peringatan yang sempat di ucapkan Rio padanya. Karena bagi Amar, kekuasaan dan uangnya bisa membeli apapun di dunia ini. Lahir dari keluarga kaya raya membuat Amar sudah terbiasa dengan kemewahan. Amar tidak menyukai penolakan, apapun yang dia inginkan harus bisa ia dapatkan. Meskipun nantinya ia akan menggunakan tipu muslihat untuk mendapatkannya. Bagi Amar, keinginanya layaknya sebuah perintah yang wajib untuk di lakukan. Tak jarang para anak buahnya terkena imbas dari kemarahan Amar. “Gadis miskin sepertimu akan dengan mudah aku dapatkan, lihat saja Exelin, bagaimana caraku mendapatkanmu. Sampai kau sendiripun tidak bisa menolakku. Tunggu kejutan yang akan aku berikan padamu,” ucap Amar dengan seringai di wajah tampannya. Amar tak ayal seperti iblis yang berkedok malaikat, tutur katanya saat bersama Exelin begitu manis dan lembut. Namun kenyataannya di otaknya sudah tersusun rencana licik untuk mendapatkan Exelin. Satu-satunya wanita yang tidak tertarik padanya. Amar merasa tertantang untuk mendapatkan Exelin. Bukan cinta pada pandangan pertama, melaikan terobsesi untuk mendapatkan tubuh Exelin yang diidam-idamkan para pria yang melihatnya. “Besok aku akan mulai mendekatinya, menawarkan sebuah pertemanan padanya. Ia pasti tidak akan bisa menolakku untuk menjadi temannya,” ucap Amar sambil memutar gelas wine yang ada di tangannya. “Pasti sangat menarik,” ucap Amar sambil tersenyum sinis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD