Chapter 5 : Return

1591 Words
“Drew?” “Yes, Elle,” “Kau betulan Andrew Parker?” “Ya!” Pria dengan tinggi badan nyaris mencapai dua meter itu merentangkan lengan-lengannya, menunggu gadis muda di hadapannya memberi reaksi. Dan benar saja karena saat itu juga, Eleanor masuk ke dalam pelukannya. “Ya Tuhan, kau sudah kembali,” ucap Eleanor tidak percaya. Sementara Andrew Parker hanya tertawa, pria itu mengusap-usap punggung Eleanor dengan lembut. “Aku kembali secepat yang kubisa,” bisiknya. “Aku terlalu merindukanmu, Elle,” Eleanor yang pertama kali melepas pelukan di antara mereka, tersenyum. Gadis itu agak berjinjit untuk mengusap wajah Andrew—menangkupnya hati-hati. Andrew Parker masih setampan sejak kali terakhir mereka bertemu, masih segagah seperti dalam foto-foto yang pria itu kirim padanya setiap bulan ke Arbelobello. Bola matanya masih abu-abu menawan, memancarkan kehangatan. “Aku juga,” senyum Eleanor malu-malu. “Apa?” “Aku juga,” ulang gadis itu agak keras—sebal karena tahu ia sedang digoda. “Sangat merindukanmu.” Andrew gantian menangkup wajah gadis itu hingga membuatnya makin dekat ke wajahnya sendiri. Dan di sana ciumannya yang manis berlabuh. Bibirnya memagut bibir Eleanor yang impulsif menyambut. Lewat semenit, Eleanor mendorong d**a Andrew agar menjauh. Sekaligus membuat ciuman mereka terhenti. Kali ini, hanya ada tatapan penuh kerinduan dari keduanya. Tanpa ada keinginan lebih untuk menyentuh satu sama lain. Eleanor memandang pria itu dalam. Andrew Parker adalah pemilik perkebunan buah di Arbelobello yang juga sama suksesnya dengan Farm House. Seorang putra bungsu Parker yang mendulang sukses di 30 tahun usianya. Eleanor tidak pernah menyangka, jika ia akan memiliki hubungan spesial bersama pria itu. Terlebih di umurnya yang masih 17 tahun. Tetapi kedewasaan Andrew, dan kehangatan dalam memperlakukannya membuat Eleanor luluh, lalu bersedia menerima permintaan Andrew untuk menjadi kekasihnya. Hubungan itu telah terjalin selama setahun. Yang terkadang mendatangkan kenangan-kenangan bagaimana mereka bisa bertemu dan berkenalan. Eleanor masih ingat betul—mereka bertemu karena ia datang ke perkebunan milik Andrew untuk menyetok bibit mawar, yang dipesan oleh Ibu Andrew, nyonya Selena Parker. Keluarga Andrew adalah pendatang dari Inggris bertahun-tahun lalu. Dan bagi Andrew, kesan pertamanya ketika bertemu pandang dengan Eleanor, adalah bahwa dia sedang bernasib baik bertemu bidadari. Eleanor Primrose adalah intan yang tersembunyi di Arbelobello. Sebuah kecantikan yang begitu terahasia, dan begitu beruntungnya dia menemukan rahasia itu. “My Elle,” Andrew mengangkat pinggang Eleanor Primrose, membuatnya berputar, lantas memeluknya seerat mungkin. Eleanor tertawa, sembari mendekap leher Andrew. Mereka terlalu tenggelam dalam suka cita sebuah pertemuan. Setelah dipisahkan hampir lima bulan lamanya. “Perkebunan bukan tempat untuk bermesra-mesraan.” Keduanya spontan menoleh pada sumber suara yang terdengar tajam itu. Pada kenyataannya memang teramat tajam, judes, memiliki spontanitas yang kejam. Belum lagi nada bicaranya yang bariton, menambah kesan jika orang itu punya kepribadian tak menyenangkan. Eleanor Primrose membeku—bahkan ketika kedua kakinya sudah memijak tanah kembali. Suara Andrew yang menyusul kemudian seolah datang dari tempat jauh. “Mr. Meyer Romanov,” Andrew Parker membuka topi koboinya, mengangkatnya untuk memberi hormat pada seorang pria yang paling disegani di seantero Arbelobello. Julius Meyer Romanov duduk angkuh di atas kuda cokelatnya yang gagah. Pria itu mengenakan setelan yang membuatnya sangat nampak jantan. Dengan dua kancing di atas dadanya yang dibiarkan terbuka, rambut acak-acakan serta otot-otot yang mengetat kuat di hampir seluruh bagian tubuhnya. “Tak menyangka akan bertemu denganmu di Farm House, terutama setelah empat tahun lamanya menetap di luar Italia.” Andrew Parker mencoba mencairkan suasana. Tapi sikap Julius yang tak tersentuh seolah membuat situasi mereka di antara rerimbunan tumbuhan itu terlihat tidak baik. Oh yeah, Andrew pikir Julius pasti tidak suka melihat pekerjanya berpelukan dengan seorang pria. Dan di sisi lain, Andrew memang masih merahasiakan hubungan asmaranya dengan Eleanor Primrose. Bukan karena dia tak serius mengencani gadis itu—Andrew sangat serius, tapi sebuah hubungan yang dijalin antara seseorang yang punya kekuasaan, dalam hal ini dirinya penguasa Fruitland, dan seorang pekerja perkebunan akan jadi sebuah skandal. Ada beberapa yang mesti dia siapkan sebelum mengumumkan bahwa Eleanor kekasihnya. Andrew Parker mesti mendapat restu orang tuanya dulu, yang tentu saja takkan mudah. Namun cinta yang begitu besar untuk Eleanor telah menguatkan tekadnya. Andrew bersedia memperjuangkan gadis itu apapun resikonya. “Pemilik Fruitland berkunjung ke perkebunanku dan tertangkap basah sedang bersama salah satu pekerja, tentu mempunyai maksud tersendiri.” Raut wajah yang keras itu tertuju sempurna pada mata Eleanor Primrose, mencoba menebar intimidasi. Andrew, dengan lembut menautkan jari-jarinya di antara jemari Eleanor, merasakan kulit tangan kekasihnya begitu dingin bagai mayat. Tahu jika Eleanor pasti takut setengah mati dimarahi bosnya. “Benar,” katanya. “karena kami berkencan, aku hanya ingin bertemu dengannya sebentar sebelum kembali ke Fruitland.” “Kau mengencani seorang pekerja perkebunan?” “Ya.” Julius menampilkan seringai jahat yang menakutkan bagi siapapun yang melihatnya. Tetapi Andrew Parker amat tenang dalam menghadapinya. “Mr. Parker senior pasti kecewa mengetahui jika putranya memiliki hubungan dengan seorang pekerja perkebunan rendahan.” Komentar Julius—terlalu kasar. Andrew Parker mengeratkan genggamannya pada jemari Eleanor yang bergetar. “Kedua orang tuaku akan mengerti. Mereka pasti menerima pilihanku.” Alis Julius meliuk, pria itu menarik tali kekangnya untuk membuat kuda cokelatnya kembali melaju. “Jangan sampai kalian merusak citra bisnisku. Hyahh—jalan Alfred.” *** “Eleanor!” “Ya, Bibi?” “Ke mari.” Eleanor meninggalkan oven yang tengah memuat kue-kue kering, melepas celemeknya dan bergegas pergi ke ruang tengah karena Bibinya memanggilnya. Setelah tiba di sana, Eleanor bertemu dengan Bibinya yang sedang duduk bersama seorang pria. Pria Italia berumur 50 tahunan. Dengan lirikan mata, Bibinya seolah menyuruhnya untuk berkenalan dengan pria tersebut. Yang langsung saja memberi senyuman c***l ketika Eleanor baru mengulurkan tangannya. “Leonardo,” pria itu menyerobot, meremas tangan Eleanor kelewat keras. “siapa namamu, cantik?” Eleanor kaget, tapi mau tak mau menjawabnya karena desakan sang Bibi. Perasaannya mulai tak enak. “Eleanor.” “Nama yang indah. Cocok dengan wajahmu yang begitu cantik—seperti malaikat.” Eleanor mencoba melepaskan tangannya, terlibat adegan tarik-tarikan terlebih dahulu dengan tangan pria itu sebelum berhasil lepas. Sebuah ketakutan merayapi dirinya. “Keponakanmu cantik, sesuai seleraku.” Bibinya tersenyum, “Memang.” Wanita itu lantas beralih pada Eleanor. “Tuan Leo ini memiliki bisnis di Roma. Dia kolektor barang-barang langka. Dan bisnisnya juga banyak. Tuan Leo sedang mencari istri.” Eleanor menelan ludahnya. Perasaannya mulai tidak baik-baik saja. “Tolong temani Tuan Leo jalan-jalan di sekitar Farm House. Tuan Leo ingin mengenalmu lebih dalam,” “Lebih dalam? Ta—tapi untuk a—” Eleanor tidak melanjutkan lagi kata-katanya, karena Bibinya memberinya tatapan penuh peringatan. Kepala gadis itu pada akhirnya menunduk. Takut. Tak membantah saat Bibinya menyuruh agar mengganti pakaiannya—segera, Eleanor menghilang ke kamarnya. Mengganti baju dengan tidak b*******h. Ya Tuhan, apa maksud Bibinya dengan semua ini? Apakah Bibinya berniat menjodohkannya dengan pria tua itu? Menjadikan dia istri pria tua itu? Dan dengan setiba-tiba ini pula, astaga. Eleanor memejamkan kedua kelopak matanya, meremas gaun yang didekap di dadanya. Mengapa banyak hal-hal mengejutkan yang datang ke hidupnya baru-baru ini? Setelah kemunculan pria itu beberapa hari lalu—tidak, tidak, jangan pikirkan kejadian itu lagi. Eleanor menggelengkan kepalanya, memikirkannya saja membuat romanya meremang. “Eleanor, cepatlah sedikit, jangan membuat tamu menunggu terlalu lama!” Eleanor mendesah. Dia terpaksa mengikuti dahulu apa yang Bibinya inginkan. Untuk langkah selanjutnya akan ia pikirkan nanti. Mungkin kekasihnya, Andrew Parker bisa membantu mengatasi masalahnya. *** “Julius, aku membutuhkan uang untuk menjalankan bisnis butikku di Milan.” Dari balik berkas-berkas laporan yang sedang dia baca dengan sangat serius, Julius membubuhkan dengusan malasnya. Istri kedua mendiang Ayahnya itu adalah jalang haus uang yang mesti segera dia singkirkan jauh-jauh dari Farm House. Julius sudah dengan rendah hati membiarkan perempuan s****l itu hidup tanpa pengawasannya selama empat tahun. Dan hanya karena dia telah menempatkan pegawai-pegawai yang dipercayainya, wanita itu tak banyak melakukan ulah. “Kau tentu masih ingat, bahwa dalam surat wasiat—” “Jangan menyetirku, sialan!” Pria itu melemparkan kertas-kertas di tangannya ke atas meja kerja. Sangat tidak suka jam kerjanya diganggu orang. “Aku tahu Ayahku yang t***l itu menjanjikan uang bulanan yang bahkan harus tetap mengalir padamu bahkan setelah dia mati.” Ibu tirinya mengangkat dagu tinggi-tinggi. Marah atas sikap Julius yang kurang ajar. “Aku membiarkan Jane tinggal di sini, dan semua pelayan di rumah melayani setiap kebutuhannya dengan baik sesuai perintahku.” Julius menggeram, “dia pantas mendapatkan itu tanpa perintahmu.” “Oh tidak,” wanita itu tersenyum dengan sangat menyebalkan. “Mendiang suamiku tidak menuliskan nama adik angkatmu itu untuk menikmati fasilitas apapun yang ada di rumah ini. Dia tidak punya hak apa-apa.” Julius sedang tidak dalam keadaan yang baik untuk berargumentasi. Bisa-bisa dia makin tak terkendali, “Tutup mulutmu. ” “Kutunggu uangmu masuk ke dalam rekeningku.” Lantas, langkah kakinya yang juga menyebalkan pergi dari ruang kerja Julius. Kembali pada hidupnya yang serasa menjadi seorang ratu. Julius meninju meja kayunya. Sialan. Kepalanya sedang migrain karena pemasokan bisnisnya di Norwegia mengalami kendala. Dan perempuan iblis itu datang ke ruang kerjanya. Minta uang—lantas berongkang-ongkang kaki menunggu. Pria itu mengacak-acak rambutnya. Merogoh saku celana demi mendapatkan sebuah rokok linting, kemudian menyalakannya. Dan dia memutuskan untuk berdiri di tepi jendela, mengamati luasnya Farm House. Miliknya. Dengan asap rokok mengepul, melingkar-lingkar seolah tembus ke gorden putih di sana. Tapi sebuah pemandangan yang sangat tidak dia inginkan tertangkap retinanya. Eleanor Primrose berjalan kaki bersama seorang pria tua—Leonardo Alfonso, seorang pria yang dikenalnya berasal dari Roma. Dan mereka terlihat sangat dekat. Melangkah dan berdempetan. Fuck. Gadis s****l itu membuat darahnya mendidih. Julius menjatuhkan rokoknya ke lantai, kemudian menginjaknya sampai hancur. b*****t! Ternyata, empat tahun sudah cukup untuk membuat Eleanor tumbuh menjadi perempuan penggoda. ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD