Kendra, yang semula duduk bersama tamu-tamu di acara ulang tahun ayahnya, mendadak merasa gelisah. Ayahnya, Farhan, dan kakak perempuannya, Kasandra, belum juga keluar dari kamar meskipun acara sudah dimulai.
"Mereka sebenarnya kenapa?"
Penasaran, Kendra memutuskan untuk pergi melihat apa yang terjadi.
Ketika sampai di depan kamar, ia mendengar percakapan yang membuatnya terkejut. Kendra terbelalak, tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Alea hamil?" pekiknya tanpa sadar.
Tatapan orang-orang yang ada di sekitar kamar langsung tertuju padanya, mereka semua tampak terkejut mendengar reaksi Kendra.
Tidak ingin menjadi pusat perhatian, Kendra segera masuk ke kamar dan menutup pintu rapat-rapat. "Kenapa Alea hamil?" tanyanya dengan nada tak percaya, matanya menatap Kasandra dan Farhan bergantian, mencari penjelasan.
Kasandra dan Farhan saling bertatapan, bingung harus menjawab apa. Di sudut ruangan, Karin, sepupu Kendra yang juga seorang dokter, menatap Kendra dengan malas. "Alea itu wanita, tentu saja dia bisa hamil. Tapi, kenapa kamu yang kaget? Kamu yang menghamilinya, ya?" jawab Karin dengan nada datar, seolah semuanya sudah jelas.
Kendra terkesiap, wajahnya mendadak pucat. "Enak aja! Jangan asal tuduh kamu!"
"Nggak nuduh. Tapi, pekerjaan kamu memang berganti wanita setiap malam," sindir Karin.
Pikiran Kendra berputar, mengingat-ingat kejadian malam itu. Setelah insiden tersebut, dia tidak bisa lagi berhubungan dengan wanita lain, dan satu bulan setelahnya dia mulai merasakan gejala aneh yang tak bisa dijelaskan oleh dokter.
Tiba-tiba, Kendra teringat ucapan Han bahwa gejalanya mirip seperti ibu hamil. "Apa jangan-jangan...," pikir Kendra, ngeri dengan kemungkinan yang mulai terlintas di benaknya.
Farhan, yang memperhatikan perubahan wajah Kendra, merasa ada yang tidak beres. Ia mendekati Kendra dan bertanya dengan nada prihatin, "Kenapa wajahmu pucat, Kendra? Ada apa?"
Kendra menggelengkan kepala, mencoba menutupi kegelisahannya. "Aku baik-baik saja, Kak," jawabnya singkat, meskipun jelas-jelas terlihat bahwa dia tidak dalam kondisi baik.
Farhan menatap adik iparnya dengan mata memicing, jelas tidak percaya dengan jawabannya. "Kenapa kamu bilang baik-baik saja? Han bilang kamu sakit," lanjut Farhan dengan nada yang penuh kecurigaan.
Kendra mengusap tengkuknya yang mulai berkeringat. "Iya, aku memang sakit, tapi itu hanya sakit biasa, tidak ada masalah besar," katanya mencoba meyakinkan Farhan, meskipun suaranya terdengar tidak meyakinkan.
Farhan menatap Kasandra, dan mereka saling bertukar pandang. Kasandra kemudian mengangguk pelan, seolah mengisyaratkan sesuatu kepada suaminya.
Farhan kembali bertanya, "Apa benar-benar sakit biasa? Tidak ada masalah serius?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas.
Kendra kembali mengusap tengkuknya, berusaha menenangkan diri. "Iya, Kak, tidak ada yang serius," jawabnya, meskipun jantungnya berdebar kencang.
Farhan mendesah pelan, lalu berkata, "Han juga bilang kamu sering mual dan muntah di pagi hari, indra penciumanmu sensitif, dan... kamu suka berbuat aneh-aneh belakangan ini."
Kendra menggelengkan kepalanya cepat, merasa panik, dan mengusap tengkuknya lagi dengan gugup. "Tidak, itu tidak benar, Kak," elaknya, meskipun dalam hatinya ia mulai merasa ketakutan.
Detik itu juga, sebuah tas melayang ke arah Kendra, diikuti oleh teriakan melengking dari Kasandra, "Kendra, kurang ajar!"
Kendra terkejut dan kelabakan saat tas itu mengenainya, dan sebelum ia sempat bereaksi lebih lanjut, Kasandra sudah melompat ke arahnya dan mulai memukulnya dengan membabi buta. "Apa yang kau lakukan, Kendra?!"
Kendra berusaha menangkis pukulan-pukulan Kasandra yang datang bertubi-tubi, namun ia kesulitan. "Kak! Berhenti, Kak! Apa salahku?!" teriaknya sambil mencoba melindungi dirinya.
Kasandra terus memukulinya, tak peduli dengan permintaan Kendra. "Kamu masih berani bertanya apa salahmu?!" teriak Kasandra, "Kamu sudah menghancurkan hidup Alea! Bagaimana bisa kamu bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi?"
Kendra akhirnya berhasil menangkap kedua tangan Kasandra, menghentikan pukulannya. "Kak, tolong tenang, biarkan aku menjelaskan!" pintanya dengan napas terengah-engah.
Kasandra, meskipun masih marah, akhirnya berhenti memukul dan menatap Kendra dengan mata berapi-api. "Jelaskan?! Jelaskan apa, Kendra? Bagaimana mungkin kamu bisa melakukan hal sekeji itu?"
"Aku tidak menghamilinya!" pekik Kendra.
"Bohong! Kamu berkata seperti itu dengan menggosok tengkukmu! Ken, dengar kakak baik-baik! Kakak yang merawat kamu setelah ibu tidak ada, kakak yang kasih kamu makan tiap hari, suapi kamu, mandiin kamu dan... kamu masih bohongi kakak?" Kasandra berkata dengan kecewa.
"Aku memang tidak...." Kendra tak jadi meneruskan kata-katanya dan menurunkan tangan dari tengkuk.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi, Kak," sambungnya kemudian.
"Apa ada sesuatu yang terjadi antara kalian sebelumnya?" tanya Farhan.
Kendra merasa semakin terpojok, tidak tahu harus menjawab apa. Dia mengalihkan pandangannya kepada Farhan, yang kini menatapnya dengan tatapan penuh kekecewaan. "Aku... aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi," gumam Kendra, suaranya terdengar lemah. "Itu kesalahpahaman. Aku kira hari itu, Alea adalah wanita panggilan."
Farhan menghela napas panjang, lalu berbicara dengan nada yang lebih tenang namun penuh ketegasan. "Kendra, kamu harus bertanggung jawab atas apa yang telah kamu lakukan. Kamu tahu ini tidak bisa dibiarkan begitu saja."
"Apa yang kamu pikirkan, Kendra? Bagaimana kamu tidak bisa membedakan antara wanita baik-baik dan wanita panggilan yang biasa kau pakai?!" pekik Kasandra yang sangat kecewa dengan perbuatan adiknya itu.
"Kak, aku mabuk malam itu. Aku... aku tidak sepenuhnya sadar."
Kasandra terduduk di lantai dengan perasaan yang hancur. "Aku tahu kamu sangat benci dengan wanita, tapi kenapa kamu harus menghancurkan hidup Alea."
"Kak, maafkan aku!"
"Maaf?! Semudah itu kamu minta maaf, Ken?! Kamu menghancurkan gadis baik seperti Alea. Dia sangat baik, Ken!" teriak Kasandra dengan tangisnya yang pecah. "Alea hidup sendirian setelah orang tuanya ditabrak oleh Farhan dan meninggalkan dunia. Hari itu, kami sudah menghancurkan kehidupan Alea. Lalu, sekarang kamu... kamu kembali menghancurkannya, Ken!"
Kasandra menangis pilu, mengingat setiap kesalahan yang sudah mereka lakukan pada gadis itu.
"Kakakmu benar, Ken. Seumur hidup, kami akan tenggelam dalam rasa bersalah karena kejadian itu. Lalu sekarang?" Farhan sampai tak bisa berkata-kata lagi. Melihat Alea yang terbaring lemah di atas ranjang, membuat hatinya sangat sakit.
"Kenapa Alea harus bertemu dengan laki-laki seperti Kendra, Mas? Kita tahu kalau Kendra hanya menganggap wanita sebagai pelampiasan hasrat!" raung Kasandra. "Kenapa Tuhan tidak mengambil nyawaku saja daripada aku harus menyaksikan ini!"
Kendra merasa hatinya terluka melihat satu-satunya orang yang berharga dalam hidupnya harus menangis karena ulahnya. Kendra mengepalkan tangannya dengan erat.
"Sekarang, apa yang akan kamu lakukan, Ken? Kamu harus bertanggung jawab!" ujar Farhan dengan tegas.
Kendra terdiam, menatap Farhan dan Kasandra secara bergantian. Lalu, ia mengangguk dengan mantap.
"Aku tahu ini salahku, Kak. Aku akan bertanggung jawab."
"Bagus. Kamu memang harus—"
"Tapi aku tidak akan menikahinya!" sahut Kendra dengan tegas.