Hari ini menjadi hari yang cukup mendebarkan bagi Amara. Mengingat rencana kedua orang tuanya yang hendak mengadakan dinner bersama dengan Tristan Hanggara. Selama bekerja, Amara merasa tidak tenang dengan rencana yang harus dihadapinya nanti malam. Apalagi adanya rentetan pesan w******p yang dikirim oleh ibunya mengenai pakaian yang akan dipakai wanita itu nanti malam.
Dian : [Ra, Mama mau ingatkan kamu buat pulang on time nanti. Ini kan acara spesial. Apalagi keluarga Hanggara itu keluarga luar biasa lho. Mama percaya diri kok sama kamu. Tristan harus tertarik sama kamu.]
Amara membaca pesan itu seraya mengernyit. Masih tak percaya jika ia harus jadi alat untuk kedua orangtuanya yang gila harta. Ia pun lekas membalas pesan sang ibu.
Amara : [Iya, Ma. Ara sudah bilang team leader dari program terakhir Ara sore ini untuk tidak menahan Ara lebih lama di kantor. Mama tenang saja.]
Pesan yang diketik Amara pun terkirim. Lalu beberapa detik kemudian muncul pesan balasan dari Dian.
Dian : [Oke, akan Mama tunggu di rumah. Mengenai bajumu, Mama kirimkan foto ya, kau bisa memilih salah satu dari foto-foto yang mau Mama kirim. Sama butiknya nanti akan langsung dikirim ke rumah.]
Amara meringis saat membaca pesan w******p dari ibunya itu. Lalu balas-membalas pesan pun terjadi sepanjang Amara sedang beristirahat untuk hendak makan siang. Begitu pula dengan memilih foto-foto gaun-gaun simple dan elegan yang telah dikirim Dian.
Amara: [Iya deh, terserah Mama saja. Ara cuma bisa menuruti apa kata Mama. Tentang gaun mana yang mau Ara pakai, akan Ara tandai sebentar lagi.]
Pesan w******p antara ibu dan anak itu pun berakhir usai Amara menjatuhkan pilihan pada gaun simple yang tertutup di bagian d**a dengan motif tulle dan leher model turtleneck berwarna silver. Terlihat cantik dan elegan. Cocok untuk Amara yang berkulit putih bersih.
Hingga jam menujukkan pukul 17.00 WIB yang artinya sudah waktunya Amara untuk pulang kerja. Sebelum pulang, ia memastikan dulu pekerjaannya pada para karyawan yang menjadi anak buahnya di kantor.
“Rima, pekerjaanku hari ini sudah selesai kan? Apa ada kerjaan lain yang tertunda?” tanya Amara memastikan pada salah satu karyawannya.
Rima yang selama ini menjadi sekretaris Amara, menggelengkan kepala.
“Nggak ada kok, Bu. Bu Amara bisa pulang. Pekerjaan hari ini sudah clear,” jawab Rima seraya mengulas senyum.
“Ya sudah, kalau begitu aku pulang dulu ya,” sahut Amara berpamitan sambil meraih handbag Dior untuk bergegas meninggalkan stasiun ERA TV.
Rima mengangguk. “Iya, Bu. Hati-hati di jalan ya, Bu,” pesan sang sekretaris yang dibalas senyuman manis oleh Amara.
Setelah memasuki mobil sedan mewah milik Amara, ia terdiam terpaku sejenak di depan kemudi mobil. Belum berniat melajukan kendaraan pribadinya. Wanita itu malah memilih melakukan stalking pada media sosial milik Tristan Hanggara. Halaman i********: dan t****k milik pria yang hendak dijodohkan dengan Amara pun terbuka.
Amara memicingkan mata sejenak lalu berniat scroll akun pribadi milik Tristan yang memang terlihat cool dan rupawan dengan gaya berpenampilan yang necis. Menunjukkan bahwa ia memang putra konglomerat. Beberapa foto dari pria itu membuat Amara merasa biasa saja. Tristan bukan salah satu tipe pria idaman dari wanita itu. Ada satu pria yang menjadi pria idaman dari Amara yaitu Ahlan Adipati, mantan kekasihnya yang hingga saat ini masih menetap di London, Inggris untuk bekerja.
Ahlan, bagaimana kabarmu? Apa kau masih tetap ingat aku?
Amara bertanya dalam hati. Rasa rindu untuk pria yang pernah mengisi hati dan pikirannya masih ada untuk pria yang berprofesi sebagai diplomat tersebut. Sebenarnya, jika hubungan mereka tidak putus di tengah jalan, Amara pasti akan menjadi wanita yang sangat bahagia mengingat sifat dan sikap Ahlan yang selalu membuatnya nyaman. Namun apa daya, hubungan mereka harus kandas beberapa tahun yang lalu.
Hingga terlintas bayangan masa lalu di saat Amara dan Ahlan harus mengakhiri huhungan mereka berdua tiga tahun yang lalu. Peristiwa itu terjadi saat salah satu dari mereka harus kembali ke Indonesia setelah mereka lulus bergelar master atau S2 di Unversity of Melbourne, Australia.
“Amara Sayang, secepat itukah kamu harus pulang ke Jakarta? Tidakkah kamu ikut kerja di Inggris sepertiku saja? Setelah kita sama-sama kerja dan menetap di Inggris, aku akan melamarmu di depan kedua orang tuamu,” pinta Ahlan yang berusaha agar sang kekasih hati tidak pulang ke Jakarta beberapa hari lagi.
Amara menatap lembut ke arah pria yang menjadi kekasihnya itu.
“Maafkan aku, aku nggak bisa selamanya tinggal di luar negeri bersamamu. Aku ingin menetap di Jakarta bersama keluargaku. Aku tak bisa jauh-jauh dari mereka. Maafkan aku, Ahlan. Maafkan …” tolak Amara sambil menitikkan air mata karena akan berpisah dengan pria yang ia cintai saat itu.
Ahlan mendesah pasrah dengan keputusan yang diambil wanita pujaannya.
“Jika suatu saat aku bisa bekerja di Kementrian Luar Negeri di Jakarta, apakah kau mau menungguku dan kembali padaku?” tanya Ahlan penuh harap. Manik hazel pria keturunan Indonesia – Inggris itu menatap sayang ke arah Amara.
Amara membalas tatapan Ahlan dengan tatapan penuh arti seraya mengangguk pelan.
“Aku akan mencoba untuk menunggumu di Jakarta. Jika memang kita berjodoh, pasti akan ada jalan untuk bertemu kan? Kecuali jika memang takdir tidak merestui kita dalam hal jodoh.”
Kalimat yang terlontar dari mulut Amara tersebut membuat Ahlan tertegun pasrah. Namun ia optimis jika suatu saat dirinya akan kembali ke Jakarta untuk menjemput cintanya pada Amara Respati.
“Benar, Amara. Ucapanmu memang benar. Jika takdir berpihak pada kita berdua nantinya, aku akan selalu setia padamu dan meminangmu saat waktunya tiba,” sahut Ahlan yang kemudian menangkup wajah Amara untuk memberinya ciuman perpisahan.
Sejak saat itu mereka pun berpisah sebagai sepasang kekasih meski tidak ada kata ‘putus’ di antara keduanya. Namun perpisahan dan kontak secara personal sudah nyaris hilang beberapa tahun belakangan ini. Yg tersisa hanya media sosial yang saling mengikuti dan saling ‘like’ foto yang diunggah saja tanpa disertai komentar.
Bayangan masa lalu yang terjadi antara Amara dan Ahlan itu membuatnya hanya bisa mendesah pasrah. Pasrah dengan kenyataan yang harus dihadapi Amara sekarang ini yakni mengandung anak seorang pria tanpa suami.
Teringat akan Ahlan, ia jadi berniat melihat media sosial milik Ahlan yang sampai saat ini mereka berdua masih saling mengikuti atau follow di i********: masing-masing. Jika istilah ‘kepo’ atau penasaran dengan seseorang yang menarik perhatian kita itu selalu melekat pada sifat seorang wanita, Amara termasuk salah satu di antaranya.
Beberapa kali Amara mengecek akun social media milik mantan kekasihnya tersebut dan ia bersyukur karena Ahlan terlihat masih single atau belum memiliki kekasih apalagi istri. Sebelum ia tahu jika hamil, Amara lega dengan hal itu. Namun sekarang, di saat ia sudah berbadan dua, keinginan untuk bisa bersatu dengan Ahlan hancur sudah. Akibat dari Bara Gandawasa yang telah membuatnya hamil.
Ketika Amara hendak menutup aplikasi i********: miliknya, secara tidak sadar atau saat melamun, wanita itu secara tak sengaja mengetik nama Bara Gandawasa di kolom pencarian akun pribadi. Ia tersentak kaget saat iris cokelat milik wanita itu menangkap foto pria yang sudah merenggut kehormatannya itu tengah berdua dengan Nadia dalam keadaan berpelukan. Membuat Amara seakan ingin muntah melihat kemesraan mereka berdua.
Ya Tuhan … kenapa aku bodoh sekali? Kenapa aku harus mengetik nama pria ini??? Pria yang sudah menghamiliku seperti ini. Bahkan menghamili wanita itu juga. Keluh Amara sebal saat teringat kejadian di dokter kandungan kemarin. Yang sama sekali tidak mengerti jika sebenarnya Nadia tidak hamil.
Amara yang kesal, lekas meletakkan ponselnya di dekat dashboard mobil. Bergegas melupakan pria yang belakangan ini membayang-bayangi hidupnya itu dengan mendengkus sebal. Ingin cepat-cepat sampai ke rumah.
***
“Ara, ayo cepat kamu mandi dan ganti baju! Waktunya sudah mepet ini, Sayang,” pinta Dian ketika Amara sudah sampai di rumah kedua orang tuanya di Permata Hijau, Jakarta Selatan.
“Iya, Ma. Maaf, tadi macet. Kita dinner-nya dimana? Apa di rumah ini?” tanya Amara.
Dian menggelengkan kepala. “Nggak jadi ketemu di sini, Ara. Kita ketemuan di luar nanti.
“Memang mau ketemu dimana, Ma?” tanya Amara penasaran.
“L’Avenue Restaurant at The Hermitage itu lho, Ara. Restoran klasik yang di Menteng, Jakarta Pusat. Tahu kan?”
Amara mengangguk. “Iya, Ma. Sudah beberapa kali ke sana bersama teman-teman kerja.”
“Ya sudah, sekarang kamu siap-siap, ya! Setelah mandi dan shalat, Mama akan make up-in kamu. Putri Mama harus terlihat cantik di depan Tristan. Tristan harus terpesona padamu,” harap Dian yang memang mahir merias wajah wanita mengingat ia memiliki salon kecantikan di Jakarta Selatan.
Amara hanya tersenyum miris menanggapi ucapan sang ibu. Ia masih tak bisa membayangkan bagaimana reaksi kedua orang tuanya jika tahu sekarang ia tengah mengandung anak dari putra musuh bebuyutan Rendra Respati yaitu Ghani Gandawasa. Karena masih ketakutan menceritakan hal ini, ia pun menunda menceritakan fakta perihal kehamilannya pada Rendra dan Dian hingga besok. Tak mumgkin juga harus mengatakannya malam ini mengingat akan ada acara spesial nanti malam.
Usai mengenakan gaun malam elegan dan simple berwarna silver yang membalut tubuh bening Amara, wanita cantik itu mengamati penampilannya malam ini yang layaknya seorang princess hendak bertemu dengan sosok prince yang sama sekali belum ia kenal. Layaknya mau mendatangi acara blind date (kencan buta) bersama Tristan. Tristan memang sosok pria yang berkarisma jika dilihat dari beberapa foto dan video di akun i********: miliknya. Apalagi sering berfoto di antara aset-aset yang berharga sebagai pencapaian pria itu selama ini selama menjabat sebagai CEO perusahaan bergengsi di bidang oil and gas terkemuka di Kalimantan Timur.
“Sudah siap, Ara?” tanya Dian yang tiba-tiba memasuki kamar anak perempuan kesayangannya itu seraya membawa peralatan make up salon miliknya.
“Sudah, Ma. Tinggal make up aja. Ma, please, rias wajah Ara sesimpel mungkin. Jangan berlebihan. Ara nggak pede full make up di depan orang lain. Malu,” sahut wanita menawan itu.
Dian terkekeh. “Tentu saja, Sayang. Kamu tenang saja. Kamu meragukan kemampuan Mama sebagai MUA (Make Up Artist)? Takkan kubiarkan anakku yang cantik jadi seperti ondel-ondel. Serahkan semua pada Mama.”
“Oke, Ma. Bisa dimulai sekarang,” ujar Amara yang langsung mengambil tempat di dalam kamar untuk dirias sang ibu.
Selang 30 menit berlalu, Amara sudah siap dengan penampilannya yang sangat cantik, anggun, dan memukau. Rambut panjangnya yang bergelombang disanggul sebagian atau semi sanggul yang dimodifikasi dengan bentuk rambut dikepang sebagian. Riasan wajahnya pun soft natural make up yang dipoles sedikit saja sudah cantik. Sungguh anggun dan memikat.
“Cantik, Ara. Yakin deh, Tristan pasti tergila-gila sama kamu. Puas Mama dengan penampilanmu hari ini,” tutur Dian kagum.
Amara hanya tersenyum memaksa. Dalam hati, ia meronta-ronta akan nasib yang harus dijalani Amara setiap hari.
Percuma cantik, Ma … tapi ternyata sudah nggak perawan. Sudah dinodai oleh pria yang tak ingin bertanggung jawab …
Ungkapan Amara dalam hati itu harus terhenti ketika suara berat Rendra menyeruak dan memanggil-manggil anak perempuan dan istrinya. Sudah tak sabar ingin mengajak kedua wanita itu untuk pergi meninggalkan kediaman mewah mereka.
“Amara … Dian … ayo berangkat sekarang! Jangan sampai calon besan kita menunggu!” panggil Rendra seraya memekik.
“Iya, Pa! Sebentar lagi kita berangkat,” sahut Dian.
Kata ‘calon besan’ yang keluar dari mulut sang ayah, seketika membuat sekujur tubuh Amara bergidik. Masih tak bisa membayangkan jika ia harus menikah dengan pria yang bukan merupakan ayah kandung dari anak yang dikandungnya. Tetapi pasti jika Keluarga Hanggara tahu jika calon menantu mereka hamil, rencana pernikahan Amara dan Tristan akan gagal total. Rendra pasti tak ingin aib anak perempuannya diketahui publik. Ia bisa sangat malu jika hal itu terjadi.
Selama Amara masih belum menceritakan berita kehamilan pada kedua orang tuanya, yang bisa dilakukan hanyalah menuruti permintaan Rendra dan Dian untuk berkenalan dengan Tristan. Sosok pria yang sama sekali asing untuk Amara.
Sementara itu di Apartemen Kalibata yang menjadi tempat tinggal Nadia, tampak Bara tengah menanti kemunculan sang kekasih yang masih bersiap-siap diri di kamar. Pria itu sengaja malam ini hendak menemani sang kekasih untuk syuting model majalah di salah satu restoran di Menteng, Jakarta Pusat.
“Sudah siap, Sayang?” tanya Bara seraya melirik jam tangan Rolex miliknya.
“Sebentar lagi, Baby,” balas Nadia sambil meraih white clutch miliknya. “Aku jalan ini.”
Mereka berdua pun bergerak maju untuk meninggalkan apartemen. Beranjak menuju sebuah restoran klasik yang menjadi lokasi pemotretan model majalah yang diikuti oleh Nadia malam ini. Restoran yang sama dengan Amara yakni L’Avenue Restaurant at The Hermitage yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat.
Kira-kira bagaimana reaksi Bara dan Amara ketika takdir membawa mereka untuk bisa bertemu lagi malam ini? Akankah Amara bisa fokus dinner bersama Tristan jika di tempat sama ia dapat melihat ayah kandung dari calon anak yang dikandungnya juga? Sepanjang hari ini, waktu Amara dihabiskan untuk memikirkan Tristan, Ahlan, dan Bara. Yang salah satu di antara mereka bertiga adalah jodoh Amara nantinya.