Masak Soto

1072 Words
Ari mendudukkan si kecil Chilla di kursi tinggi yang ada di meja bar. Kemudian dia menyusulku yang sudah lebih dulu ada di tengah dapurnya yang modern dan mewah. Tidak seperti dapur di rumahku yang mini dan terbuat dari beton, dapur di rumah Ari menggunakan countertop berbahan granit. Lemari bawah dan gantung pun terlihat sangat kokoh dan cantik. Ini adalah dapur idamanku yang masih ada di angan-angan. "Pakai ini, Va." Ari mengangsurkan sebuah apron tepat di depanku hingga membuatku terkesiap. Aku segera menerima dan memakainya. "Bahan-bahannya semua udah lengkap?" tanyaku. Mengingat tidak ada tanda-tanda sayuran ada di meja dapur. "Semua bahan ada di kulkas, kita tinggal eksekusi saja." Ari lalu bergerak menuju kulkas. "Coba, bahan apa aja yang harus kita pakai." Aku menyusulnya dan mengawasi dia membuka kulkas dua pintu yang ketika dibuka isinya membuatku tercengang. Kulkas dua pintu ini isinya sangat padat. Dari camilan hingga sayuran dan buah ada. Aku menelan ludah, mengingat isi kulkas di rumahku yang sepi. "Ayamnya ada? Kita perlu merebus ayam dulu untuk mengambil kaldunya." Sebenarnya aku bingung ke mana harus bergerak. Aku tidak tahu letak bahan-bahan yang Ari simpan. "Oke, katakan apa yang kamu butuhkan." "Ayam, daun bawang, tauge, kol, telur, dan mi soun." Ari mengambil semua bahan yang aku minta. Lalu menaruh semuanya di atas meja dapur. "Bumbu-bumbunya ada di mana?" tanyaku. Untuk membuat kuah soto kuning yang enak kita memerlukan beberapa bumbu dapur lengkap. "Ada. Sebentar." Ari kembali lagi ke kulkas dan mengambil sebuah kotak dari sana. Kotak itu mirip kotak organizer yang berisi macam-macam bumbu palawija yang sudah dibersihkan. "Untuk bumbu bubuknya ada di situ." Dia menunjuk rak bumbu. Aku hanya mengangguk. "Oke." Lalu segera bergerak mencuci daging ayam dan memotongnya menjadi tiga bagian sebelum merebusnya. "Aku mau bantu juga, Pi," ucap Chilla yang duduk melihat kami memasak. "No. Chilla. Kamu masih kecil. Kamu boleh membantu kalau kamu udah setinggi ini." Tangan Ari bergerak dan mengira tinggi yang dia bolehkan. "Apa yang harus aku lakukan lagi, Va?" tanya Ari. "Kamu tolong cuci sayuran dan iris ya. Aku mau membuat bumbu dan merebus beberapa telur." Aku menyalakan kompor. Baru kali ini aku melihat kompor tanam secara langsung. Di rumah, aku menggunakan kompor gas dua tungku biasa. Sementara kompor tanam ini ada empat tungku. Aku bisa memasak cepat dengan banyak tungku seperti ini dalam satu waktu. Sementara merebus ayam dan telur, aku membuat bumbu kuning soto. Berbekal sering masak beberapa kali menu soto ala-ala untuk Geo. "Ada alat penggiling bumbu enggak, Mas?" tanyaku pada Ari yang tengah sibuk mengiris kol dan daun bawang. "Ada, sebentar aku ambilkan." Dia meninggalkan pekerjaannya dan mengambil sesuatu di penyimpanan rak atas. "Nah kamu bisa pakai ini." Ari mengeluarkan sebuah mini cooper yang sudah lama aku impikan. Ya Tuhan! Kenapa di rumahnya banyak hal yang hanya jadi angan di mimpiku? Aku menerima benda itu dengan hati-hati. Tergelitik ingin menanyakan harga, tapi itu sangat tidak mungkin aku lakukan. Meskipun benda ini bukan milikku, aku cukup senang karena bisa memakainya. Seperti review yang sering aku lihat di channel daring, mini cooper ini bener-bener bekerja dengan maksimal. Suaranya juga halus. "Riva, air rebusan ayamnya mendidih," seru Ari girang. Wajahnya tampak berbinar hanya karena melihat air yang meletup-letup di dalam panci. "Biarin dulu, Mas." "Setelah ini, kita apain?" "Goreng ayamnya dan kita suwir-suwir buat isian soto." Ari mengangguk. Lalu mengusap dagu tampak berpikir. "Gorengnya pakai air fryer aja Va, jadi nggak mleduk-mleduk." Hah? Apa tadi? "Air fryer?" tanyaku tak mengerti. Ari yang mengerti kebingunganku tersenyum. Dia bergeser dan mendekati sebuah alat berbentuk seperti tabung kira-kira hampir sama besar dengan sebuah rice cooker. "Ini loh, Va. Pakai benda ini. Tinggal masukin ayam, setting waktu dan suhu, tunggu mateng deh. Hemat minyak dan anti mleduk-mleduk." Aku melongo mendengar penjelasan Ari. Sepertinya aku pernah dengar alat yang seperti itu. Menggoreng tanpa minyak. Hal itu sekarang sedang menjadi tren. Tapi aku nggak menyangka alatnya se-worth it itu. Ari bahkan mengajariku menggunakan alat itu. Ketika bumbu sudah selesai aku giling. Aku mulai membuat kuah sotonya. "Mmm, baunya harum banget, Tante. Rasanya pasti enak. Aku jadi nggak sabar pengin makan," seru Chilla di atas kursinya. "Chilla udah lapar ya?" tanyaku tersenyum lalu menuang air ke dalam bumbu yang sudah aku goreng harum bersama daun jeruk. "Iya, Tante. Aku mau makan soto pakai telur sama ceker." "Sebentar lagi siap! Papi kamu bantuin Tante jadi masaknya cepet." Aku melirik Ari yang sedang mengupas telur rebus. "Aku suka Tante sama Papi kompak begini. Aku jadi kayak punya mami lagi," ujar anak itu, membuatku sontak tertegun. "Coba Tante jadi mami aku. Aku pasti sangat senang." Ya Tuhan, enak banget sih jadi anak-anak bisa ceplas-ceplos tanpa memikirkan perasaan orang lain. Dan yang lebih menyebalkan Ari tidak berusaha untuk menegur atau menjelaskan apa pun sama anak itu sebab aku tidak bisa menjadi ibunya. Hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit semua bahan soto sudah siap. Aku tinggal meraciknya ke dalam mangkuk. Ari sendiri sudah menyiapkan mangkuk-mangkuk melanin berbentuk bulat yang lucu. Aku meracik tiga mangkuk soto lalu Ari menyajikannya ke meja makan. Sudah ada satu toples emping melinjo sebagai pelengkap. "Ye! Sotonya udah jadi!" seru Chilla yang sudah dipindahkan Ari duduk di kursi meja makan. "Chilla mau pake nasi enggak?" tanyaku yang kebetulan sedang mengaduk nasi di rice cooker. "Pake, tapi dikit aja ya, Tante." Aku menuruti maunya. Nasi itu aku cetak dengan alat cetak berbentuk pesawat dan menaruhnya di atas piring. Aku menyajikan tiga buah nasi ke atas meja. "Wow! Kita bener-bener seperti sedang makan di restoran soto," ucap Ari melihat nasi yang aku sajikan lengkap dengan taburan bawang goreng di atasnya. Kami bertiga lantas makan bersama di ruang makan Ari yang lagi-lagi membuatku iri. Aku wanita normal. Melihat tempat favorit sebagus ini, siapa yang tak ingin? "Kamu nanti bawa pulang buat Geo ya," ucap Ari di sela-sela kegiatan makan kami. Jujur dari tadi aku juga kepikiran Geo dan Bayu. Apa mereka sudah makan? Bayu masak atau beli di warung. Ah, tidak seharusnya aku di sini. Tapi, janji tetap harus ditepati. "Iya, terima kasih, Mas." "Tinggal naik bus ya, Tante. Aku mau naik bus sama Kak Geo," ucap Chilla. Anak itu tidak pernah lupa apa yang sudah dijanjikan kepadanya. "Nanti kita cari waktu yang tepat dulu ya, Chilla," sahut Ari, seakan tahu kebingunganku. Aku pamit pulang setelah makan siang selesai. Seperti perintah Ari aku juga membungkus soto untuk Geo. "Terima kasih ya Tante, nanti kapan-kapan main lagi, tapi sama Kak Geo." Chilla memelukku saat aku pamit pulang. "Insyaallah, Chilla. Asal Chilla jadi anak yang nurut." "Siap, Tante!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD