Rumah Nara sudah disulap dengan sedemikian rupa. Banyak karangan bunga bunga cantik terpajang di beberapa sudut ruangan. Meja sudah tertata rapi dengan taplaknya. Para tamu juga sudah banyak yang hadir.
Waktu yang tidak pernah Keenara tunggu, akhirnya tiba juga. Hari ini adalah hari sakral untuknya. Yang mungkin hanya akan terjadi sekali seumur hidup.
Dimana berapa jam kedepan,ralat bukan jam lebih tepatnya menit dirinya akan berganti status sebagai istri dari Abidzar Alka Bachtiar.
Gaun pengantin berwarna putih dan khimar syar'i sudah ia kenakan. wajahnya yang ayu juga sudah di polesi make up, bersamaan dengan beberapa aksesoris di kepalanya membuatnya terlihat lebih anggun.
Namun sayang, bukan merasa bahagia gadis itu malah terlihat murung. Berbeda dengan kebanyakan mempelai pada umumnya yang akan menampakkan wajah berseri-seri.
Saat ini gadis itu sedang berada di dalam kamar seorang diri. Duduk termenung di pinggiran ranjangnya. Selesai di make up tadi, tukang riasnya langsung pamit karena ada job lain. Sedangkan uminya sibuk melayani tamu di bawah.
Hatinya kembali risau kala mengingat satu nama yang selalu terukir indah di lubuk hatinya.
Nara menahan bendungan air mata.Berkali-kali ia mengusapnya kasar tapi masih saja tak mau berhenti bagaikan muara sungai yang airnya tak pernah habis.
Air matanya begitu mudah untuk meluncur.
Gadis itu menatap ponselnya lamat. Dimana saat ini layarnya sedang menampilkan sosok Ustadz Ilham yang tengah tersenyum manis. Apakah ia bisa melupakan lelaki yang menjadi cinta pertamanya? Yang dimana sebagian besar orang berkata kalau 'cinta pertama' sangat sulit untuk di lupakan. Dulu ia begitu tak mempercayai kata kata itu, tapi setelah ia telah merasakannya, Nara percaya sekarang.
Sebuah tepukan di pundak membuyarkan lamunanya. Dengan cepat, ia menghapus air matanya.
"Kamu harus ikhlas Nara, mungkin ini memang sudah kehendak-Nya." Suara Alya terdengar saat gadis itu sudah duduk di sampingnya.
"Aku gak tahu Al, hatiku rasanya berat."Ujar Nara sendu. Tatapan nya masih lurus ke depan.
Nara memang sudah menceritakan nasalahnya pada Alya beberapa hari lalu.
Flash back on
Nara berkacak pinggang karena merasa diacuhkan oleh sahabatnya Alya. Dari tadi dirinya sudah mengoceh tapi tak sedikit pun di gubris. Alya malah sibuk dengan laptop dan Kertas ditangannya.
"Alya!"
"Alya ih, kamu dengerin aku ngomong gak sih!"sungut Nara
Saat ini mereka sedang berada di kamar milik Alya. Mengingat ayah gadis itu sudah tidak ada. Dan ubunya menjadi TKW diluar negri. Membuat Alya terbiasa untuk hidup sendiri. Oleh karena itu, sesekali Alya meminta Nara untuk menginap di rumahnya
"Alya"Nara merampas benda yang ada di tangan Alya, membuat sahabatnya itu mendengus sebal.
"Kamu kok ngeselin banget sih Al!"
"Hah?gak salah?yang ada kamu kali Ra yang ngeselin, main ambil kertas aku aja! Tau gak itu tugas dari Pak Abidzar, harus selesai malam ini juga, kalau enggak gaji aku bisa di potong nanti"
Huftt
Nara menghela nafas
"Aku mau cerita sama kamu"cicit Nara
"Bukannya dari tadi kamu dah cerita ya?ngoceh panjang lebar kek gitu ampe kuping aku pengang tau!"
Nara mengerucutkan bibirnya. Sahabatnya ini sangat tidak peka dengan situasi .
"Aku mau ngomong serius Al"
Alya mengalah. Memilih menutup laptopnya kemudian menghadap ke arah Nara.
"Aku mau nikah."kata Nara dengan nada pelan
"Whatt!!yang bener kamu Ra?!"pekik Alya
Nara mengangguk
"Satu minggu lagi,"
"Apa!sama siapa?Ustadz Ilham?bukannya dia--"
"Bukan!"potong Nara cepat
"Lalu?" Kening Alya mengernyit
"Pak Abidzar,"
Alya semakin terkejut.
"Kamu jangan becanda deh Ra!Gimana bisa?kamu aja kalau ketemu dia rasanya pengen nelen hidup-hidup, lah kok sekarang bilang mau merried aja sama dia?maksud kamu apa sih Ra?"cerocos Alya
Alya menggelengkan kelapa eh kepala maksudnya.
"Kenapa kamu gak bilang dari kemaren, kenapa baru bilang sekarang?"sambungnya
"Ya Maaf, aku baru berani bilang sekarang sama kamu."
"Ce-ri-ta-in!"tekan Alya
Nara menceritakan semua nya dengan sangat detail. Tak hayal, air matanya ikut mengalir. Alya menatap sahabatnya dengan pandangan iba. Entah dirinya sanggup atau tidak jika berada di posisi Nara.
"Cup cup cup, udah ya jangan nangis lagi. Aku gak punya permen Ra soalnya."
Di sela-sela tangisnya, Nara sempat terkekeh karena lawakan Alya. Dikira dirinya anak kecil apa yang disogok pake permen langsung diem.
"Kamu pikir aku bocah apa yang di kasih permen bisa diem!"
Alya tak menanggapi ucapan sahabatnya. Ia memeluk Nara erat, menyalurkan kekuatan untuk sahabatyang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri.
Flash back off
"Aku tahu apa yang kamu rasain Ra. Dan mungkin belum tentu aku bisa menghadapi cobaan seperti kamu."
Alya mengelus punggung tangan Nara
"Kamu harus sabar. Aku tau mengucapakan kata itu tak semudah dengan melakukannya, tapi aku yakin kamu pasti bisa."Alya menyemangati
"Hiks...tapi aku gak cinta sama dia Al, Aku cintanya sama Ustadz Ilham,"Ucap Nara pilu.
"Cinta itu memang tidak bisa dipaksakan. Tapi cinta juga bisa datang karena terbiasa. Saat ini kamu memang belum mencintainya. Tapi besok lusa,mingu depan, bulan depan, atau kapan kita tidak ada yang tahu, pada siapa hati kita akan menemukan pelabuhan sejatinya."Bijak Alya
"Mungkin Pak Abidzar memang nama yang sudah di gariskan dengan namamu di lauhul mahfudz Ra! Segigih apapun kamu mencintai Ustadz Ilham, sesering apa pun kamu mendo'akannya, jika tidak berjodoh kamu bisa apa?"
Nara menunduk. Ucapan Alya benar. Sekuat apa pun cintanya pada Ustadz Ilham jika mereka tidak berjodoh lalu untuk apa?manusia memang bisa berencana, tapi Allah lah yang menentukan.
Suara mikrofon mulai terdengar. Sang penghulu sudah mengucapkan kalimat akad yang dibalas oleh Abidzar dengan satu tarikan nafas.
"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq"
"SAH"sorak serempak
Air mata Nara kembali menetes. Entah bahagia atau sedih, ia tak tahu.
Liana masuk. Duduk sembari memeluk putri sematawayangnya dengan sangat erat penuh kasih sayang. Seolah
Itu adalah pelukan terakhir mereka, mengingat tanggung jawab Nara bukan lagi kepada Arman dan Lia melainkan Abidzar-suaminya.
"Selamat ya nak, kamu sudah resmi menjadi seorang istri. Jadilah istri yang baik, soleha dan selalu berbakti kepada suamimu. Turuti apa kata-katanya."Wejang Umi Lia sembari mengelus pucuk kepala Nara.
"Iya umi, Nara akan selalu ingat pesan Umi. Umi dan Abi jaga diri baik baik yah. Maaf jika selama menjadi putri kalian, Nara belum bisa menjadi anak yang membanggakan."Balas Nara. Alya hanya memandang haru adegan Ibu dan anak itu.
Liana mengusal lembut pucuk kepala Nara,"enggak sayang, kamu adalah anak kebanggan kami."
Air mata Nara semakin deras kala mendengar penuturan Umi-nya.
"Umi dan Alya keluar dulu ya nak, sebentar lagi suamimu akan menjemputmu."
Liana memberi kode kepada Alya agar mengikutinya. Alya hanya menurut saja, sesekali tersenyum jahil kepada Nara.
Tidak lama, setelah Umi dan sahabatnya keluar, seorang pria bertubuh jangkung dengan setelan jas hitam dan juga tuxedo yang senada, datang menghampirinya. Pria itu duduk tepat di sampingnya.
Tak ada respona apapun, Abidzar
Mengangkat dagu Nara agar gadis itu mendongak. Tatapan mereka terkunci. Abidzar menatap lekat bola mata hitam milik istrinya.Tak ada percakapan. Hanya saling diam membisu dalam keheningan.
Suatu benda kenyal menempel pada kening Nara, membuat gadis itu seketika mematung. Bibirnya seakan kelu untuk berucap. Hanya kerjapan mata yang ia lakukan berulang kali.
"Assalamualaikum,"ucap Abidzar
"Walaikumussalam." Nara membalas lirih sembari memalingkan wajahnya yang sudah memerah.
Abidzar menengadahkan tangan kirinya dan memegang ubun ubun Nara menggunakan tangan kananya seraya berdo'a. Nara mengamini setiap doa yang dirapalkan oleh suaminya.
Nara mengecup punggung tangan Nara. Tanpa gadis itu sadari, perlakuannya membuat darah Abidzar seakan berdesir.
"Ya Allah, tumbuhkanlah rasa cinta di hati hamba untuk suami hamba. Dan hilangkan rasa itu, karena mulai saat ini ada hati yang harus hamba jaga."rapal Nara dalam hati.
Abidzar menarik tangannya cepat. Nara mengernyitkan dahi bingung. Bukan ia tak sudi Hanya saja Abidzar belum siap. Jujur, Jantungnya berdegup dengan abnormal sekarang.
"Kita turun sekarang!"kata Abidzar cepat, lalu beranjak. Menarik nafas panjang untuk menetralisir rasa gugupnya.
Lelaki itu menarik jasnya bagian bawah kemudian berjalan gagah yang diekori oleh Nara dibelakangnya