Part 5

1025 Words
Keenara pov Hari ini aku sudah kembali ke kantor. Aku sudah mulai terbiasa untuk berinteraksi lagi dengan Abidzar. Jika tidak dari sekarang, lalu kapan lagi? Aku sudah berniat untuk melupakan masalah itu. Yang terpenting tidak sampai terulang kembali. Pak Abidzar dengan serius membaca laporan yang di berikan olehku. Berkali-kali ia meneliti dari atas hingga bawah, berharap jika apa yang di bacanya adalah salah. Bagaimana tidak? Dilaporan itu tertera angka pemasukkan  bulan ini sangat bertolak belakang dari pengeluaran. Ibarat kata lebih besar pasak dari pada tiang. Yang artinya lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan. Tidak bisa di sangkal bahwa salah satu karyawannya memang ada yang melakukan penggelapan uang. "Kenapa bisa seperti ini Nara?kamu yang bener dong ngerjainnya!"kata  pak Abidzar sambil membolak balikkan kertas ditangannya. Aku membola. Kenapa jadi aku yang disalahkan?padahal aku sudah mengerjakan laporan itu dengan benar, sesuai data yang ku terima. "Kok bapak jadi nyalahin saya sih? Saya kan ngerjain itu sesuai data yang saya terima."ucapku dengan nada tak terima "Kan kamu sekretarisnya!harusnya kamu paham dan teliti soal penghasilan perusahaan." Aku berdecak. Disini ada manager keuangan yang lebih bertanggung jawab dalam hal keuangan. Kenapa selalu aku yang disudutkan? Sungguh pria dihadapanku selalu saja membuatku harus menahan emosi. Pintu ruangan terbuka. Menampakkan Alya dari balik pintu itu. "Pak saya mau minta tanda tangan bapak!"kata Alya menyerahkan dokumen.  Pak Abidzar menandatangani nya dengan asal. Kali ini mungkin pikirannya sedang kacau. Otak nya berpikir keras bagaimana caranya ia bisa mengatasi keuangan yang begitu merosot kali ini. "Tapi pak--"ucapanku terpotong saat pak Abidzar kembali berucap "Siapa yang berani melakukan penggelapan uang pada perusahaan ini?"geram  Pak Abidzar mengenggam kertas ditangannya Aku tak berniat untuk menimpalinya. "Ini semua salah kamu Nara, pengawasan kamu pada semua staf dan karyawan disi ni kurang!"kata Pak Abidzar. "Saya kan cuma sekretaris pak!tugas saya ya cuma bantuin bapak!bukan ngawasin semua orang dikantor ini!"sungutku. "Bodo amat!yang jelas kamu gak boleh keluar sebelum saya nemuin cara untuk membereskan masalah ini!"katanya enteng. "Maaf pak tapi menurut saya ini semua bukan salah Nara. Bagaimanapun dia sudah bekerja semaksimal mungkin."timpal Alya. Sepertinya dia tidak terima jika sahabatnya disalahkan. Uwuw... makin sayang deh sama Alya. "Diam! Saya tidak menyuruhmu untuk bicara!"tegas Abidzar Aku yang semula menyunggingkan senyum, kini kembali menampakkan raut datar. Huhhh...kenapa sih harus ada manusia semacam dia? Kalau aja membunuh orang tidak dosa dan diharamkan, mungkin sudah aku bunuh saja makhluk di hadapanku  ini sejak lama. Lumayankan? Populitas makhluk seperti pak Abidzar menurun. Itu artinya potensi darah tinggi juga akan berkurang. Dan aku bisa hidup bebas, aman, sejahterah, dan sentosa. Pak Abidzar melirik ke arahku "Ngapain kamu liatin saya segitunya?hati hati ntar kamu jatuh cinta!"ujarnya memgerlingkan mata. Membuatku bergidik ngeri. Ini orang kesambet apa sih?tadi ngomel ngomel gak jelas sekarang malah ngegombal kek gitu. Euww. "Amit-amit"gumamku lirih. "Cieee...Nara di godain ama bos ganteng!"goda Alya. Aku menginjak kakinya membuatnya meringis. "Sakit tau Al!" "Masa bodo!lagian siapa sih yang tertarik ama orang songong kek dia? Yang ada mungkin wanita yang jadi istrinya besok, bakal sengsara!rasain tuh!" Tanpa sadar, mulutku sedari tadi sudah menyumpah serapahi dia. "Hati-hati sama ucapan lo ra!Awas kemakan omongan sendiri!siapa tahu kamu yang jadi istrinya besok?"ujar Alya mencibir. "Ishhh...Gak sudi aku!"bantahku. Lelaki itu tak memanggapi ucapanku lagi. Sedangkan Alya sudah keluar. *** "Huftt...Pak berapa lama lagi sih?udah hampir setengah hari lo saya disini cuma bengong!kalo udah, saya kembali aja ya keruangan masih banyak kerjaan inii!"keluhku "Gak boleh!"larangnya Aku mendengus. Namun tak lama dari balik pintu muncul sosok pria berwajah mirip dengan Pak Abidzar bersama satu wanita cantik berkhimar syar'i dan gadis kecil berusia kurang lebih tiga sampai empat tahunan. "Assalamualaikum,"sapanya "Walaikumussalam." balasku dan Pak Abidzar hampir bersamaan. Pak Abidzar mengambil alih gendongan gadis itu dari ibunya. "Tumben lo kesini bang!gak ngampus apa?"tanya Pak Abidzar. Dia menyebut apa tadi?Bang?oh.. Mungkin dia adalah putra Pak Rasyid yang pertama dan wanita cantik serta gadis itu mungkin istri dan anaknya. Pikirku. "Sesekali lah ngelibur, bosen gue kerja mulu!nyenengin anak istri gak papa kali"balasnya. "Om, om Abidzal tau gak? Tadi Adel makan es klim banyakkk banget"ucap gadis itu sambil memperagakan dengan gerakan tangannya. Pak Abidzar menjawil hidungnya "Iya?kok om gak dikacih sih" "Om kan udah besal, punya duit cendili ya om beli cendili lah!"katanya dengan suara khas anak kecil. "Gitu ya Adel cama om!" Pak Abidzar mencium pipi Adel dengan gemas. Aku gak menyangka, lria sedingin, sesongong, dan semenyebalkan Pak Abidzar bisa sesabar itu menghadapi Adel. Mungkin satu fakta yang baru aku ketahui, dia adalah tipe pria yang penyayang. Terbukti dari caranya memperlakukan Adel yang begitu lembut. "Eh, kamu sekretarisnya Abidzar ya?kenalin, aku Luna."sahut wanita itu sambil menyalamiku. "I...iya bu eh Mbak, saya Nara"kataku kikuk. Bingung harus menyebut apa? Wanita itu terkekeh pelan "Santai aja kali!panggilnya Mbak atau kak aja jangan bu, ketuaan." Aku tersenyum tipis. Sepertinya dia adalah tipe orang yang ramah, supel, dan mudah bergaul. "Kamu udah nikah?"tanyanya "Belum mbak, lagian saya rasa usia saya masih terlalu muda buat nikah sekarang."balasku "Lho, memang usia kamu berapa kalau boleh tau?" "Baru jalan 21 mbak," "Aku rasa gak terlalu muda lah. Dulu  saja aku menikah dengan Abi nya Adel waktu umur 18 tahun," Aku tercengang dengan pengakuannya. Semuda itukah? "Kok bisa?"aku semakin penasaran "Karena orang tua." Aku cukup paham dan tidak mengajukan pertanyaan lagi. Jujur, aku salut dengan wanita dihadapanku ini. Menikah pada usia yang terbilang sangat muda. Bukankah di usia segitu para remaja baru saja ingin masa mudanya, bermain dengan kawan, bersenang senang, dan baru menemukan jati dirinya. Tapi wanita ini sudah berumah tangga dan mengurus suami. Menakjubkan bukan? Kami pun berbincang ria. Pak Abidzar bermain dengan anak kecil itu sedangkan bang Alif sibuk dengan ponselnya. Sesekali juga ikut menimbrung. "Om, tante itu ciapa cih?"tanya Adel mengarah kepadaku. "Itu namanya Tante Nara sayang,"jawab Pak Abidzar "Tante tante, cini deh"ucap Adel sambil menepuk sofa kosong disebelahnya. Mengisyaratkan agar aku duduk disitu. Mau tidak mau aku duduk disamping kanan Adel. Sedangkan samping kiri ada Pak Abidzar. Posisi kami mengapit Adel yang berada ditengah. Jika dipikir-pikir kami sudah seperti keluarga kecil saja. Aku terkikik geli membayangkan itu. Eh, kenapa aku jadi mikir kesana sih? Jangankan berkelurga sama Pak Abidzar, bertemu saja sudah membuatku ingin mencakar wajahnya itu. Apalagi berumah tangga. "Iya sayang, kenapa?"kataku mengelus Pucuk kepalanya. "Om, Abi kan udah punya pacangan cama Umi sekalang Adel pengen Om juga punya pacangan cama tante ini!"terang Adel.Pak Abidzar hanya memasang wajah datar. "Udah lah Bid, Tunggu apa lagi!ada cewek cantik masa di anggurin!"ceplos Bang Alif "Brisik lo!"ketus Pak Abidzar "Sok gengsi lo!" "Apa sih bang!gaje lo bang" Selanjutnya tak ada yang buka suara. Masing masing sibuk dengan kegiatannya sendiri. Dan aku sesekali menanggapai celotehan Adel yang menurutku lu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD