bc

Duda Berebut Dara

book_age18+
23
FOLLOW
1K
READ
HE
escape while being pregnant
kickass heroine
heir/heiress
drama
tragedy
loser
city
disappearance
polygamy
like
intro-logo
Blurb

Dara?

Setidaknya itu anggapan orang sebelum mengetahui sisi kelam kehidupan Senja. Hamil di luar nikah tanpa pertanggungjawaban, hampir bunuh diri karena putus asa hingga memutuskan pergi dari rumah demi menjaga kehormatan keluarga, serta kehadiran bayi yang membuatnya mengalami baby blues adalah serangkaian peristiwa yang cukup telak memukul mental Senja.

Bersama Dani, sang pelaku kehamilan nan lembut namun menyakitkan. Juga Steve, pria misterius bermulut manis namun mematikan. Dan Morgan, mantan suami dari sang kakak ipar yang menyebalkan.

Siapa yang menjadi pilihan terakhir Senja?

chap-preview
Free preview
Bab 1
“Diem!” bentak Senja menatap tajam box bayi di sisi ranjang tempatnya duduk bersandar. Sudah tiga menit ia biarkan bayi itu menangis tanpa melakukan apapun. Semenjak kembali dari rumah sakit dua hari lalu pasca melahirkan seorang bayi laki-laki kondisi hatinya benar-benar tidak baik. Bahkan ia merasa terganggu dengan suara tangis bayinya sendiri. Wanita itu menghampiri box bayi kemudian menggoyang cukup keras bayi yang bukan diam karena mendengar suaranya namun justru semakin kencang menjerit seolah meminta pertolongan. “Diem, nggak? Dasar bayi sialan!” Segala sumpah serapah Senja keluarkan untuk mengumpat sang putra yang bahkan belum mengerti arti kalimatnya. Seorang wanita paruh baya yang mendengar ucapan kasar sang majikan tergopoh-gopoh menghampiri. Tangan basahnya yang baru dicuci selesai memasak sibuk mengusap daster yang dikenakannya. Masuk begitu saja karena pintu kamar terbuka. “Non, sudah, Non,” cegahnya. Bi Surti menahan gerakan kasar Senja kemudian mengambil bayi tampan itu dalam gendongan. “Ssst ... Sayang, haus, ya?” bisiknya sembari memberi tepukan pelan di p****t sang bayi. “Bawa dia pergi dari sini, Bi! Aku pusing denger jeritannya.” Bi Surti mengangguk. Tanpa menjawab lagi sang asisten rumah tangga membawa pergi bayi yang diberi nama Kaisar itu ke dalam kamarnya di bagian belakang rumah. Sembari tak kuasa menitikkan air mata karena tak tega mendapati bayi tak bersalah itu selalu menjadi pelampiasan kemarahan sang bunda, ia bergumam, “Kasihan sekali kamu, Nak. Seharusnya di umur ini kamu lagi disayang-sayangnya.” “Ada apa, Bi?” tanya lelaki yang baru masuk rumah mendengar gumam sang ART. “Ini, Tuan, Den Kaisar jadi pelampiasan kemarahan Non Senja lagi.” Pria itu menggeleng. Menyayangkan sikap Senja dua hari terakhir. Walau ia tahu sebagian wanita yang baru saja menjalani persalinan berkemungkinan mengalami baby blues seperti yang dialami wanita itu sekarang. “Saya pamit bawa Den Kaisar ke kamar, Tuan. Sepertinya dia haus.” “Emang ASI-nya belum keluar, Bi?” heran Morgan. Ia hanya tahu setelah melahirkan seharusnya wanita sudah bisa langsung menyusui. “Belum, Tuan. Itu juga mungkin yang membuat Non Senja panik.” “Terus Bibi mau susuin pake apa?” “Ya pakai s**u formula, Tuan, kemarin bibi beli di warung.” Morgan manggut-manggut. “Ya sudah, Bibi tenangkan Kaisar. Saya temui Senja dulu.” Membalas dengan anggukan, Bi Surti melangkah menuju kamar. Membaringkan bayi malang itu di atas ranjang. “Pantas nangis kejer begitu wong popoknya penuh. Nggak nyaman, ya, Sayang?” tanyanya menatap iba bayi berusia dua hari itu. Dan benar saja setelah diganti popok, Kaisar langsung terdiam. Bi Surti lega luar biasa. “Tenang dulu sini, ya, bibi mau bikin s**u di dapur,” lanjutnya. Menghampiri Senja di kamar, Morgan mengetuk pintu. Hingga tiga kali ketuk tak ada tanda pintu dibuka. Pria itu masuk dan menemukan wanita yang dicarinya tengah menangis. Tubuh ringkih itu terbaring menyedihkan beralaskan lantai. Tak ubahnya bayi yang meringkuk kedinginan. Morgan mendekat. “Hey.” Diusapnya lembut surai kecoklatan yang terlihat berantakan, menutupi sebagian wajah yang basah oleh air mata. Morgan tak menyangka Senja yang dulu menjadi idola kini terlihat mengenaskan dengan tubuh tinggal kulit membalut tulang. Padahal terakhir membawanya ke rumah tubuh wanita itu masih terlihat segar. “Nggak pa-pa,” hibur Morgan. Mengangkat tubuh itu kemudian membaringkannya di ranjang. “Aku benci dia,” lirih Senja didengar jelas pria yang menempatkan diri di sisinya berbaring. “Aku juga benci bocah itu, Morgan!” Morgan mengangguk. “Nggak pa-pa, kamu hanya belum bisa menerima. Suatu saat kamu akan jadiin Kaisar cowok yang paling kamu sayang. Yang paling kamu banggain. Dan yang pasti, paling bisa jagain kamu.” Isak itu semakin terdengar menyayat hati. Senja benci dengan dirinya sendiri. Menyadari bahwa yang dilakukannya salah. Namun suasana hatinya semakin memburuk menimbulkan kecemasan dan kemarahan berlebih. Morgan meraih tubuh yang bergetar itu dalam rengkuhan. Meminta maaf karena tidak selalu bisa menemani wanita itu. Hubungan yang tak jelas membuatnya tidak bisa tinggal bersama Senja. Walau demikian pria itu selalu menyempatkan hadir walau tak setiap hari untuk menjenguk sang wanita. “Maaf bikin kamu khawatir,” ucap Senja mengurai pelukan. “Makasih udah nemenin aku sejauh ini.” Ungkapan itu tulus ia ucapkan dari lubuk hati yang paling dalam. Morgan mengangguk. Lekat memperhatikan wajah sayu di hadapan. Ada yang mengganjal hatinya dan harus segera disampaikan. Namun melihat kondisi wanita itu membuatnya tak tega. “Sini!” Morgan meraih kedua tangan sang wanita kemudian membawanya menyentuh bibir. “Aku minta maaf karena maksa kamu buat pertahanin Kaisar. Mungkin kelahirannya nggak pernah kamu harapkan. Tapi ... aku berharap suatu saat dia bisa kamu jadiin tempat bersandar ketika kamu lelah dengan keadaan.” Morgan menyadari tak selamanya ada di sisi Senja. Terlebih ada nyawa seseorang yang harus dirinya selamatkan. Sejauh ini ia berusaha memberikan yang terbaik untuk Senja. Membawa wanita itu bangkit dari keterpurukan. Menjaganya dengan penuh tanggung jawab meski sadar yang dilakukannya cukup beresiko. Helaan nafas lolos begitu saja mengundang perhatian Senja. Menyadari ada yang aneh dengan kalimat yang keluar melalui mulut pria itu. “Ada apa?” tanya Senja. Morgan diam beberapa saat sebelum menjawab, “Kayaknya aku nggak bisa sering-sering sini.” “Iyah, udah sampai sini aja aku udah bersyukur. Aku nggak boleh serakah, ‘kan?” “Bukan gitu maksud aku.” Morgan semakin erat menggenggam kedua tangan sang wanita. “Aku harus jujur sama kamu.” Senja mengangguk. “Ngomong aja.” “Aku ... punya anak dari Anyelir."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Nona-ku Canduku

read
97.6K
bc

MENIKAHI PAPA MANTAN PACARKU

read
6.2K
bc

SEXY DEVIL UNCLE

read
18.2K
bc

Pemuas Hasrat Mantan Suami

read
51.4K
bc

HASRAT MERESAHKAN

read
139.2K
bc

Ayah Tiriku Sugar Daddyku

read
45.7K
bc

Menjadi Istri Tuan Revan

read
108.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook