Bab 5

1086 Words
“Nggak baik wanita cantik jalan sendirian di pantai malem-malem gini.” Suara seorang pria membuat Senja membuka mata. Gadis itu menoleh. Dalam remang dapat dia tangkap bayangan wajah tak asing yang tersenyum manis ke arahnya. “Kamu?” kagetnya. Senja tak menyangka bertemu kembali dengan pria itu setelah sekian lama. “Lama nggak ketemu. Apa kabar, Senja?” “Ngapain kamu di sini?” Alih-alih menjawab dia balas bertanya, sinis. Senja mengedarkan pandangan. Mencari seseorang atau apapun yang bisa menolongnya jika tiba-tiba pria di hadapannya berbuat kurang ajar. Pria itu terkekeh. “Ini tempat wisata, siapa aja bisa dateng ke sini.” “Kamu nggak nguntitin aku ....“ “Kenapa mikir gitu?” potong Dean. Yah, Dean. Pria yang lima tahun lalu berusaha menjebak Senja namun justru Dani yang diuntungkan. “Sorry, aku cuma ... “ Kalimat itu menggantung begitu saja karena tak tahu kata seperti apa yang harus menyerta. Bisa-bisanya Senja berpikir Dean mengikutinya. Sejak menemukan fakta Dani berselingkuh, pikiran gadis itu berkelana pada kejadian lalu. Mau tak mau Dean juga ikut terseret di dalamnya yang membuat Senja memiliki dugaan konyol itu. “Aku balik dulu,” pamit Senja. Berlama-lama bersama Dean hanya akan membuatnya takut. Bagaimana pun keadaan sekarang, pria itu pernah memiliki niat jahat terhadapnya. Bukan tidak mungkin kebetulan ini dijadikan kesempatan untuk kembali mencelakai Senja. “Senja, tunggu!” Dean berjalan menyamai langkah gadis itu. “Boleh main ke vila kamu?” Senja menggeleng. “Aku capek, pingin tidur.” “Ada hal yang mau aku omongin.” “Tentang apa?” “Kejadian lima tahun lalu.” “Aku rasa kita nggak perlu lagi bahas yang udah lewat.” “Aku ....” “Sorry, Dean aku nggak bisa,” potong Senja kemudian mengambil langkah cepat. “Aku minta maaf.” Senja menghentikan langkah. Isi otaknya sudah tak karuan karena mengingat kembali kejadian itu. “Maaf? Setelah sekian lama kamu baru minta maaf?” Senja tersenyum sinis. “Aku ... aku nggak punya nyali buat nemuin kamu,” ungkap Dean penuh kejujuran. “Terus kenapa sekarang kamu muncul lagi, huh?” Senja berteriak kesal. Sudah bagus hidupnya hanya dipenuhi dengan Dani sialan yang membuatnya patah hati. Lalu untuk apa si b******k ini memperlihatkan batang hidungnya? “Aku cuma pingin ngungkapin satu hal.” “Sayangnya aku nggak mau denger.” “Kamu sadar, ‘kan kalau Dani manfaatin kejadian itu?” Telinga Senja tiba-tiba berdenging. Gadis itu menggeleng. Menutup telinga rapat-rapat dengan kedua tangan. “Sen, kamu nggak pa-pa, ‘kan?” Perlahan tangan itu turun. “Kalau iya kenapa? Kalau Dani ambil kesempatan itu kenapa? Toh kalau bukan sama Dani, aku kena juga sama kamu, ‘kan?” Bulir bening sudah menggenang di pelupuk mata Senja. Entahlah, rasanya sakit sekali menerima kenyataan diperlakukan jahat dua pria dalam satu peristiwa. “Maksud aku ... nggak seharusnya dia lakuin itu. Dia bertugas buat jagain kamu, bukan manfaatin keadaan.” “Kamu sendiri?” Senja tersenyum penuh cibiran. Dia tidak membenarkan sikap Dani namun itu semua terjadi karena ulah Dean. “Kamu juga manfaatin kelemahan aku. Kalau kamu nggak kasih aku obat, nggak mungkin aku kena sama dia. Harusnya kamu nyadar bukan nyalahin orang lain.” “Aku salah, Sen, aku tahu. Dan aku minta maaf untuk itu. Cuma seharusnya kamu bisa selamet dari aku, seharusnya kamu baik-baik aja.” “Aku baik-baik aja, kamu pikir aku kenapa, huh?” Suara Senja meninggi. “Kalau pun ada yang salah dari aku itu semua gara-gara kamu!” Tanpa menghiraukan Dean yang terus memanggil, Senja berlari menuju vila. Sekuat tenaga dia menghindar agar lepas dari bayang-bayang masa lalu tapi Dean kembali mengingatkannya. Sial! “Aku cinta sama kamu, Sen.” *** “Ya Tuhan!” Senja tersentak. Tubuh itu menegak seketika. Teriakan Dean masih terngiang di telinga. Ungkapan cinta itu begitu jelas memenuhi pikirannya. Setelah sekian lama mimpi itu datang lagi. Mimpi yang terasa begitu nyata. Seolah menegaskan bahwa pria itu menyesali perbuatannya sebelum akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup. Dean ditemukan tewas dalam apartemen miliknya dua hari pasca kejadian di hotel kala itu. Lalu, Cinta? Semua orang mengatakan cinta padanya. Mulai dari Dani. Dengan bangga pria itu mengucap kata keramat namun tega mengambil kehormatan dan berakhir mengkhianati setelah berhasil membuat Senja jatuh cinta. Kemudian Morgan. Kata cinta yang begitu agung pria itu layangkan nyatanya mampu membuat Senja terkurung dalam penjara yang pria itu ciptakan hingga berbulan-bulan. Sebelum menyadari bahwa cinta itu ternyata bukan untuk sang gadis. Dan Dean. Setelah sekian lama dan menjadi penyebab Senja hancur dalam lubang nista, kata itu baru keluar dari mulutnya meski lewat mimpi. Kenapa tidak dari dulu? Kenapa tidak diucapkan dalam kenyataan? Mungkin saja Senja bisa mempertimbangkan untuk menerima daripada harus berurusan dan membuatnya terjebak cinta semu bersama sang bodyguard. Senja bukan gadis yang suka menjalin hubungan percintaan dengan pria mana pun. Hatinya bahkan tak pernah diselipi anugerah itu. Dani yang kemudian berhasil membawa berjuta harapan baru dengan iming-iming cinta untuk Senja. Namun nyatanya sanggup memberikan akhir penuh kepedihan. “Dani b******k!” teriaknya mengingat pengkhianatan Dani. Banyak orang mengatakan Senja beruntung dilahirkan dalam keluarga yang harmonis. Kasih sayang tidak pernah kurang kedua orang tua bahkan kakak laki-lakinya berikan. Hidup dalam limpahan harta yang tak pernah surut. Kecerdasan di atas rata-rata. Kecantikan fisik juga tak kalah Tuhan berikan. Bisa dikatakan hidupnya mendekati sempurna. Sayang, Senja tidak beruntung dalam hal percintaan. Senja adalah keturunan kedua dari pasangan Lingga dan Rere, salah satu pasangan pengusaha yang cukup ternama di tanah air. Berparas cantik dengan netra biru yang menurun dari sang nenek dari ayah. Di usia menginjak dua puluh lima tahun, seharusnya wanita itu sudah siap menjalani biduk rumah tangga. Sayang pilihannya jatuh pada orang yang salah. Senja melirik arloji mungil di pergelangan tangan kiri. Baru satu jam lalu ia berkomunikasi dengan Rindu via telepon. Apa iya, dirinya selelah itu hingga tak menyadari mimpi datang membuai. Ponsel di atas ranjang berdering mengembalikannya pada kesadaran, memaksa Senja bangkit untuk mengintip sang pembuat kebisingan. Nama Dani terpampang di layar. “Sialan! Ngapain lagi lo hubungin gue?” Alih-alih menjawab Senja membiarkan benda pipih itu terus menjerit. Tak kunjung berhenti, Senja raih gawainya kemudian menekan tombol power. Lebih baik ponsel dibiarkan dalam keadaan tidak aktif daripada terus menghantui dengan dering menjengkelkan dari orang menyebalkan itu. Senja menghapus jejak air mata yang hampir mengering di pipi sebelum melipir ke kamar mandi. Pikirannya sudah melayang tentang tempat menyendiri berikutnya yang akan ia kunjungi. Bali tidak lagi aman untuknya bersembunyi. Karena Senja yakin Dani pasti mencari dan tidak butuh waktu lama bagi pria itu untuk menemukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD